Ya ampun, ternyata ngasih sampah ke bank sampah sungguh semudah dan seseru itu. Aku yakin banget, dijamin kalian bakal ketagihan nyari-nyari sampah!
– Madam A –
Setiap aktivitas manusia hampir pasti menghasilkan sampah. Mulai dari makan, minum, memasak, belajar, bermain sama anak, dll, sebutkan semuanya deh. Sampah-sampah ini biasanya kita buang ke tempat sampah untuk kemudian dipilah oleh pengelola dan berakhir di TPA alias Tempat Pembuangan Akhir.
TPA paling terkenal di Indonesia adalah Bantar Gebang. Maklum, tempat itu menjadi tumpuan akhir bagi sampah dari jutaan orang yang tinggal di Jakarta (dan sekitarnya). Volume sampah yang dihasilkan pun angkanya sangat waow, mencapai ribuan ton. Dalam sehari.
Eh, merinding enggak sih denger kata ribuan ton sampah? Sampah loh ya ini, bukan duit. Kalau duit mah dijamin sumringah.
Gara-gara volume yang terus bertambah inilah ramai diberitakan di media kalau beberapa tahun lagi Bantar Gebang tidak akan sanggup menampung sampah. Sudah over capacity.
Jujur, saya banyak merenung tentang hal ini. Sebagai seseorang yang tugasnya memasak dan beberes rumah saya ngerti banget berapa banyak sampah yang dihasilkan. Mulai dari popok, sisa bahan masakan, sisa makanan, kertas-kertas, plastik-plastik kecil tiap beli ini dan itu.
Saya yang dulu enggak peduli, kini mulai berhitung lagi. Saya jadi memperhatikan betul jumlah sampah yang saya buang begitu saja ke tempat sampah. Sedih karena untuk level keluarga kecil, sampah yang saya hasilkan tiap hari terhitung banyak.
MULAI MENGENAL GAYA HIDUP MINIM SAMPAH
Semenjak saya bergabung dengan IIP Tangsel (Institus Ibu Profesional Tangerang Selatan) saya mulai berkenalan dan belajar gaya hidup minim sampah. Baru belajar loh ya, masih banyak baca sambil praktek tipis-tipis.
Beberapa hal yang saat ini sudah saya lakukan antara lain: mengadakan acara dengan konsep minim sampah, mengganti pemakaian pembalut dengan menscup, sesekali membawa kantong dan wadah saat belanja ke pasar, membawa minum dengan botol sendiri, terakhir memilah sampah organik dan anorganik.
Sudah hampir dua bulan saya pindah dari Bintaro ke Cisauk. Mungkin karena sudah menempati rumah sendiri, semangat untuk melakukan gaya hidup minim sampah semakin kencang. Walau masih sering lupa membawa kantong dan wadah, setidaknya saya sudah jauh lebih konsisten untuk memisahkan antara sampah organik dan anorganik.
Saya harus bersyukur dengan keadaan. Perumahan yang saya tinggali masih dalam fase pembangunan, dari 41 rumah yang akan dibangun, separuhnya saja belum selesai. Penghuninya apalagi. Saat saya pindah, baru lima rumah yang ditempati. Horor? Enggak sih.
Ada beberapa tukang di sini yang memelihara, mungkin sebagai penghilang rasa bosan. Ayam-ayamnya ini beranak-pinak, dan kalau pagi dilepas. Jadilah, sampah anorganik yang saya hasilkan, saya buang ke tanah yang masih kosong. Dan seperti yang teman-teman bisa duga, sampah sisa makanan itu habis. Kalaupun ada sisa ya toh kembali ke tanah.
Meskipun demikian, saya berharap ketika perumahan jadi saya bisa membuat lubang biopori sendiri. Setidaknya dengan membuat lubang biopori, sampah-sampah organik bisa dibuang ke sana. Maklum, masih belum berani bikin komposer, huhuhu.
Saya senang karena tempat sampah jadi tidak cepat penuh dan berbau. Iya, yang bikin sampah-sampah itu bau kan karena kita selalu mencampur sampah organik dan anorganik.
