Sudahkah membuka, membaca dan mentadabburi Al Quran hari ini Pak? Buk?
– Madam A –
Ketika instagram @roemah.emak memposting bahwa malam itu ibuk Safithrie Sutrisno akan mengisi sebuah kajian bertema “Ayat-ayat Al Quran tentang parenting” saya tahu kalau saya harus menontonnya. Wajib. Meski itu berarti saya harus mendownload aplikasi Microsoft Teams karena kajian online tersebut menggunakan Teams sebagai media pertemuannya.
Jujur, hari itu saya merasa sangat lelah. Capek, pegel banget. Mana pas jadwalnya Yusuf ngantor dan pulang malem pula. Huhuhu. Tapi hal tersebut tidak menyurutkan keinginan saya menyimak. Apalagi akhir-akhir ini semangat untuk mengasuh anak-anak dalam track yang benar mulai turun. Saya merasa butuh recharge. Butuh diisi dan disemangati lagi. Terlebih tema yang diangkat super duper menarik.
Acara diagendakan mulai jam 8.15 malam. Nah, awalnya kajian tersebut ditujukan untuk guru-guru SD Muhammadiyah Aekkanopan saja. Namun setelah dikonfirmasi, alhamdulillah masyarakat umum pun diperkenankan menyimak. Uhuy!
Al Quran Sebagai Tuntunan Hidup
Seperti biasa, kata-kata pembuka dari Bu Fithrie selalu menampar-nampar, wkwkwk. Kita-kita nih mengaku sebagai orang Islam. Muslim dari lahir ceprot. Tapi coba deh tanya ke diri sendiri, seberapa sering kita membaca Al Quran? Seberapa banyak waktu yang kita luangkan untuk mentadabburi ayat-ayat di sana?
Padahal, ilmu tentang pola asuh anak alias parenting terbaik tertulis di Al Quran. Pada kitab suci tersebut banyak kisah-kisah serta dialog orang tua kepada anak yang bisa menjadi pembelajaran. Semua pesan yang ada di sana sifatnya evergreen, aplikatif, abadi, tak lekang oleh waktu.
Saya sering mendengarkan kajian Ustadz Bendri Jaisyurahman sambil nyetrika dan beliau pun mengatakan hal serupa. Semua kendala yang saya dan para orang tua saat ini hadapi terkait anak-anak sudah pernah dialami oleh para nabi yang hidup ribuan tahun sebelumnya. Begitu pula dengan solusinya. Al Quran telah menceritakannya secara lengkap dan komprehensif.
Lima Ayat Dalam Al Quran Yang Membahas Parenting
Malam itu, Bu Fithrie berkata bahwa beliau akan menyampaikan kurang lebih lima ayat Al Quran tentang parenting yang cukup penting untuk diketahui oleh orang tua. Khususnya para A yah. Catat ini kisanak, para ayah.
Yaps, Bu Fithrie tidak pernah alpa mengingatkan bahwa sesungguhnya justru para Ayah yang harus belajar tentang parenting. Bukan ibu. Ibu diajari dan diberi contoh oleh ayah lewat perbuatan dan perilaku sehari-hari.
Ayah adalah pemimpin keluarga, orang yang memikul tanggung jawab dunia akhirat terhadap anak dan istri. Idealnya sih begitu. Cuman ya you know lah, di lingkungan kita tanggung jawab tersebut justru dipahami terbalik. Kebanyakan para ayah menganggap kalau bekerja dan memenuhi nafkah lahir itu sudah menggugurkan tugas.
Hal senada sempat saya dengar dari Ustadz Bendri. Kenapa sih para ayah ini punya tanggung jawab sebesar itu?
Jawabannya adalah karena meski ibu menjadi pihak yang mengandung, melahirkan, dan menyusui, dalam Islam, anak-anak adalah milik ayahnya. Kecuali anak tersebut lahir di luar ikatan pernikahan yang sah secara agama. Terbukti, pada saat menikah dan meninggal dunia, nama kita pasti ada Bin atau Binti yang disambungkan dengan nama ayah. Itu disebut nasab, dan nasab seorang ayah selalu dihubungkan ke ayahnya. Suka atau tidak.
