Makannya, jangan pernah ditakut-takutin. Takut beneran kan kita sendiri yang repot.
– Madam A –
Cara mengatasi rasa takut pada anak.// Hola! Gimana kabarnya temen-temen? Meski kasus positif Covid 19 melonjak tajam dimana-mana, semoga kita tetap diberi kesehatan, keberkahan, dan kewarasan ya. Gila banget soalnya, orang-orang udah pada back to normal lagi, bukan new normal.
Fiuuh.*elap keringet*
Anyway, pagi tadi saya mengikuti sebuah kelas parenting yang dilakukan via google meet dengan tema “Memanjakan anak, boleh atau tidak?”
Temanya menarik banget, dan pembicaranya pun saya kenal betul. Jadi deh saya ikutan. Hanya saja, saya baru ngeh kalau kelas tersebut diadakan bersamaan dengan kelas tahsin di perumahan. Iya, kelas tahsin ini dibuka lagi setelah sebelumnya ditiadakan selama lebih dari 4 bulan.
Akhirnya, mau enggak mau saya mendahulukan belajar tahsinnya. Apalagi saat bertanya ke panitia hasil belajarnya bakal direkam atau enggak, katanya direkam. Yaudahlah, saya bisa nyimak nanti.
Baca Juga : Sprei Ini Membuat Anak Berani Tidur Sendiri
Qadarullah, jam 11 siang kelas tahsin udah selesai sehingga saya bisa ngejar untuk menyimak kelas parenting. Meskipun udah masuk sesi tanya jawab tapi lumayan. Yei!
ANAK TAKUT TIDUR SENDIRI
Saya rasa hampir semua anak mengalami fase ‘takut tidur sendiri’ ketika kita hendak melatih mereka untuk tidur terpisah.
Pada kasus si Abang, fase takut-takut ini terjadi berulang kali. Waktu di kontrakan Bintaro bertahun-tahun dulu, dia pernah berani tidur sendiri selama 2 malam dan gagal di malam ketiga karena ditakut-takutin sama temennya.
Level ketakutannya si abang saat itu cukup tinggi. Bayangin aja, dia sampai enggak berani pipis, mandi aja sampai nangis-nangis. Dia selalu bilang kalau dia takut melihat mata saya jadi merah. Kalau diinget-inget lagi, kesel banget waktu itu. Gara-gara mulut julid anak tetangga, si abang yang mandiri dan pemberani jadi berubah seratus delapan puluh derajat. Hih!
Yaudah, akhirnya si abang tidur ditemenin sama ayah atau tidur rame-rame sekasur berlima. Begitu terus sampai akhirnya kami pindah ke Cisauk dan dia excited banget karena punya kamar sendiri. Walaupun kecil aja sih, hehehe.
Long short story setelah sekian lama sukses tidur di kamar terpisah, dia kembali ketakutan dong. Tiba-tiba aja tengah malem dia bangun dan masuk ke kamar saya kemudian nyempil sampai pagi. Asli kelakuan si abang ini bikin deg-degan, misal tengah malam saya lagi gulat sama ayahnya terus ujug-ujug dia nongol apa enggak ambyar tuh?
Pernah saya bilang ke dia untuk enggak pindah-pindah ke kamar saya kalau kebangun malem-malem. Dianya ngangguk-ngangguk jawab ho’oh;ho’oh, jebul malemnya dia pindah ke kamar adik perempuannya. Hayyah, sama aja itu maaahhhhh!
Selain pindah tengah malam, abang juga mulai nahan pipis dan pup karena takut ke kamar mandi. Sekedar mengambil air minum di dapur pun dia minta tolong ditemenin adik-adiknya. Bahkan menonton TV sendiri di ruang keluarga saja dia tidak mau.
Usut punya usut, penyebab takutnya adalah obrolan dia bersama Abah (kakek dari pihak suami). Kalau saya lihat, sepertinya anak sulung saya ini emang suka kisa-kisah misteri. Pucuk dicinta ulam tiba karena Abah adalah orang yang suka bercerita. Akhirnya, dua orang ini teleponan dan saling tukar cerita hal-hal berbau horor.
Sungguh terharu melihat hubungan pasangan kakek-cucu ini. Saking terharunya saya sampai gemes karena setelah teleponan si abang mengalami perubahan mendadak seperti yang saya ceritakan di atas.