BERKENALAN DENGAN BANK SAMPAH
Kita akan selalu bertemu dengan apa-apa yang kita cari.
Begitu kata salah satu pepatah bijak favorit yang selalu saya pegang. Mungkin karena mulai peduli dengan sampah, saya dipertemukan dengan IG stories teman yang sharing tentang kegiatannya menyalurkan sampah ke sebuah bank sampah. Nama Bank Sampahnya adalah Bank Sampah Jayadanakirti.
All hail kemudahan teknologi! Berhubung si teman ini men-tag akun IG Bank Sampah Jayadanakirti, saya bisa langsung meluncur dengan mulus ke akun tersebut. Masya Allah saya bahagia banget karena informasi persampahan yang ada di akun ini cukup lengkap. Meskipun setelah dibaca-baca ternyata mereka tidak beroperasi tiap hari. Hanya di hari-hari tertentu dan di tempat yang berbeda. Kebanyakan perumahan.
Kemudian, karena malas melakukan scroll-scroll sampai bawah, saya langsung follow dan mengirim DM. Saya penasaran, kira-kira mereka bakal beredar di seputaran Cisauk atau enggak. Kalau iya di perumahan mana, bisa ambil sampahnya atau tidak, dll.
Eiittts, hampir aja kelupaan. Sebelum lanjut, saya mau cerita dulu tentang apa itu bank sampah. Khawatirnya teman-teman masih ada yang belum ngeh dan familiar dengan lembaga ini.
Bank sampah adalah suatu tempat yang digunakan untuk mengumpulkan sampah yang sudah dipilah-pilah. Hasil dari pengumpulan sampah yang sudah dipilah akan disetorkan ke tempat pembuatan kerajinan dari sampah atau ke tempat pengepul sampah. Bank sampah dikelola menggunakan sistem seperti perbankkan yang dilakukan oleh petugas sukarelawan . Penyetor adalah warga yang tinggal di sekitar lokasi bank serta mendapat buku tabungan seperti menabung di bank.
Intinya, sampah yang disetor bisa berubah menjadi uang bagi si penyetor.
KETIKA MENYETOR SAMPAH
Alhamdulillah, meski cukup lama tapi DM saya tetap dibalas. Bahkan pihak sana mengirim nomor WA agar kami bisa lebih mudah berkomunikasi. Pada hari Selasa, mereka akan mengadakan pengumpulan sampah di salah satu perumahan di The Icon BSD, cukup dekat dengan lokasi saya tinggal.
Saya antusias sekali mengumpulkan sampah. Bahkan sempat merasa kok kayaknya sampahku kurang banyak ya? hahaha. Supaya enggak tanggung-tanggung, saya menyempatkan diri keliling sekitar rumah dan menemukan botol-botol kosong yang dibuang sembarangan oleh para tukang. Lumayan.
Hari penyetoran tiba. Bersama dua anak yang masih kecil-kecil saya pun berangkat. Sesampainya di tempat, saya disambut oleh teman-teman dari Bank Sampah. Ramah sekali.
Bu Helda, pemimpin lembaga ini kemudian bertanya.
“Ini sampahnya sudah dipilah belum?”
Saya kontan cengengesan sambil menggeleng, “Belum bu, saya masih bingung cara memilahnya jadi belum sempat saya pilah-pilah lagi.”
“Yaudah, coba keluarin semua sampahnya di sana lalu kita pilah sama-sama.” kata beliau memberi perintah yang saya sambut dengan anggukan.
Praak, suara kaleng jatuh terdengar nyaring saat saya mengeluarkan sampah-sampah yang saya bawa.
Bu Helda mengambil sebuah botol dan menunjukkannya pada saya. “Botol aqua ini kita pisahkan jadi tiga bagian, labelnya, tutupnya, dan botolnya. Setelah itu kita timbang sendiri-sendiri.”