Bapak-bapak guru yang hadir di acara tersebut saya yakin tersentil ketika mendapatkan pengingat dari Bu Fithrie, hahaha. Tapi kalau mau jujur, saya juga ngerasa kecubit sih, lha wong yang nyimak materi dari beliau malam itu juga saya karena suami belum pulang. Dengan alasan seperti itu, saya bisa dapet toleransi lah harusnya. Iya kan? Hihihi.
Anyway, pembukaannya kok panjang banget ya ini? Ya wis, supaya teman-teman enggak semakin penasaran, langsung saja yuk kita bahas ayat-ayat Al Quran tentang parenting. Cekidot!
1. Surat At Tahrim Ayat 6
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.“
Secara tegas, Bu Fithrie menyampaikan bahwa ayat ini ditujukan untuk para suami. Well, emang sih, dari bunyi ayatnya pun tersirat jelas kalau perintah menjaga keluarga ada di tangan suami yang juga berperan sebagai ayah. Peliharalah dirimu dan keluargamu, siapa lagi yang dimaksud dalam ayat ini kalau bukan para ayah coba?
Namun tidak hanya itu, Bu Fithrie juga menyinggung bagaimana seharusnya para bapak ini memudahkan tugas anak dan istrinya untuk patuh kepada mereka, patuh kepada Allah. Kenapa begitu? Karena suami yang sikapnya tidak baik sangat sulit dipatuhi perintahnya.
Ya gimana ya, bayangin deh, adakah orang yang mau patuh sama pemimpin ngeselin? Saya jamin enggak ada kalau bukan karena terpaksa. Misalnya patuh pun paling cuma di depan. Alasan nurutnya juga karena takut, bukan karena mau. Cuman ho’oh-ho’oh tapi sebenernya pengen banget berontak.
Di sinilah titik tersulit menjadi istri dan anak. Di satu sisi harus taat terhadap suami/ayah karena itu adalah perintah agama, tapi di sisi lain si suami/ayah justru menjadi sosok menakutkan bin menyebalkan yang lebih nyaman dipandang dari jarak satu kilometer, itupun memandangnya pakai sedotan ale-ale yang udah diinjek-injek.
So bapak-bapak, supaya keluarga dan diri kalian sendiri dapat terhindar dari api neraka, ubah yuk sikap dan perilakunya. Tolong itu wajahnya lemesin dikit. Di depan anak istri mah jangan pasang tampang kaku.
Latihan senyum lima. Apa tuh senyum lima? Senyum lima senti selama lima belas detik. Diuji coba deh di depan kaca. Habis itu nada suaranya diatur agak jinak-jinak merpati. Jangan delapan oktaf kayak Mariah Carey, tapi ya jangan bisik-bisik juga. Terus kalau di rumah usahakan jangan molor atau main hape mulu. Rugi.
Sini saya bagi sedikit tips cara mudah bikin anak dan istri nurut tuh. Tenang, gampang banget kok. Sering-sering aja ngajak mereka ketawa. Ketawa yang sampe ngakak-ngakak keluar air mata kalau perlu. Plus ditambah kasih pelukan dan ciuman. Dijamin kalian minta tolong apa aja, bakal dipatuhin. Jangan ajak ngobrol tema yang berat-berat. Jangan. Hukumnya terlarang. Cukup kenyataan hidup aja yang berat, obrolannya jangan..
2. Surat Al Imran Ayat 159
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Saya baca-baca sepertinya asbabun nuzul dari surat Al Imran ayat 159 ini adalah ketika perang Uhud melawan kaum kafir quraisy. Akan tetapi, surat ini juga sangat nyambung dengan kisah antara nabi Ibrahim dan Ismail.
Supaya mudah, kita breakdown satu-satu aja kali ya? Udah iyain aja *maksa*. So, di dalam ayat ini ada beberapa perintah yang sebaiknya dilakukan oleh orang tua kepada anaknya :
- Berlaku lemah lembut.
- Jangan bersikap kasar karena sikap kasar akan membuat orang menjauh.
- Memaafkan anak.
- Bermusyawarah dengan anak.
