Ibu-ibu yang punya drama Sekolah Dari Rumah, mari berkumpul!
– Madam A –
DRAMA SEKOLAH DARI RUMAH : MAU DIAJAR BU GURU AJA, JANGAN MAMA PLEASE! Sedikit catatan : tulisan ini sebelumnya sudah pernah saya posting di grup KBM (Komunitas Bisa Menulis) di Facebook pada tanggal 8 Maret 2020. Hari itu adalah hari-hari awal dimana semua kondisi berubah karena ancaman virus Covid-19. Saya tulis kembali di blog agar bisa tersimpan lebih rapi.
Nah, selamat menikmati secuplik tulisan saya!
Setelah IDAI mengeluarkan himbauan bahwa seluruh anak Indonesia harus dilindungi dari wabah, kepala daerah pun berbondong-bondong mengeluarkan kebijakan agar kegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah. Yuan, anak saya yang saat ini berada di grade 1 alias kelas 1 tentu saja senang bukan kepalang mendengar kabar ini.
Terbayang sudah asyiknya tidak perlu buru-buru bangun pagi, mandi pagi, dan berangkat ke sekolah lalu belajar sampai siang. Dia jingkrak-jingkrak sambil melakukan gerakan tabur bunga.
“Eh, tapi tunggu dulu bang. Ini Bu Guru ngabarin, nanti akan ada tugas dan belajar online. Tugas praktek mama akan video, sedangkan tugas di buku nanti mama akan foto.” sergah saya segera.
“Hah? Kok gitu mah?” gerakannya terhenti, wajahnya ditekuk tiga belas. Kebahagiaan yang sebelummya dia rasakan menguap.
“Iya, besok belajarnya dibantu mamah ya.” jawab saya lagi, penuh percaya diri. “Sebetulnya kita enggak libur, kita belajar di rumah.”
“Belajar di rumah? Sama Mamah?” Yuan menganga, ekspresi wajahnya skeptis.
Saya mengangguk, sedikit sedih karena melihat dia kok tampak tidak antusias sama sekali tahu mamanya yang akan ngajarin.
Sebagai mantan guru TK (meski cuma setahun mengajar) apalagi empat belajar parenting cukup lama, saya merasa bahwa mengajar anak sendiri adalah hal mudah. Toh dari dulu juga pengen homeschooling.
Bisa jadi percobaan nih, pikir saya dalam hati.
Satu hari sebelumnya saya juga sudah menginstal aplikasi Zenius untuk amunisi tambahan belajar. Buat jaga-jaga, saya tahu kok saya enggak pinter-pinter amat menjelaskan matematika.
Saya menyetel sebuah video yang menjelaskan apa itu bilangan cacah, dan Yuan terlihat menikmati. Saya juga ikutan nonton dan ikutan belajar lagi . Seru juga ternyata ya aplikasi kayak gini.
HARI PERTAMA SEKOLAH DARI RUMAH
Hari yang dinanti-nanti pun tiba. Pagi itu Yuan menolak disuruh mandi hingga akhirnya pengumuman dari guru mengenai materi dan tugas datang. Nah, tugas untuk anak lelaki sulung saya adalah sebagai berikut :
- *Tahfidz*- Menghafal surat Asy-Syams ayat 11-15Kirim by wa video
- *Tematik*Tema 1G Benda, hewan dan tanaman di sekitarku Sub tema 1 Definisi benda hidup dan benda tak hidup (mati) *Pembelajaran dan tugas melalui voice note* tugas di kirim by foto
- *PAI*Kegiatan keagamaan hal 85*Pembelajaran dan tugas melalui voice note* tugas di kirim by foto
- Tambahan : pembiasaan sholat subuh dan sholat duha *kirim via foto*
Baiklah, this is it! Inilah saatnya! Biarin aja deh dia belum mandi, yang penting tugasnya selesai dulu. pikir saya yang saat itu juga pusing ngeliat cucian piring dan baju serta ruang tengah yang sudah berubah jadi kapal pecah.