Saya sampaikan asal-muasal perubahan perilaku abang ke Bu Fithrie selaku narasumber dan konsuler. Tidak lupa saya paparkan hal-hal apa saja yang sudah saya lakukan untuk mengatasi ketakutan abang.
Saya pernah bertanya langsung ke dia, “Abang takut tidur sendiri?”
Tapi dirinya menjawab tidak. Abang menolak dibilang takut tidur sendiri, gengsinya setinggi gunung Krakatau. Padahal fakta di lapangan jelas mengatakan dia takut. Haduuhh, gengges banget kan.
Yawis, akhirnya saya selalu menemani dia di kamar saat malam hari sampai dia tertidur. Saya juga memperbanyak sholat dan tilawah di kamarnya. Tidak lupa saya ajak dia untuk membaca surat-surat pendek dan berdoa meminta perlindungan Allah SWT sebelum tidur, biar hati tenang.
“Saya pernah bilang ke abang supaya dia berhenti membaca kisah detektif atau cerita-cerita misteri dulu. Khawatirnya dia jadi ketakutan sendiri.” kata saya melalui earphone kepada Bu Fithrie.
“Kalau menurut ibu, langkah-langkah ini sudah betul belum ya?”
CARA MENGATASI ANAK TAKUT TIDUR SENDIRI
Bu Fithrie tertawa, sepertinya kali ini giliran beliau yang gemas sama saya. Hahahaha.
“Ajeng, anak dengan kepribadian dan kualitas seperti Yuan tidak bisa langsung kita tanya, kamu takut? Itu bisa melukai harga dirinya, tidak heran dia menjawab tidak takut.”
Fyi, Bu Fithrie memang sudah cukup mengenal keluarga saya. Saya berkepribadian sanguins, sedangkan Yusuf plegmatis. Kepribadian Yuan menurun dari saya, anaknya sangat sanguins. Eh maaf, bingung dengan tipe-tipe kepribadian? Cek tulisan ini dulu ya.
Udah cek empat tipe kepribadian manusia? Baiklah kita lanjut…
Saya akui, saya sendiri kalau dapet pertanyaan seperti itu pasti menjawab enggak takut. Malu dan gengsi dong buat ngaku. Kalau gengsinya si Abang setinggi Gunung Krakatau, maka gengsi saya setinggu Gunung Himalaya. Wkwkwkwk.
“Pertanyaan yang tepat untuk ditanyakan ke Yuan bukan apakah kamu takut? Pertanyaan yang pas adalah, apa yang ditakutkan?”
Apa. Yang. Ditakutkan.
Saya termenung, pelan-pelan meresapi jawaban dari Bu Fithrie. Iya juga ya, bukan tentang apakah kamu takut? Tapi ini tentang apa yang ditakutkan?
Sebelumnya, si abang memang pernah cerita sih. Ketika itu dia masuk ke kamar saya lewat tengah malam. Dia bilang dia terbangun karena mendengar suara, habis itu dia pindah ke tempat saya supaya bisa menenangkan diri.
“Ajeng bisa kembali menemani Yuan ke kamarnya. Tanyakan saja, suara apa yang dia maksud. Temani. Sampai dia merasa tenang dan yakin kalau suara tersebut bukan lagi hal yang menakutkan.”
“Ini enggak bisa sekali dua kali, lakukan terus menerus sampai dia betul-betul yakin bahwa tidak ada yang perlu ditakuti dari suara ataupun kegelapan malam.”
Dalam kesempatan tersebut, beliau mengingatkan saya untuk tidak mengeluarkan kalimat-kalimat seperti, “Nah kan enggak ada apa-apa, atau, kayak gini aja takut.”
Kalimat-kalimat tersebut sangat tidak empati dan bisa membuat si abang merasa bahwa dirinya adalah anak bodoh dan penakut. Tentunya saya tidak menginginkan hal tersebut dong. Saya kan maunya dia merasa jadi anak hebat dan pemberani. #tsaahh.
Jadi ya itu, apapun yang dia butuhkan untuk menghadapi rasa takutnya, saya harus ada. Kalau dia butuh ditemani, maka saya harus menemani. Kalau dia butuh penjelasan akan hadirnya suara-suara aneh yang muncul di malam hari, saya pun juga harus bisa menjelaskan.
