Bagi Risna Hasanudin, pendidikan adalah cara terbaik untuk berubah. Keyakinan ini menancap begitu erat di benaknya, menguatkan setiap langkah serta keputusannya untuk mengabdi di Kampung Kobrey yang berada di Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat.
Baca Juga: Marwan Hakim, Penggerak Pendidikan Aikperapa
Risna sudah sering mendengar cerita tentang masyarakat Papua dan selalu tertarik untuk mengenalnya lebih jauh. Pada tahun 2006 dia mendapatkan kesempatan berharga untuk melakukan KKN di sana. Berbagai permasalahan sosial yang ada membuatnya bertekad untuk datang kembali dan melakukan perubahan.
Membangun Rumah Cerdas Komunitas Perempuan Arfak
Sesungguhnya, Risna kembali ke Papua untuk melakukan program PSP3. Ini adalah salah satu program pemerintah melalui kemenpora memfasilitasi potensi pemuda terdidik di perdesaan melalui program Pemuda Sarjana Pembangunan di Perdesaan (PSP3). Risna sendiri merupakan lulusan dari Universitas Pattimura, Ambon.
Program PSP3 dikembangkan dengan tujuan untuk mengakselerasikan pembangunan dengan mengikutertakan peran pemuda serta masyarakat. Melalui program PSP3 ini diharapkan akan dapat memperteguh komitmen para pemuda sarjana untuk membangun kepemudaan desa dan manjadi desa sebagai pusat pertumbuhan yang dapat memperbaiki taraf kehidupan masyarakat yang lebih baik di masa depan.
Secara gamblang, Risna menyatakan bahwa tugas PSP3 ada banyak fungsi dan sektor, namun dirinya sangat fokus pada bidang pendidikan. Latar belakang ketertarikan ini bermula saat Risna menyaksikan bagaimana ibu-ibu di Kobrey diminta untuk membuat kebun percontohan.
Para Mama (sebutan untuk ibu-ibu di Papua) disuruh bekerja membuat lahan. Mereka dimodali bibit dan juga modul sebagai petunjuknya. Namun sayang, mereka tidak bisa memahami modul tersebut karena memang tidak bisa membaca.
Padahal, menurut Risna sendiri, masyarakat Papua bukannya tidak tahu. Risna yakin bahwa mereka itu pintar bertani dan pertanian di sana lumayan berkembang dan bisa untuk menghidupi. Hanya saja, di sini pemerintah tidak betul-betul melihat persoalan dasar yang terjadi. Bahwa bukan masalah bertani, tapi bagaimana mendidik masyarakat Papua agar bisa bertani dengan lebih produktif.
Motivasi lain yang membuat Risna ingin fokus mengajar anak-anak serta perempuan di Kobrey adalah bagaimana ibu kepala kampung yakni Mama Yosina, ingin belajar membaca. Mama Yosina belajar membaca karena ingin mampu membaca Alkitab-nya sendiri.
Risna yang tinggal di Kampung Kobrey melihat bahwa semangat untuk memajukan desa justru dibawa dan diusahakan oleh para perempuan. Oleh karena itulah ketika dia ingin membangun sebuah wadah yang mampu menampung semangat kemajuan itu, Risna memberi nama “Rumah Cerda Komunitas Perempuan Arfak”
Aktivitas Apa Saja Yang Dilakukan Risna?
Hal pertama yang dilakukan tentu saja adalah belajar. Di tempat ini, Risna membuka komunitas PAUD untuk anak-anak, kelompok bimbel anak-anak, kelompok belajar ibu-ibu, dan terakhir adalah pemberdayaan Noken.
Sesungguhnya, ada sekolah formal yang buka di kawasan Kampung Kobrey. Namun orang tua di sana kebanyakan masih menganggap bahwa sekolah tidak penting sehingga tidak begitu peduli apakah anaknya sekolah atau tidak. Kini, setelah kehadiran Risna dan juga rumah belajarnya, ada perubahan mindset yang terjadi. Para orang tua justru mendorong anak-anaknya untuk bersekolah.
Dengan bangga, Risna mengatakan bahwa jumlah anak yang bersekolah di Kobrey pada tahun 2018 lalu semakin banyak. Setidaknya ada 15 anak SMP, 17 anak SMA, bahkan ada 5 anak yang melanjutkan kuliah ke jenjang perguruan tinggi.
Tidak berhenti dengan belajar, Risna juga membangun kemandirian warga secara finansial melalui pemberdayaan Noken. Menurutnya, Noken adalah salah satu budaya khas Papua. Namun sayang kebudayaan ini hampir hilang di Kobrey.
Mama Yosina sebagai ibu kepala kampung juga menyatakan hal yang sama. Waktu itu, hanya orang tua saja yang masih mampu membuat Noken, sedangkan pemuda-pemudinya justru tidak bisa. Akhirnya, dibukalah kelas pembuatan Noken.
Melalui media sosial, Risna mencoba menawarkan dan menjual Noken buatan para mama di Kobrey tersebut. Mereka bahkan sempat mengikuti pameran dan menghasilkan pundi-pundi yang cukup besar hingga 22 juta rupiah dari menjual Noken.
Hambatan Apa Saja yang Ditemui Risna?
Melakukan pekerjaan mulia, tanpa mengharap imbalan ternyata bukanlah pekerjaan mudah. Risna awalnya mendapat tentangan dari keluarga ataupun masyarakat di Kobrey sendiri. Penolakan yang ada bahkan membuat Risna pernah hampir diperkosa sebanyak 2x.
Waktu pertama kali, Risna hampir diperkosa ketika sedang mandi. Ada orang yang tiba-tiba saja muncul di dalam kamar mandi saat dia tengah mandi. Kemudian pelecehan kedua kalinya, dilakukan ketika dia pulang dari Manokwari Selatan menuju Kombrey. Dia dihadang oleh empat orang lelaki. Risna selamat karena berteriak, meski dia tetap terluka karena kepalanya sempat dihantam batu.
Ibu Risna yang mendengar kabar ini langsung terbang ke Kobrey. Ibunya begitu khawatir dan meminta Risna untuk pulang. Namun, alih-alih pulang Risna justru mengajak snag ibu untuk tinggal di Kobrey. Lambat laun, ibunya memberi dukungan pada Risna.
Pada akhirnya, Risna sempat pulang kampung selama dua minggu untuk mendapat pengobatan karena hidungnya terus mengalami pendarahan. Setelah sembuh, Risna kembali pulang ke Kobrey.
Mendapat Penghargaan dari Satu Indonesia Awards
Tanpa diduga, apa yang selama ini dilakukan oleh Risna ternyata mendapatkan penghargaan dari SATU Indonesia Awards. Perjuangannya untuk membuat ibu-ibu serta anak-anak di Kobrey bisa membca dan termotivasi untuk melanjutkan sekolah tidak sia-sia.
Kini, masyarakat Kobrey begitu menyayangi Risna dan bahkan menganggapnya sebagai keluarga. Meski Risna adalah satu-satunya muslim di sana, tapi para mama menjaganya dengan begitu baik hingga membuat Risna justru merasa sangat terharu.