Terima kasih banyak KBM, kalau bukan karena salah satu tulisan di sana, kayaknya saya enggak bakal semangat nulis tips melatih anak makan sendiri deh. Wkwkwk
Madam A
Sejujurnya, melatih anak makan sendiri tuh bukan suatu hal yang prioritas bagi saya. Terutama saat anak ketiga saya, si Aylan, masih bayik banget dan Luna, si anak kedua, kurusnya ampun-ampun kayak anak kurang gizi. Blas enggak kepikiran.
Dulu itu saya memang hire ART untuk membantu mengurus anak-anak yang lebih besar. Maklum, namanya juga punya bayi, kebanyakan waktu habis untuk menyusui sampai puting lecet dll. Nah, saat wawancara dengan si embak, saya bilang ke dia kalau pekerjaan rumah itu nomer dua, nomer satu adalah mengurus kebutuhan anak-anak.
Terutama Luna. Si anak tengah.
Sebagai anak tengah, bisa dibilang Luna ini paling kasihan nasibnya. Belum juga 2 tahun, masih 17 bulan malah, eeehh udah punya adik. Belum genap saya memberikan perhatian dan kasih sayang, eeehh sudah harus berbagi.
Selama hamil anak ketiga, Luna dua kali masuk rumah sakit. Berat badannya sempat turun ke garis paling bawah. Kalau diibiratkan mobil, dia adalah mobil yang kurang bahan bakar dan kurang terawat sehingga sering mogok.
Dokter memberi keputusan agar Luna diberi sufor khusus penambah berat badan serta jadwal pemberian makan sehari lima kali, minimal. Catat ini kisanak, minimal loh ya. Menu makanan terdiri dari makanan utama serta camilan. Saya wajib mematuhi agar BB Luna yang nyaris minus itu bisa terkejar.
So yeah, saya buang jauh-jauh pemikiran anak wajib makan sambil duduk atau makan sendiri. Bagi saya di masa itu, membuat anak sehat jauh lebih penting dibanding mengajarkan disiplin. Pokoknya saya bilang ke si embak, mau anaknya makan sambil jalan atau sambil main atau sambil nonton, selama itu bisa bikin dia mangap, ngunyah, dan menelan sampai habis tanpa drama, lakukan saja.
Silahkan kalau ada yang bilang saya ini ibu pemalas dan tidak mau repot mengajarkan anak adab. Toh yang tahu kondisi anak saya ya cuman saya kan? Toh kalau sampai anak saya masuk rumah sakit karena kondisinya bermasalah, yang bakalan repot, sedih, dan jungkir-balik merawatnya sampai sembuh kembali juga saya. Tanggung jawab ada di saya dan suami sebagai orang tuanya. Nyinyiran orang lain? Like I care.
Daftar Isi Artikel Ini :
- Menyadari Pentingnya Melatih Anak Makan Sendiri
- Cara Melatih Anak Makan Sendiri
- Yuk, Mulai Sejak Sekarang
MENYADARI PENTINGNYA MELATIH ANAK MAKAN SENDIRI
Butuh waktu cukup lama sampai beberapa tetangga memberikan komentar bahwa Luna semakin lama semakin berisi. Alhamdulillah, berkat bantuan si embak yang bekerja keras menyuapi Luna serta tambahan sufor tinggi kalori, perlahan tapi pasti BB anak gadis kesayangan saya itu naik.
Memang sehat dan sakit itu qadarullah, tapi ihktiar maksimal juga enggak bohong kok. Saya melihat sendiri ketika anak-anak gizinya dipenuhi dengan baik, mereka jadi jarang sakit. Hal ini juga bikin orang tuanya lebih waras.
Fiuuh, setidaknya satu kekhawatiran bisa perlahan saya tinggalkan. Dulu sering banget kebat-kebit tiap Luna ditimbang. Semisal naik 100 graaaamm saja, rasanya terharu dan super duper bahagia. Sekarang karena grafik berada di garis normal, saya bisa menghela nafas lega.
Apakah kebiasaan anak makan sambil jalan dan nonton tivi ini tidak merepotkan saya? Tentu saja….merepotkan doong! Jangan salah, kebiasaan ini terbawa saat kami makan di luar. Anak-anak jadi susah diem, sulit fokus. Kami juga ngerasa pening dan ribet dengan perilaku mereka.