“Kemudian, kaleng susu kita pisahkan dengan tutup plastiknya. Itu tetra pak (wadah susu kotak) kamu pisahkan dulu dengan tutupnya. Kertas-kertas juga dipisah ya antara kertas biasa dan kardus. Plastik kresek masuknya PE, kalau plastik berwarna beda lagi jenisnya.” Wow, sungguh cekatan sekali beliau saat membantu saya mengatur sampah demi sampah.
Ternyata menimbang sampah tuh tidak berarti semua sampah langsung kita timbang begitu saja loh. Sampah dihitung berdasar jenis dan beratnya masing-masing. Jadi, tutup botol sendiri, botol kosong sendiri, label sendiri, kaleng sendiri, plastik sendiri. Dengan cara ini, nilai sampah per itemnya lebih mahal.
Ada dua petugas yang bekerja mengukur dan mencatat untuk akhirnya menghitung semua sampah dengan nilai rupiah. Dan, inilah hasilnya eng ing eenggg!
Apakah uangnya langsung saya bawa? Tidak Esmeralda! Uangnya tersimpan di buku tabungan. Bisa diambil kalau nanti sudah cukup banyak.
PANDUAN PEMILAHAN SAMPAH
Anyway, supaya teman-teman lebih mudah dalam memilah-milah sampah dan mempercepat proses penimbangan di bank sampah, ini dia saya paparkan panduan pemilahan sampahnya. klik untuk memperbesar ya!
Itu sebagian contoh gambar sampah-sampah yang bisa diterima di Bank Sampah ya. Masih ada beberapa item yang boleh kita setor seperti paku/besi/krom, sepeda, rantai, gembok, velg, kaleng, seng, alumunium/kaleng minuman, cd-kristal, mainan anak berbahan kertas dan bisa pecah, printer, kaset, disket, wajan/penggorengan, teflon, segala peralatan dapur, botol beling/beling bening,bahkan sampai aki bekas tak terpakai dan mesin cuci pun mereka menerima.
Buat yang punya pecahan beling, jangan buang sembarangan, kumpulkan dan simpan. Bank sampah menerima. Beling tapi ya, bedakan dengan keramik.
Lalu, adakah sampah yang tidak diterima oleh Bank Sampah? Ada!
Untuk bungkus styriofoam, kemarin sebetulnya saya diundang ke acara dari perusahaan pembuat ini. Mungkin bisa cek tulisan teman-teman saya yang lain, kemana sampah sisa styrifoam bisa disalurkan untuk didaur ulang.
MENGENAL LEBIH JAUH BANK SAMPAH JAYADANAKIRTI
Selesai timbangan, saya menyempatkan diri untuk duduk dan ngobrol sebentar. Bank Sampah ini ternyata belum lama beroperasi, masih hitungan bulan. Inisiatornya adalah ibu-ibu. Tuh kan, ibu-ibu tuh kalau sudah bersatu pasti keren.
Awalnya ya karena kepikiran ingin mencoba bantu mengurangi jumlah sampah yang sampai ke pembuangan akhir. Mereka mencari pengepul yang mau menerima sampah-sampah ini. Memudahkan proses daur ulang.
Tidak hanya mengumpulkan sampah, mereka juga sering sekali melakukan edukasi. Terutama untuk kalangan ibu-ibu dan anak sekolah. Sasaran yang tepat, karena ibu adalah manajer rumah tangga. Sementara ini, mereka paling sering mengadakan edukasi di Sekolah Hikari.
Mudah? tentu saja tidak. Apalagi masyarakat kita memang cukup sulit dididik masalah sampah. Boro-boro memilah, sekedar buang sampah di tempat saja kok menyedihkan.
Saya paham. Kepedulian untuk bijak bersampah harusnya memang tanggung jawab bersama, terutama orang tua sebagai edukator. Pernah saya ketemu langsung dengan ibu-ibu yang justru menyuruh anaknya
untuk buang sampah di tengah jalan, alih-alih membawanya dulu supaya bisa dibuang ke tempat sampah nantinya.
“Saat ini, dari 40 jenis sampah yang kami terima, setiap pengumpulan volumenya bisa lebih dari 300kg, bahkan pernah sampai 600kg. Kami senang sekali.” papar bu Helda.