“Nah abang, yuk diambil juz amma-nya, kita hapalan dulu.” kata saya sambil menarik dia yang sedang gogoleran di kasur sambil baca komik.
“Bentar mama, aku belum selesai bacanya.” Yuan terdengar kesal.
Uuuhhh, asli saat itu saya sudah mulai terpancing untuk menaikkan nada satu oktaf. Tapi saya tahan sambil baca istighfar. Akhirnya, sepuluh menit kemudian buku itu baru diambil. Itupun pakai eyel-eyelan lebih dulu
“Oke, kita baca bareng-bareng yuk.” ajak saya, mencoba sabar.
“Enggak mau. Weeekk!” Yuan pun memeletkan lidahnya. Lalu dia ketawa-ketawa dan loncat-loncat di kasur.
Saya melongo, sepertinya dia jadi slengekan karena mamanya yang ngajar. Baiklah, ini berarti saya harus lebih tegas.
“Yuan, duduk.” kali ini dengan suara yang lebih kuat. Mimik muka pun saya atur lebih kaku. Alhamdulillah, akhirnya dia berhenti loncat-loncat dan mau duduk manis.
Meski hanya semenit.
Pada menit kami mencoba untuk hapalan bersama, dia mulai berulah. Pertama goyang-goyang badan, lalu memainkan sprei, bantal, dan guling untuk kemudian sekalian gulang-guling di atas kasur kayak risol dikasih tepung panir.
Saya menghela nafas. Sabar! Kami lanjut pindah ke meja. Saya mulai memanjatkan doa, semoga ada perubahan ya Allah, semoga ada perubahan. Please ya Allah please, ini baru pelajaran pertama!
Doa saya tidak dikabulkan. Tidak ada perubahan sama sekali. Dia tetap rungsing, sibuk mengetuk-ngetuk meja dan memaju-mundurkan kursi. Belum lagi saat saya hendak merekam, dia menolak.
“Aku malu mah.” akunya dengan wajah malu-malu yang membuat saya menepok jidat.
“Terus gimana caranya mamah laporan ke bu guru kalau abang enggak mau direkaaaammm?” cicit saya mulai histeris.
Astaghfirullah, baru satu mata pelajaran saya merasa kepala mulai panas dan beruap karena emosi. Akhirnya setelah melalui negosiasi alot, Yuan mau direkam. Itu pun dia sambil main-main dan saya harus ikutan membaca supaya dia enggak merasa sendirian.
Ya Allah, tolonglah hambaMu ini ya Allah! jerit saya dalam hati, kembali mencoba untuk menetralkan perasaan yang mulai kacau balau.
“Oke, Tahfidz sudah selesai, kita lanjut belajar tematik ya?” ujar saya sambil mengecek jadwal/
“Loh mama, tadi kan janji mau snack time dulu. Tolong siapin coco crunh-nya ya, pakai susu yang banyak.” ujarnya santai.
Saya menelan ludah, antara kesal sama harus manut karena memang tadi negosiasinya begitu. Begitu snack siap, dia malah lanjut membaca komik. Ketika komiknya saya ambil, dia marah. Alhasil, diapun ngambek ketika belajar tematik.
Voice note pembelajaran tematik yang saya setel tidak dia simak karena hatinya masih kesal perihal komik yang diambil. Saya pun lama-lama terpancing untuk kesal, apalagi kedua adiknya Yuan yang masih kecil-kecil turut merecoki kegiatan belajar dengan mengambil pensil atau penghapus miliknya.
“Yaudah, abang kerjain sendiri dulu ya yang halaman lima.” pinta saya. Saya berpikir untuk mundur dulu sesaat supaya enggak ikutan marah-marah. Tanpa menunggu jawabannya, saya sudah keluar kamar untuk menyelesaikan cucian piring dan baju.
Sambil cuci piring, terdengar suara riuh tiga anak ketawa-ketiwi. Entah mainan apa. Saya mendengus kesa; tapi mengabaikan, fokus ke kerjaan rumah dulu. Begitu beres-beres kelar, saya kembali ke kamar. Hasilnya bisa diduga, tugas tidak selesai.