Hanya saja, saya sadar betul sikap ini muncul karena kami lebih memilih untuk fokus memperbaiki kesehatan jasmani dulu. Well, hidup adalah pilihan bukan? Setiap keputusan mengandung konsekuensi. Makannya saya juga jarang ngeluh kalau pas makan mereka banyak tingkah.
Adalah wagu jika saya tidak membangun habbit mereka untuk makan sambil duduk, terus sayanya marah-marah. Cara untuk meredam kerepotan makan diluar paling saya akali dengan pergi setelah mereka makan. Sehingga saat kami mampir ke resto atau warung, anak-anak tinggal makan camilan seperti es krim atau kue-kue. Makan yang beginian mereka relatif anteng sih.
Lagian, bukannya anak-anak tuh kalau kita ajak jalan keluar mereka lebih suka bermain ya dibanding makan? Iya kan? Atau jangan-jangan anak-anak saya aja yang begitu? Hahahaha.
Anyway, akhirnya tiba juga waktu di mana saya menyadari saya kudu mulai membangun kebiasaan baik pada anak-anak. Mulai dari makan sambil duduk dan melatih makan sendiri. Kesadaran tersebut muncul ketika saya memutuskan untuk membeli rumah yang jaraknya agak jauh dari rumah kontrakan, dan mbak ART enggak mau ikutan pindah.
IYYYAAAA!! SAYA INSECURE ABIS MAU DITINGGAL ART DONG! *capslock jebol*
Konyol memang. Begitu tahu bakal kehilangan partner dalam mengurus rumah dan anak saya baru tobat. Ahahahaha. Lha gimana, udah terlanjur keenakan ada yang bantuin eui. Emak-emak yang punya ART pasti paham perasaan saya.
Saya ogah banget memaksa si embak buat ikut. Orang yang kerja karena terpaksa itu biasanya sih kerjanya enggak maksimal. Jadi yaudah, saya bilang lagi deh ke si embak supaya kalau makan sekarang di dalam rumah saja.
Mengubah pola makan anak yang sudah terbentuk enggak semudah ketok palu keputusan pemerintah mengadakan pilakada di masa corona *eh gimana?Asli, lebih sulit dibanding toilet training juga. Karena ya itu, sudah terbentuk. Sudah jadi kebiasaan. Kalau mau diubah, ya harus pelan-pelan.
Sejak si embak memberi kode bahwa dia mulai mencari tempat kerja di rumah lain, saya melakukan beberapa perubahan pola makan. Jadi, si Luna ini sempet bete karena enggak dibolehin makan di luar lagi. Terus karena bete dia jadi males mangap. Makanan yang diambil pun sering enggak habis.
Akhirnya daripada sayang kebuang terus, saya minta si emak untuk mengambil porsi makanan dalam jumlah kecil terlebih dulu. Misal nanti setelah habis ternata anaknya masih lapar, baru deh ditambah.
Melakukan hal ini butuh waktu cukup lama loh ya, enggak cuman sehari dua hari. Pokoknya jangan harap anak bakal nerima perubahan kebiasaan dengan baik budi. Persiapkan diri untuk menghadapi hal yang paling sulit saja.
CARA MELATIH ANAK MAKAN SENDIRI
Kadang, rencana sama realita itu enggak berjalan sesuai kenyataan. Tiba-tiba saja terjadi sesuatu yang membuat si embak resign lebih cepat. Setelah 21 bulan dia bekerja di tempat saya, akhirnya kami berpisah juga.
Sedih sih, tapi ya udahlah. Mungkin memang sudah saatnya saya harus kembali mandiri. Meski enggak mandiri-mandiri amat karena saya kembali hire ART yang bantu khusus beberes rumah.
Sejak saat itu, saya mencoba menyemangati diri dan meluruskan niat untuk mengasuh serta membiasakan anak agar mandiri. Bukan hanya sekedar makan sambil duduk, tapi melatih mereka bisa makan sendiri juga.
Saya mengambil lompatan perubahan cukup tinggi karena…. jebul saya dan suami sepakat untuk membayar hutang cicilan rumah dalam kurun waktu 2 tahun saja.
Saya tahu, keputusan tersebut terbilang nekat. Nekat banget. Sangat-sangat nekat. Pokoknya luar biasa nekat malah.
Habisnya kami males juga kalau diganduli hutang berlama-lama. Bawaannya takut aja gitu. Pengen ngelunasin sesegera mungkin. Cuman ya itu, konsekuensinya kami harus betul-betul mengatur pengeluaran agar tetap bisa makan layak dan senang-senang. Salah satunya dengan tidak lagi memiliki ART.