Saya nyengir, sungguh ajaib rasanya bisa ketemu dengan orang yang bahagia gara-gara punya sampah banyak.
300kg dibanding ribuan ton memang kecil, bagai laos di tengah tumpukan rendang nasi padang. Tapi kalau hal itu dilakukan terus menerus, dan semakin banyak yang melakukan, rasanya tujuan mengurangi volume sampah sangat mungkin tercapai kan?
MARI BIJAK BERSAMPAH
Mungkin, di tempat teman-teman pembaca belum ada Bank Sampah. Tapi ini tidak berarti kalian enggak bisa mencari kan? Bisa loh tanya-tanya masyarakat sekitar. Kalau mau lebih canggih lagi sih, coba sekalian dirikan bank sampah kecil. Sambil cari pengepul yang mau menerima sampah yang terkumpul.
Banyak banget pelajaran yang bisa saya ambil dari pengalaman setor sampah kemarin. Sekarang saya jadi lebih aware dengan sampah. Memasak menggunakan santan instan, saya sisihkan sampahnya. Pun demikian dengan sampah susu kotak anak-anak. Saat menyapu rumah pun biasanya saya akan memilah lagi, mana sampah yang masih bisa disimpan lagi. Alhasil, residu sampah yang masuk ke tong jadi makin sedikit.
Nah, demikian sekelumit pengalaman saya menyetor sampah ke Bank Sampah. Teman-tman ada yang punya pengalaman sama atau mau kasih tambahan informasi ke Madam? Langsung komen di bawah ya 🙂
16 Komentar. Leave new
Solusi banget buat hidup lebih go green ya mbak. JAdi gak apa-apa dibuang ke tong sampah aja. Pilah pilih bisa bisa ikut menyelamatkan bumi juga bisa dapat uang juga
Aku excited sekali sama konsep bank sampah ini mba ajeng. Sungguh bermanfaat. Bahkan kalo udah besar seperti milik dokter gamal, bisa menjadi solusi perekonomian Dan juga kesehatan. Jadi berobat pale deposit sampah.
Semoga bank sampah semakin banyak dan menjamur, untuk mengurangi sampah yang tak perlu dibuang ke tpa juga ya
Ini keren, Mbak Ajeng. Selain membantu mengolah sampah, juga bisa dapat tambahan ya. Dan saya belum pernah melaukan hal ini, karena di dekat rumah saya belum ada bank sampah.
Dan saya baru tahu nih, ternyata sampah-sampah itu dipilah-pilah lagi lebih spesifik ya Mbak. Jadi tidak hanya sampah plastik dan sampah lainnya, tapi dipilih dari barangnya. Misalnya sampah potol tadi. Ada botolnya, tutupnya, dan labelnya.
Aku baru tau kalo sampah botol plastik juga masih bisa dipilah lagi, dari botolnya, tutupnya. Jadi pemgen coba cari di area rumahku. Makasih infonya mba
Hai, Mbak. Ingat Bank Sampah, aku jadi inget dulu pernah ikutan acara bincang-bincang Inspiring Women gitu bareng dan salah satunya adalah Ibu Vera Nofita. Beliau ini yang menginisiasi program bank sampah di wilayah Jakarta Timur lewat Rumah Kreatif Bersatu Nusantara. Dulu beliau sempat dapat penghargaan sebagai Perempuan Paling Menginspirasi Jakarta Timur. Ini orang yang sama bukan sih dengan yang dirimu maksud?
Membahas sampah tuh memang nggak habis-habis, ya. Eh, aku baru tahu juga lho kalau memilah sampah tuh sampai sebegitunya. Selama ini tahunya ya memisahkan sampah dari plastik, kertas, sisa makanan, begitu aja. Ternyata label dan tutup botol pun dimasukkan ke tempat yang berbeda, ya?
Ternyata bank sampah itu seru bermanfaat dan bernilai rupiah .pertanyaanku dimana beli wadah telur itu, aku udah lama cari di Palembang belum ketemu.
BUnd, saya juga sekarang beli telur pake wadah telur nih.
