Ratna Indah Kurniawati, bagi para penderita kusta di Pasuruan, nama ini sangat berharga di hati mereka. Simak perjalanan penerima penghargaan Satu Indonesia Awards ini!
Pernah mendengar tentang Kusta? Ini adalah sebuah penyakit infeksi yang jika tidak segera diatasi sejak dini dapat menimbulkan kecacatan. Dalang utama kusta adalah bakteri Mycobacterium leprae. Bagian tubuh yang paling sering dipengaruhi adalah kulit, mata hidung dan saraf perifer.
Gejala yang muncul biasanya berupa bercak-bercak berwarna terang atau kemerahan di kulit disertai dengan berkurangnya kemampuan merasa, mati rasa, dan lemas pada tangan dan kaki. Satu hal yang harus diketahui oleh masyarakat adalah kusta bisa sembuh. Penderita harus mau menjalani terapi sejumlah obat selama 6-12 bulan untuk mencapai kesembuhan.
Kecacatan pada penderita kusta biasanya terlihat sangat jelas. Hal ini tak urung membuat orang lain yang melihat menjadi tak nyaman. Belum lagi jaman dulu informasi tentang kusta masih belum banyak sehingga lambat laun muncul stigma negatif pada penderita kusta. Masyarakat takut orang-orang yang sakit ini dapat menularkan penyakitnya sehingga penderita pun dikucilkan.
Baca Juga: Pengalaman Asyik Imunisasi Anak
Padahal, sesungguhnya kusta yang tertangani, dalam artian sudah mendapatkan terapi pengobatan telah membuat si bakteri mati. Nah, jika bakteri telah mati, kusta sudah tidak lagi menularkan. Sayang, stigma telah terbentuk dan tak terbendung sehingga tidak hanya menderita karena sakit, penderita kusta juga harus menelan pil pahit dijauhi oleh masyarakat.
Ratna Indah Kurniawati, Pioneer Pematah Stigma Negatif Kusta
Adalah Ratna Indah Kurniawati, Ketua KPD (Kelompok Perawatan Diri) di Puskesmas Grati, yang berlokasi di Pasuruan menjadi pelopor untuk melawan stigma negatif kusta. Ratna lahir pada tahun 1980 di tengah lingkungan penderita kusta. Saat itu, Pasuruan memang menjadi wilayah endemis kusta.
Pada tahun 2008, Ratna beserta tim melakukan pencarian penderita kusta, meminta mereka untuk datang ke puskesmas serta melakukan pengobatan. Namun tidak berhenti sampai di situ, Ratna bahkan membantu kaum yang termarjinalkan ini untuk bisa kembali ke masyarakat dan memiliki keterampilan sehingga bisa berkarya dan mandiri secara ekonomi.
Pada tahun 2009, Ratna setidaknya telah memberdayakan 400 warga dari 9 desa untuk mampu berwirausaha di Kecamatan Grati, Pasuruan. Sebuah usaha yang tidak mudah karena pada awal perjuangan, dia mendapatkan penolakan dari berbagai pihak.
Penolakan Tak Membuat Ratna Menyerah
Setidaknya ada tiga penolakan yang kudu dihadapi Ratna. Pertama dari penderita kusta itu sendiri, kedua dari masyarakat, ketiga dari keluarganya. Menjadi pengidap kusta memberikan rasa malu tersendiri, khawatir dituding sebagai pembawa penyakit juga bentuk tubuh yang tak lagi sempurna.
Ratna telah datang ke rumah para penderita dan mengundang mereka untuk datang ke suatu wadah di balai desa. Tidak semua penderita langsung menerima, rasa malu membuat mereka ragu untuk hadir. Tapi Ratna tidak menyerah, meski awalnya hanya satu atau dua orang, tapi dia tetap konsisten melakukannya. Hingga akhirnya para penderita yang menolak ini melihat sendiri bagaimana temannya, yang sesama penderita, berani hadir di wadah tersebut dan perlahan diterima kembali.
Penolakan masyarakat dimulai ketika Ratna mengadakan pertemuan di balai desa. Tempat tersebut berdekatan dengan sebuah sekolah dimana anak-anak juga sering bermain di balai desa. Alasan penolakan masyarakat adalah khawatir tertular karena banyak anak-anak di situ.
Kali ini, Ratna melakukan pendekatan terhadap aparat desa. Berbagai tokoh masyarakat dia datangi, begitu juga dengan stake holder setempat. Ratna mengedukasi mereka terlebih dahulu. Dia sampaikan bahwa para penderita kusta yang hadir tentu telah diobati. Kemudian jika sudah masuk dalam tahap pengobatan, bakteri-nya sudah tidak menularkan orang lain.
Cara yang Ratna lakukan berhasil. Aparat desa dan stakeholder percaya, mereka memberi ijin dan mendukung aktivitas yang digagas oleh Ratna. Masyarakat yang melihat bagaimana pemimpin desa mereka mulai mematahakan stigma negatif kusta pun akhirnya percaya dan berkenan kembali menerima penderita kusta ke dalam kehidupan sosial.
Namun siapa sangka, penolakan paling berat yang dihadapi oleh Ratna justru dari suaminya sendiri. Waktu itu pernah ada penderita kusta yang datang ke rumah dan suaminya marah, melarang agar penderita tersebut datang ke rumahnya. Gelas bekas minum serta bantalan kursi langsung dibersihkan dan dijemur.
Ratna bahkan disuruh memilih antara pekerjaan atau rumah tangga. Dengan penuh kesabaran, Ratna mengedukasi sang suami, disampaikan bahwa stigma yang terbentuk di masyarakat selama ini tentang kusta telah keliru. Butuh waktu berbulan-bulan, namun pada akhirnya sang suami pun luluh dan berbalik mendukung pekerjaan Ratna.
Memberikan Pelatihan
Beban penderita kusta sangat berat. Tidak hanya menderita karena sakit, mereka juga kehilangan kesempatan untuk bekerja. Ratna yang memahami hal ini kemudian memberikan pelatihan kepada mereka. Dia berharap, dengan memiliki keterampilan tertentu, para penderita ini bisa berkarya dan mendapatkan penghasilan.
Kaum perempuan mendapatkan pelatihan keterampilan menjahit, menyulam jilbab, atau membuat bros. Sedangkan para pria dilatih untuk beternak jangkrik atau ayam. Meski sederhana, dari sana para penderita mengembangkan kemampuan mereka dan akhirnya mulai berjualan dan mendapatkan uang.
Pada rentang waktu satu tahun, sejak 2008 hingga 2009 Ratna melalui Puskesmas Grati, Pasuruan telah mengobati pasien kusta serta memberdayakan 400 orang dari 9 desa.
Mendapatkan Penghargaan Satu Indonesia Awards
Atas dedikasi Ratna terhadap para penderita Kusta di Kecamatan Grati, Pasuruan itu, Ratna diganjar dengan penghargaan Satu Indonesia Awards. Ini merupakan program Apresiasi Astra bagi Anak Bangsa yang telah berkontribusi untuk mendukung terciptanya kehidupan berkelanjutan melalui bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan dan Teknologi, serta satu Kategori Kelompok yang mewakili lima bidang tersebut.
Pengabdian Ratna terhadap masyarakat dengan mengobati, menurunkan stigma negatif masyarakat terhadap kusta, serta membuat penderita dapat kembali ke masyarakat tentu tak bisa diabaikan begitu saja.
Bagaimana kepedulian Ratna telah menyelamatkan hidup banyak orang. Semangat serta kecerdikan Ratna dalam menghadapi berbagai penolakan tentu patut ditiru.