*ngueeengggg*
Bagi saya yang terbiasa dibantu, kehilangan si embak jelas bagaikan mimpi buruk. Hahah. Apalagi si Aylan masih nyusu, terus toilet training Luna juga belum betul-betul sempurna. Bunuh diri wis, bunuh diri, wkwk.
But hey, what doesn’t kill you makes you stronger, right? Saya toh belum mencoba. Toh segala ketakutan yang muncul di benak saya juga belum tentu akan terjadi. Daripada memikirkan hal itu, mending saya melakukan apa yang bisa saya lakukan. Benar?
So yeah, akhirnya saya kembali masuk ke dalam arena pengasuhan. Target saya sebagai permulaan enggak muluk-muluk : membiasakan anak makan sendiri setidaknya sekali sehari. Untuk mewujudkan cita-cita luhur nan suci tersebut, inilah hal-hal yang saya lakukan :
1. Merendahkan Eskpektasi
Serendah apa? Serendah-rendahnya sampai enggak punya ekspektasi sama sekali dums. Ini salah satu hukum pengasuhan yang wajib dilakukan orang tua ya, menghilangkan ekspektasi. Soalnya kalau ndilalah anak tidak mampu memenuhi ekspektasi orang tua, orang tuanya pasti kecewa.
Terus kalau kecewa, jatuhnya mesti jadi marah-marah. Kalau marah-marah, entar anak jadi ikutan kesel. Kalau udah kesel, anak males nurutin kata orang tua. Kalau enggak mau nurut alias ngeyel, entar ortunya jadi ikutan kesel. Hasil akhirnya kayak lingkaran setan, ambyar.
Loh, tapi saya kan punya target? Iya, target saya tetapkan bukan untuk memaksa anak, sebaliknya malah untuk memaksa diri saya agar tidak mudah menyerah sebelum tercapai. Begitchuu.
2. Sounding, sounding, sounding
Iya, saya enggak ujug-ujug melakukan perubahan. Anak-anak bukan sailor moon atau kamen rider yang bisa langsung berubah ketika masalah datang.
Luna 39 bulan dan Aylan 22 bulan, keduanya ini masih balita. Otak mereka tentu jauh dari sempurna. Syaraf-syarafnya masih sambung menyambung. Jangan heran banyak pakar parenting bilang kalau pengen anak memahami perintah, maka kita harus konsisten memberi perintah itu sebanyak seribu kali. Kalau belum seribu kali, enggak boleh protes.
Sounding saya lakukan seminggu sebelum. Jadi misal saya niat mengubah kebiasaan di hari senin, 7 hari sebelumnya sudah sounding. Mengenai sounding, berapa kali sehari dan kapan sounding dilakukan, saya pernah menulisnya lengkap di sini.
3. Masak makanan kesukaan anak
Jika ingin mencoba membangun kebiasaan baik pada anak, maka gunakan cara paling mudah. Misal anak sukanya telur dadar atau sosis, ya kasih saja makanan itu. Jangan paksa mereka untuk makan capcay atau sayuran lain yang pasti ditolak.
Seingat saya, anak-anak itu makan lebih lahap kalau hati mereka senang. Udah, mengalah aja. Sementara enggak perlu muluk-muluk makan dengan menu gizi seimbang.
Luna dan Aylan adalah fruitarian, mereka ini suka banget makan buah. So, pada awal masa latihan makan sendiri, saya memberi mereka buah. Ada mangga, buah naga, apel, pir, segala macem buah pokoknya. Saya potong-potong dan taruh di atas piring. Keduanya saya beri garpu ataupun sendok.
Mereka sangat happy makan buah sehingga mau aja makan sendiri tanpa disuapin. Luna sih motoriknya sudah bagus, mudah saja untuknya menusuk buah dan mengangkatnya untuk dimakan. Aylan ini yang dulu sering kesulitan. Solusinya tinggal diajarin aja sih, diberi contoh, lama-lama juga bisa.
Setelah khatam dengan buah, baru deh perlahan saya biasakan mereka untuk makan nasi beserta lauknya.
4. Kurangi Porsi Makan Anak
Jangan terlalu ngoyo mengharuskan anak makan dengan porsi besar. Bila anak biasa makan lima sendok, maka beri saja tiga sendok. Kurangi sampai setengahnya.