Para ibu-ibu yang belanja di warung jadi mengagumi wadah telur saya hahaha
saya kan jadinya malu-malu meong
Ooo… ternyata gitu, to. botol dan tutup dipisah, kemasan tetra pack juga dipisah tutupnya. Per benda ada kelompoknya sendiri. Wah, ilmu baru, nih.
Di kampung saya pernah ada bank sampah, tapi tidak jalan karena tidak cakap penanganannya. Juga pemilahannya. Saya malah baru tahu sekarang. Hmmm….
Harus belajar lebih banyak ini, kalau mau membangun Indonesia dari desa sendiri
Makasih ya mbak infonya. Dari artikel ini aku baru tau kalau sampah botol plasik masih dipilah lagi
Bank sampah ini penting banget Bagi lingkungan. Tapi untuk saat ini saya masih bingung, kira-kira dimana kita bisa menggali info mengenai Bank sampah yang ada di tempat tinggal kita?
Di sekolahku juga sudah digalakkan nih bank sampah . Anak anak juga bawa wadah sendiri, jualan di kantin juga tidak berkemasan plastik. Jadi benar2 minim sampah.
Sekarang bank sampah sudah mulai banyak di daerah daerah, semoga kesadaran orang terhadap hidup minim sampah bahkan zero bisa terwujud. Aamiin. Tfs, mbak…
Mbaakk itu wadah telurnya beli di mana yaaa, mau donk infonya 😀
Wah enak kalau ada bank sampah deket rumah gtu mbak, kalau di saya masih sebatas milah sampah basah kering hehe. Trus pas buang sampah hampir jantungan donk kalau pak sampah gak terlalu peduli ma pemisahan kyk gtu, cediihh, mestinya dr pemkab pemkot sosialisasi kasi training ke pengangkut sampahnya ya…
Oh ternyata ada yang gak diterima bank sampah ya. Itu styrofoam bisa dikirim ke daur ulang styrofoam sih aku punya alamatnya kebetulan yang mungkin deket lokasimu mbak 😀
Keren mba, patut dicontoh oleh daerah lain. Detail banget ya harga per itemnya. Dan sepertinya kita butuh juga bank sampah yamg bisa daur ulang styrofoam ya
Seneng banget rasanya baca tulisan yang menebar energi positif kayak gini. Di kompleks perumahan di salah satu kecamatan tempat temen saya tinggal sudah berjalan tahun kedua aktivitas dengan bank sampah. Saya dan teman sekecamatan pun pengen ikutan juga, tapi terkendali lokasi bank sampah yang cukup jauh dijangkau dari tempat kami berdomisili. Semoga bisa segera menyusul mengikuti ya mba
Mestinya bank-bank sampah ini ada di lingkungan terdekat kita ya. Idealnya sih gak nunggu org lain buat dr kitanya sendiri jg bs berinisiatif mendirikannya. Kl saya pribadi krn keterbatasan waktu dan tenaga, sementara br bs jd nasabahnya dl
Keren banget bank sampahnya. Di sekitar tempatku belum ada
Sementara hanya bisa memilah untuk pemulung dan dibuang. Juga mengurangi jumlah sampah saja.
Salut dengan kepedulian Jaya Danakirti. Semoga semnagatnya bisa menulari banyak pihak.
Btw, selamat untuk hunian barunya, Mbak Ajeng
Calon tetangga kita 😉
[…] membagikan dua buah tulisan yang sempat tayang di blog. Satu tentang pengalaman setor sampah ke bank sampah, satunya lagi tentang proses pembuatan biopori sebagai media pembuangan sampah […]
[…] membuang obat? Hati-hati jangan sembarangan. Pastikan untuk membaca instruksi pembuangan dengan […]
[…] dimulai dari yang simpel seperti memisahkan sampah organik dan anorganik, menyetor sampah anorganik ke Bank Sampah, membuat lubang biopori, atau memakai menscup alih-alih pembalut […]
[…] Baca Juga : Pengalaman Setor Sampah ke Bank Sampah […]
[…] Juga : From A to Z Pengalaman Setor Sampah di Bank […]