Tiga minggu terakhir ini aku sedang struggling merawat anak-anak yang sakit. Pasca libur lebaran, awalnya si abang yang batuk-batuk, sesak, dan semam. Berikutnya si dedek (bungsu) yang batuk dan ingusnya meler terus sampai susah tidur. Terakhir si teteh yang demam tinggi sampai lima hari karena radang dan batuk.
Waktu ngobrol sama temen masalah ini, ternyata dia juga mengalami masalah yang sama di rumahnya. Aku bahkan sempat ngedrop sebentar karena kecapekan plus kondisi cuaca yang betul-betul awikwok. Bayangkan aja pagi ke siang luar biasa panas dan gerahnya. Siang ke sore hujan deras. Sore ke malam kadang dingin kadang juga panas.
Enggak heran kalau anak-anak bertumbangan lha wong yang dewasa aja pada jatuh sakit juga. Ketika pergi ke dokter, mereka pun bilang kalau faktor utamanya memang kondisi alam.
Fakta & Kondisi Terkini Cuaca di Indonesia
Satu kata : unpredictable
Di satu waktu bisa panas banget, eh jeda lima menit bisa mendung dan langsung makbres hujannya. Mana kadang hujannya ditambah angin sama petir gitu. Pernah juga panas seharian, tapi angin yang datang muter-muter kenceng sampai desaunya kedengeran jelas.
Pada tanggal 28 April kemarin aku baca di berita kalau negara-negara di Asia memang sedang dilanda cuaca panas ekstrem. Thailand misalnya, pada siang hari di sana suhu mencapai 54 derajat celcius. Otoritas di sana bahkan mengeluarkan himbauan agar tidak beraktivitas diluar agar tidak mengalami heat stroke.
Baca Juga : Pengalaman Setor Sampah ke Bank Sampah
Hal yang lebih parah terjadi di India. Gara-gara event yang diadakan di luar ruangan oleh pemerintah di negara bagian barat Maharashtra, ada 13 orang meninggal karena sengatan panas dan puluhan lain dirawat di rumah sakit. Sekolah-sekolah pun ditutup karena suhu mencapai 40 derajat celcius.
Indonesia sebagai negara tropis bisa dibilang lebih beruntung. Suhu tertinggi di tempat kita ‘hanya’ 34 derajat celcius. Meski demikian, coba deh lima menit beraktivitas di luar tanpa topi, payung, atau tabir surya, dijamin bisa pusing kliyengan.
Pada tahun 2021 yang lalu, BMKG tercatat pernah menyatakan bahwa selama 30 tahun ke depan suhu di Indonesia akan meningkat sebanyak 0,9 derajat. Angka yang terlihat kecil namun efeknya tak main-main.
Dampak Emisi Karbon
Aku lupa baca di mana tapi inget banget bunyinya, “Segala aktivitas manusia meninggalkan jejak karbon.” Ini enggak cuman di jaman modern loh, bahkan sejak jaman purbakala dulu. Sekedar bikin api unggun untuk memasak hasil buruan saja sudah membuat jejak karbon.
Dilansir dari buku Sustainable Me (2020) karangan Apriyani, yang dimaksud dengan jejak karbon adalah jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan individu dalam sehari-hari. Jejak karbon adalah total emisi karbon dioksida (CO2) yang berkaitan dengan semua aktivitas manusia atau entitas lainnya, seperti gedung atau negara.
Masih bingung? Coba aku kasih beberapa contoh aktivitas sehari-hari yang meninggalkan jejak karbon :
- Memasak menggunakan kompor berbahan gas, minyak tanah, ataupun kayu bakar.
- Mobilitas menggunakan kendaraan bermotor.
- Menulis pakai pensil kayu dan kertas.
- Makan daging sapi, karena fermentasi kotoran sapi ternyata menghasilkan gas metan yang besar
Lalu, apa saja sih dampaknya? Ya seperti yang kita rasakan sekarang ini, bumi makin panas, bencana makin banyak. Jika dibiarkan, mungkin saja kejadian seperti gagal panen, kelaparan, dan penyebaran penyakit benar-benar terwujud nyata.
Upaya Nyata Menjaga Lingkungan Hidup
Ada sederet upaya yang hingga detik ini selalu aku upayakan #UntukmuBumiku. Enggak yang wah banget kayak Grup Pandawa lakukan memang. Tapi setidaknya ini bisa konsisten aku lakukan di rumah bersama keluarga kecilku.
Aku mau share di sini barangkali bisa jadi inspirasi bagi teman-teman. Meski kecil, tapi jika kita #BergerakBersama aku yakin tetap bisa membawa dampak yang besar.
Makan Sampai Habis
Siapa yang suka sebal ketika makan di restoran ayam goreng cepat saji dan ada fasilitas ambil saos sendiri, lihat orang ambil saos-nya banyaaaakk banget tapi enggak dihabiskan? Aku termasuk yang kesel sih. Rasanya tuh kayak mubazir, buang-buang makanan. Padahal enggak ada yang salah dengan mengambil secukupnya terus kalau kurang ambil lagi tapi habis tanpa sisa.
Ini juga berlaku ketika sarapan di hotel yang konsepnya buffet. Sedih banget loh lihat orang ambil nasi dan lauk sampai isi piringnya menggunung, tapi yang dimakan cuman seuprit. Sisanya masuk tempat sampah. Hiks hiks hiks. Sampah makanan yang dibuang sembarangan atau enggak diolah juga bahaya karena bisa terfermentasi menjadi gas metan. Menimbulkan efek rumah kaca yang bikin bumi jadi makin panas.