Mengenai bermusyawarah dengan anak, Allah telah mencontohkannya lewat kisah Nabi Ibrahim dan Ismail yang tertulis di surat As Shaffat 102-103.
“Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?” Ia menjawab: “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Ketika perintah untuk menyembelih anaknya sendiri datang, Ibrahim tidak langsung melakukannya. Dia lebih dulu bertanya kepada sang putra, Ismail yang saat itu diperkirakan berusia 7 tahun. Ismail sendiri menjawab dengan ikhlas perintah tersebut.
Hal ini membuktikan bahwa Ibrahim adalah seorang ayah yang mengutamakan dialog dan persetujuan dengan anaknya. Musyawarah tetap dilakukan meski Ismail masih kecil.
Apa kabar kalau kita berada di posisi Nabi Ibrahim? Sorry to say, tapi saya masih sering mendengar bagaimana orang tua menganggap bahwa anak-anak belum mampu diajak bermusyawarah dan dialog.
Enggak usah muluk musyawarah deh, lha sounding aja lupa. Seringnya main ujug-ujug. Tahu-tahu anak disuruh ikut A atau diminta melakukan B. Anaknya jadi bingung dan tantrum. Lalu orang tuanya yang stress karena anaknya tantrum ikutan tantrum juga.
“Ngapain? Emang mereka paham?” jawab kebanyakan ibu dan ayah yang saya tanya kenapa anaknya enggak diajak musyawarah dulu. Laaaahhhhh.
Padahal ya, anak-anak itu sudah bisa mendengar dan memahami apa yang dirasakan orang tua mereka sejak berada di dalam kandungan. Sejak Allah meniupkan ruh ke dalam tubuh mereka. Itu sebab saya juga selalu menerapkan ilmu sounding kepada anak-anak ketika memiliki target tertentu.
3. Surat Ibrahim Ayat 24-26
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.”
Teman-teman pasti masih ingat dengan kisahnya nabi Nuh kan? Anaknya yang bernama Kan’an adalah seorang kafir. Dia menolak untuk mempercayai ayahnya bahkan bergabung dengan kelompok yang mengolok-olok sang ayah.
Namun, pada detik-detik ketika hujan turun dengan deras dan daratan mulai ditenggelamkan oleh air, Nabi Nuh masih berusaha menyelamatkan putranya tersebut. Tahu bagaimana cara Nabi Nuh memanggil Kan’an?
Dia memanggil anaknya dengan sebutan “Yaa Bunayya” yang berarti “anakku sayang….”
“Apakah anak kita sudah kafir sehingga kita merasa pantas untuk melemparkan kata-kata yang buruk pada mereka?” tanya Bu Fithrie yang membuat hampir semua peserta terdiam.
Surat Ibrahim di atas menggambarkan dengan pasti bagaimana anak-anak yang dididik dengan kalimat yang baik akan tumbuh dan memberi hasil yang baik pula. Sebaliknya, ketika anak dididik dengan kata-kata buruk maka mereka tidak akan dapat menghasilkan apapun selain keburukan pula.
4. Surat At Taghabun Ayat 14
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Dalam surat ini Allah menjelaskan bahwa ada di antara istri-istri dan anak-anak yang menjadi musuh bagi suami yang mencegahnya berbuat baik, beramal saleh atau justru menjerumuskannya kepada perbuatan maksiat.
Kalau dalam Al Quran sepertinya hal ini terjadi pada kisah Nabi Luth. Utusan Allah yang mulia itu dikirim untuk meluruskan jalan hidup kaum sodom. Sayangnya, kaum tersebut terlalu bebal dan justru mengancam keberadaan Nabi Luth.
Pada akhirnya, Allah memerintahkan Nabi Luth untuk meninggalkan kaum Sodom. Nabi Luth mengajak istrinya namun sang istri justru berkhianat dan tidak yakin dengan perintah Allah. Istrinya tetap memilih untuk bersama kaum sodom yang sesat dan berakhir diazab.
Jadi, bahkan seorang nabi pun belum tentu memiliki istri dan anak-anak yang patuh kepadanya.
Sik tak baleni meneh, ini kelasnya udah nabi loh ya, bukan cuma seorang hamba biasa kayak kita.