Anak bisa makan banyak karena disuapin, mereka enggak effort harus motong-motong atau nyendok sendiri. Kan tinggal mangap doang. Beda banget dengan makan sendiri. Kalau latihan makan sendiri ya mereka mesti berjuang keras mengatur nasi masuk ke sendok, mengatur lauk dan menyuapkannya ke mulut. Hal ini bagi mereka, bisa saja terasa melelahkan.
Makannya, kalau kita beri mereka porsi terlalu banyak anak akan merasa capek duluan. Percaya deh, yakin mereka bakal ngeluh capek.
Sebaliknya, dengan mengurangin porsi makan menjadi lebih sedikit, waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan makanan tersebut jadi lebih sedikit. Selain itu, secara psikologis anak-anak akan merasa bangga melihat nasi di piringnya tak bersisa.
Perasaan bangga ini kemudian memunculkan rasa percaya diri. Mereka jadi mikir bahwa mereka bisa loh menghabiskan makanan sendiri, tanpa bantuan.
5. Dampingi Anak Saat Makan, Jangan Ditinggal
Luna dan Aylan memang belum secanggih Yuan si sulung yang kalau makan tidak tumpah-tumpah. Trik untuk mengatasinya mudah saja, tinggal kasih serbet atau lap yang diselipkan di bawah piring. Kalau dialasin, mengumpulkan ceceran nasi jadi lebih mudah. Minim kerepotan.
Selalu dampingi ketika anak makan. Ingatkan agar jarak piring jangan terlalu jauh supaya tidak tumpah-tumpah. Ajarkan postur tubuh yang benar. Begitu juga dengan adab makan, kita sampaikan ketika sedang praktek agar mudah diterima dan diingat.
Bila tiba waktu makan bersama anak, saya tinggalkan dulu semua pekerjaan. Saya berusaha untuk betul-betul fokus membersamai mereka. Supaya tidak terlalu lama dan akhirnya malah bosan, batasi waktu makan menjadi 30 menit. Pengalaman saya sih, mereka bisa duduk manis untuk makan sendiri selama 10 menit pertama itu udah bagus banget.
No televisi atau hape nyala ya bapak ibu. Soalnya kalau dibarengi sama screen time dijamin mereka bakal ngunyah lamaaaa.
6. Berdoa, Minta Kesabaran dan Kemudahan Pada Allah SWT
Segala hal yag mau kita lakukan hendaknya diniatkan ibadah, biar berkah. Ngasuh anak juga kan ibadah yak, minta sama Allah karena hanya Dia yang akan memberi kita kemudahan serta kesabaran tiada batas saat menghadapi anak-anak.
7. Apresiasi, Apresiasi, Apresiasi
Ucapkan terimakasih, peluk, dan cium anak-anak ketika mereka telah berusaha untuk makan sambil duduk dan makan sendiri. Bahkan meski tidak habis sekalipun.
Tunjukkan bahwa kita bangga banget, bangga luar biasa sama kebiasaan baik yang dimiliki oleh mereka. Insya Allah apresiasi akan membangun self esteem mereka dengan maksimal.
YUK, MULAI SEJAK SEKARANG
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat latihan makan sendiri ini berhasil? Hmm…tidak ada patokan yang pasti sih. Semuanya tergantung pada orang tua.
Orang tuanya mau konsisten atau enggak, mau kasih pujian atau marah-marah, mau maksain ngasih makanan sesuai keinginan dia atau keinginan anak. Semua ini jadi faktor penentu lama atau tidaknya kemampuan anak untuk makan sendiri.
Saya sendiri melihat, dalam seminggu anak-anak udah bisa kok makan nasi sendiri. Tapi ya gitu, kalau sehari aja saya enggak konsisten, mesti membangun habbit kembali dari awal.
Terus ya, perkembangan Luna dibanding Aylan, ternyata lebih bagus Aylan yang usianya masih 22 tahun. Jadi kesimpulannya, berdasarkan pengalaman pribadi, ketika anak sudah diatas usia 20an bulan, baiknya segera dilatih makan sendiri saja. Insya Allah prosesnya jadi lebih cepat.
Tapi misal mau nunda ya monggo sih, kan kembali ke kebijakan masing-masing orang tua 🙂
Baca Juga :
2 Komentar. Leave new
Akuuu setujuuu embaaaaaaaak!
Itu typo kah mbak umur 22 tahun nya 😂