Ketika pergi makan ke luar, aku selalu memesan dalam porsi yang cukup untuk 2 orang dewasa dan 3 anak-anak. Jika dirasa kurang, masih lapar, atau memang enak banget dan yakin pasti habis kalau nambah, barulah aku memesan ulang. Selain tidak bersisa, aku merasa lebih puas ketika membayar. Apa ya, yang aku bayarkan bukan untuk sesuatu yang terbuang gitu loh.
Masalah makan sampai habis ini memang terlihat remeh, tapi kalau semua orang melakukannya, niscaya tidak ada sampah makanan sisa yang sia-sia. Aku lupa, di daerah mana gitu yang model makannya buffet tapi ada aturan kalau sampai bersisa harus bayar denda. Peraturan yang seharusnya diterapkan di sini juga.
Pakai Kendaraan Umum
Pada tahun 1980an sistem transportasi umum di Singapura dan Jakarta itu mirip-mirip. Tapi negeri tetangga mengambil langkah untuk membuat MRT dan melesat jauh mulai dari 1987. Jakarta baru punya MRT tahun 2019, 32 tahun kemudian.
Jujur aku iri banget sama negara tetangga yang jalan-jalannya lebar dan nyaman untuk dipakai jalan kaki semua orang dalam berbagai usia. Keberadaan MRT/Bus pun terkoneksi dengan baik dari ujung ke ujung dengan biaya terjangkau. Aku bisa tinggal di sana dan jalan-jalan dengan bebas tanpa harus punya kendaraan pribadi.
Seperti yang sudah aku tulis di atas kalau menggunakan kendaraan bermotor itu meninggalkan jejak karbon. Naik kendaraan umum adalah salah satu usaha agar jejak karbon kita menjadi sangat minimal.
Ketika membeli rumah, salah satu faktor penentunya adalah jarak antara rumah dan stasiun commuter line yang cukup dekat. Maklum, suami kerja di ibukota yang jaraknya jauh banget tapi jadi terjangkau karena pakai KRL. Ke stasiun pun bisa pakai sepeda yang selain tidak meninggalkan emisi karbon, menyehatkan juga.
Melihat orang tua mereka kemana-mana naik transportasi umum, anak-anak juga jadi ikutan. Saat ini mereka terbiasa banget naik KRL, sudah tahu kalau ketika masuk harus mengantri, harus tap kartu, turun tangga, dan berdiri di belakang garis kuning ketika menunggu.
Menggunakan Menstrual Cup
Sebagai perempuan sehat, aku mengalami menstruasi setiap bulan. Iya, ini hal yang aku syukuri banget karena jadwal haid aku rutin. Nah, sejak tahun 2019 aku sudah beralih ke menstrual cup dari sebelumnya menggunakan pembalut.
Pemakaian pembalut itu menimbulkan sampah pembalut yang cukup banyak memang. Terutama kalau haidnya lama. Menstrual cup punya banyak kelebihan seperti bentuknya yang mungil, enggak menimbulkan residu, enggak bikin gatel-gatel, dan tahan lama. Bahkan ada yang pemakaiannya sudah 8 tahun tapi masih dalam kondisi baik.
Kebijakan Ala Aku Untuk Melindungi Bumi
Menurut aku, kebijakan apapun akan menjadi mentah jika TIDAK ADA PENEGAKAN HUKUM YANG KUAT. Jadi menurutku yang perlu diubah adalah penegakan hukum-nya dulu. Jika hukum sudah ditegakkan setegak-tegaknya, perbaikan kebijakan bisa menyusul kemudian.
Kita tahu banget kenapa di negara tetangga orang-orang enggak berani buang sampah sembarangan, merokok sembarangan, dan makan permen karet. Yaa karena siapapun kamu, kalau salah ya tetep salah, tetep dihukum. Udah gitu hukuman dendanya pun enggak main-main.
Di sini rasanya orang bebas berbuat apapun tanpa rasa takut karena hukum masih bisa dicurangi. Coba deh hukum mengenai pembalakan liar, buang sampah sembarangan, pengolahan limbah itu bener-bener berlaku. Aku pikir orang enggak akan berani melanggar. Iya kan?
Ayo Mulai Dari Rumah
Tenang, aku enggak putus asa kok. Aku tetap berjuang, memberi contoh nyata kepada anak-anak, tentang usaha-usaha untuk melindungi bumi. Insya Allah, ketika besar nanti mereka akan tumbuh jadi anak yang rendah hati dan tahu harus bagaimana terhadap alam.
Anak-anak yang terbiasa makan secukupnya, ketika besar pun akan tumbuh dengan kebiasaan yang sama ketika kecil bukan?
Anyway, bagi teman-teman yang peduli dengan isu lingkungan, boleh banget loh follow akun-akun di bawah ini :
- Instagram: @bloggerperempuan & @teamupforimpact
- Facebook: Blogger Perempuan Network & Team Up For Impact
- Twitter: @BPerempuan & @teamupforimpact
Nah, itu dia ceritaku. Kalau #BersamaBergerakBerdaya versi kalian apa nih? Boleh dong tulis di kolom komentar di bawah ini. Mana tahu aku jadi ikutan terinspirasi 🙂
Sumber tulisan :
- https://ppsdmaparatur.esdm.go.id/berita/jejak-karbon-dalam-kehidupan
- https://www.cnbcindonesia.com/tech/20230512152256-37-436919/super-gerah-bmkg-ungkap-cuaca-panas-mendidih-ri-sampai-kapan
- https://twitter.com/adriansyahyasin/status/1658105542005469184?s=20