“Mama, abang capek, mau istirahat kan tadi mainan sama adek-adek. Udah gitu, pensil sama penghapusnya juga enggak tahu dimana.” lapornya ketika saya bertanya tentang penyelesaian tugas.
Kembali saya menepok jidat. *Puk puk jidatku*
“Abaaangggggg!” jerit saya, akhirnya meledak. Taring dan buntut pun tidak ketinggalan keluar sudah.
Kali ini, saya memaksanya duduk dan mengerjakan soal. Kedua adiknya saya seret keluar, saya sounding supaya mereka main di luar sementara saya membersamai Yuan belajar. Pintu kamar ditutup dan kunci.
Saya berdiri di sebelah Yuan sambil memberitahu bagian mana yang mesti dikerjakan, tapi lagi-lagi dia menolak.
“Mama, adek-adek nggedor pintu dan nangis di luar. Abang jadi enggak bisa belajar.” katanya berkilah. Halah, bilang aja males.
“Udah, abang fokus aja ngerjain ini.” tunjuk saya galak.
Sambil bersungut-sungut dia mengerjakan, gerakan tangannya amat letoy dan males-malesan. Baru juga saya mau komentar, tiba-tiba, “Mama, dedek Aylan puuuupppp!” teriak anak gadis dari luar. Ya Allah!
Ya Allah, saya boleh nangis dan ndekem sementara di lemari sambil nonton drakor enggak? Boleh enggak saya lari dulu dari kenyataan? Huhuhu.
Kepala saya pening dan mulai enggak bisa mikir. Anak-anak rewel semua, rumah masih berantakan dan makan siang belum tersedia karena saya belum masak. Saya cek di grup WA beberapa ortu lain sudah mulai mengirim laporan tugas anak-anak mereka.
Hati ini makin kebat-kebit. Pada akhirnya, dengan kegalakan yang disetel maksimal semua tugas si abang selesai jam 1 siang. Meski selama ngerjain selalu diselipin teriakan,
“Nggak mau belajar sama Mama, maunya sama Miss Muti aja!”
Huwaaa huwaaa huwaaa. Ya allah, jangan-jangan pepatah yang mengatakan kalau ngajar anak orang tuh lebih mudah dibanding ngajar anak sendiri adalah betul? Baru hari pertama belajar di rumah dan saya sudah keriting.
Apresiasi sebesar-besarnya untuk para guru yang selama ini sudah mendidik anak-anak dengan penuh kesabaran. Emaknya aja udah meledak berkali-kali selama membersamai belajar. Belum lagi karena harus full di rumah, mereka jadi gampang laper (emaknya juga ding)
TETAP SEMANGAT, THIS TOO SHALL PAST!
Hufftthh, saya yakin saya enggak sendirian menjadi ibu yang suaranya naik beroktaf-oktaf kayak Mariah Carey selama anak-anak belajar di rumah. Karena itu, hayuklah kita semua kerja sama untuk melandaikan curva penyebaran virus Corona.
Supaya wabah ini cepat berlalu, supaya anak-anak bisa sekolah lagi tanpa perlu kita merasa khawatir, supaya kita bisa menjalankan tugas di rumah dengan normal. Sungguh kacau banget rasanya akhir-akhir ini, pemberitaan tentang virus Corona bikin nangis.
Baca juga : Tips Tetap Tenang Selama Pandemi
Udahlah harus stay di rumah, kerjaan nambah, huhuhu. Jiayou diriku! Masih hari pertama, masih ada hari-hari berikutnya. Jiayou ibu-ibu se-Indonesia Raya! Peluk virtual dari saya. Mari jaga kewarasan masing-masing!
Catatan : Sudah 7 bulan berlalu sejak tulisan ini dipublish, kasus harian mencapai 4000. Positif rate tinggi. Namun, Pilkada tetap digelar entah, ambyar banget saya. Stay safe dan stay health buat ibu-ibu semua yang membaca tulisan ini. Semoga Allah memberi kita kesehatan dan mampu melewati pandemi ini dalam kondisi sehat walafiat, tanpa kurang suatu apapun. Aamin!