By the way, untuk poin terakhir itu menjadi tugasnya Yusuf ya. Monmaap saya sendiri penakut eui, kalau sayanya ketahuan takut juga kan jadi berabeeee. Masak nanti saya sama dia jadi sama-sama meringkuk ketakutan kan enggak lucuuu.
RASA TAKUTNYA DULU DIATASI, AGAMA ADALAH PENGUATAN
Bu Fithrie juga membahas tentang kegiatan saya sholat, ngaji, dan berdoa itu. Tidak ada yang salah dengan hal-hal tersebut, tapi perlu menjadi catatan bahwa:
HAL PERTAMA YANG PERLU DIATASI ADALAH RASA TAKUTNYA YUAN. FOKUS TERHADAP RASA TAKUT YUAN. AGAMA DILAKUKAN SEBAGAI PENGUATAN. *capslock jebol*
Gini, gini, penjelasan simpelnya Abang itu jadi enggak mau tidur sendiri, takut ke kamar mandi, dan kemana-mana minta ditemenin adalah karena takut. Tolong dicatat ya, karena dia takut. Bukan karena kurang iman.
Jadi, sebagai orang tua yang perlu saya lakukan adalah membantu dia mengatasi rasa takutnya. Dengan cara apa? Ya itu tadi, menemani tidurnya, meyakinkan bahwa suara-suara yang muncul di malam hari karena tikus atau desau angin. Dan bahwa semua itu sesuatu yang normal.
Saya juga perlu membersamai dia sampai dia percaya kalau tidur di kamarnya sendiri aman.
Setelah rasa takutnya teratasi, maka saya bisa menguatkan dengan agama. Kalau saya kemarin itu dengan membaca arti surat Al-Falaq. Artinya apa? Monggo buka al-qurannya masing-masing *hokya!
Memang benar sih, berdzikir, tilawah, dan berdoa itu membuat hati tenang. Tapi kalau setelah berdzikir rasa takutnya muncul terus-menerus gimana? Jadi enggak selesai kan masalahnya.
Ini sama saja dengan orang punya sakit jantung, tapi kita menyuruhnya untuk berdoa saja tanpa memintanya untuk memeriksakan diri ke dokter spesialis jantung. Doa tanpa ikhtiar, ikhtiar tanpa doa. Ambyar, nggak imbang.
Jadi bisa dipahami ya poin yang saya maksud
- Mengatasi rasa takut : ikhtiar
- Tilawah, dzikir, sholat : agama/penguatan
Ini adalah combo usaha yang insya Allah bisa menyelamatkan dunia-akhirat.
MEMBACA BUKU MISTERI & NGOBROL CERITA HOROR ENGGAK SALAH KOK
“Enggak ada yang salah dengan hobi Yuan membaca serial detektif atau berbagi cerita misteri sama kakeknya. Biasa saja.” demikian Bu Fithrie menanggapi pertanyaan saya tentang perlukah saya menghentikan sementara hobi si sulung.
“Tapi kita tetap boleh menyampaikan rasa khawatir kita ke dia, sampaikan saja bahwa Mama takut kalau cerita-cerita misteri itu menakutkan kamu. Segitu saja.”
Petuah beliau membuat saya ingat kakak laki-laki saya. Dia suka banget baca yang horor-horor, ketakutan juga di awal, tapi lama-lama thinking skillnya berkembang sendiri. Makin besar dia makin sadar mana yang beneran ada mana yang enggak.
Saya sendiri enggak pernah dilarang sama mama kalau mau nonton film horror atau baca buku misteri. Cuman saya sadar diri kalau penakut dan menghindar dari cerita-cerita tersebut. Enggak ada faedahnya gitu loh.
Baiklah, mungkin saya aja yang terlalu males menghadapi rasa takutnya si Abang sehingga lebih memilih untuk cut hobinya membaca buku misteri. Haduh malu, ketahuan malesnya ketahuaaannn.
Nah, itu dia kiranya sedikit yang bisa saya bagi tentang kelas parenting tadi pagi dan pengalaman saya sendiri. Apakah temen-temen ada yang juga mengalami kesulitan ketika membiasakan anak tidur di kamarnya sendiri?
Yuk, bagi ceritanya di kolom komen ya