Ayat ini juga bikin saya inget tentang kasus mantan Menteri Kelautan yang korupsi dan hasil uang korupsinya dipakai membeli jam tangan Rolex untuk istrinya. Hiii, ya Allah amit-amit. Jangan sampai lah kita kayak gitu ya. Semoga anak cucu kita menjadi hamba yang senantiasa bersyukur dan merasa cukup dengan berapapun rejeki yang diberikan oleh Allah.
5. Surat Adz Dzariyat 23
“Maka demi Tuhan langit dan bumi, sungguh, apa yang dijanjikan itu pasti terjadi seperti apa yang kamu ucapkan.”
Melalui ayat ini, Allah lagi-lagi mengingatkan para orang tua untuk menjaga lisannya.
Bu Fithrie sendiri menjelaskan bahwa ayat ini berhubungan dengan yang namanya afirmasi. Afirmasi bila diucapkan berulang-ulang, maka otak akan menangkap dan bekerja keras untuk mewujudkannya.
Jika kita sering mengafirmasi anak-anak dengan sebutan binatang, jangan heran kalau nantinya mereka akan tumbuh seperti binatang. Sebaliknya, ketika kita mengafirmasi anak-anak dengan sebutan yang positif, lambat laun anak pun akan membentuk perilaku yang positif juga.
Ini betul-betul menjadi pengingat bagi saya karena saya punya kebiasaan untuk ngomel-ngomel dan marah-marah jika sudah tersulut emosi. Seringkali ketika sudah dikuasai amarah, saya lupa dan tidak mampu menahan diri mengeluarkan kata-kata yang pasti disesali. Padahal saya sendiri tahu bahwa apapun ucapan kita kepada anak, akan menjadi doa.
Kesimpulan
Kajian malam itu berlangsung hanya sekitar dua jam tapi sukses membuat saya merasa tercubit, nangis, dan berpikir selama berhari-hari. Banyak pesan yang membuat saya betul-betul belajar mengubah pola pikir serta cara bersikap.
Sebagai orang tua saya sadar seharusnya saya juga memudahkan tugas anak-anak untuk berbakti kepada saya. Bagaimana mungkin mereka berbakti dengan senang hati bila saya menyebalkan? Bila saya keras hati? Bila saya gemar mengeluarkan kata-kata yang menyakiti?
Tidak ada anak nakal, anak jahat, atau anak-anak dengan sebutan negatif lainnya. Yang ada hanyalah anak-anak yang diperlakukan secara keliru oleh orang tuanya. Bila seorang anak melakukan kesalahan, maka orang tuanya lah yang bertanggung jawab akan hal itu.
Semoga catatan pendek ini bermanfaat bagi saya dan teman-teman yang sudah meluangkan waktu untuk membaca. Semoga Allah mengampuni kita dan semoga Allah memberikan jalan bagi kita untuk mampu mendidik anak-anak menjadi orang yang lurus, bermanfaat. Aamin
2 Komentar. Leave new
Jazakillah khoir ilmunya Ajeeeng 🥰🥰🥰
Dari atas pe bawah mbrabaaaak mataaa inii.😭😭😭😭😭
Luar biasanya islam mengajari, tp kurangnya semangat dan kegigihan diri meneladani 🥺
Anaaaaak..Bisa jadi hisab yg lamaaa kelak untuk kita apalagi perlakuan masih jauh dari apa yg Islam ajarkan 😭
Masya Allah.
Jazaakillah Khairan tulisannya mbak ajeng
[…] Baca Juga : Lima Ayat Al-Quran Tentang Parenting Yang Perlu Kita Tahu […]
[…] empat tahun yang lalu. Ketika itu Luna masih berusia delapan atau sembilan bulan, terus Allah kasih aku amanah baru alias hamil lagi. Rasanya nano-nano banget antara senang, sedih, takut. Campur aduk […]
[…] gak? Itu ada tauhid, fiqh, ibadah, sirah Rasulullah, dan yang terakhir Al-Quran. Sesedikit itu tapi yang terus dan terus ditekankan oleh Teh Patra kepada kami semua selalu […]
[…] Baca Juga: Lima Ayat Al-Quran Tentang Parenting […]