
Apa kejadian paling horror yang pernah teman-teman alami saat mengasuh anak? Pup anak tercecer di kasur? Lagi asyik makan tiba-tiba anak teriak ‘Mama Mau puupp!’ ?
Whuaaa, segala sesuatu yang terjadi diluar kendali atau perkiraan kita emang nyeremin yak? Hahaha.
Tapi tahu enggak sih gaes, merasa takut terhadap sesuatu adalah hal yang wajar. Perasaan takut adalah salah satu mekanisme pertahanan diri alami yang wajib dimiliki manusia. Munculnya rasa takut juga menjadi salah satu indikasi bahwa ada sesuatu yang salah.
Nah, bagaimana kalau takutnya gara-gara hantu? Atau yang ghaib-ghaib gitu?
Ketika Anak Takut Karena Melihat Hantu

Dulu, saat anak sulung belum genap berusia tiga tahun, kami sekeluarga pulang ke Jogja untuk liburan. Kami tinggal bergantian, antara rumahku atau rumah suami. Maklum, aku dan suami tuh berasal dari kota yang sama. Jadi kalau mudik ya tinggal muter-muter aja. Hehe.
Fyi, rumahku tuh tipikal rumah jaman dulu. Besar, tingkat, kamarnya banyak karena aku empat bersaudara. Cuman karena saat itu aku dan kedua kakak lelaki sudah menikah, penghuni rumah cuma adikku serta mama papa. Tapi aku gak khawatir sih, toh setiap kamar always dipakai sholat gantian. Tetep nyaman.
Nah, kembali ke cerita inti. Aku inget banget, waktu itu sore hari menjelang maghrib. Posisinya aku cuma berdua saja dengan si abang di rumah. Aku sedang gogoleran di kasur depan TV ruang tamu, sedangkan dia nonton. Di sebelah kiri ada dua pintu kamar berjejer. Pertama kamar kakakku, kedua kamar adikku. Dua-duanya dipasangi gorden.
Terus, gak ada angin gak ada hujan, tiba-tiba saja si abang mengangkat jari tulunjuknya ke arah pintu kamar adikku sambil teriak,
“Ada hantu! Ada hantu!”
Hah? Aku yang lagi bergulang-guling sambil main hape langsung duduk. Sedangkan si abang, ekspresi wajahnya terlihat ketakutan.
“Itu Ma, dibelakang gorden Ma hantunya.” tunjuk si abang lagi.
Jujur, waktu itu aku kaget banget. Itu momen pertama si abang menyebut-nyebut soal hantu. Perasaan aku enggak pernah cerita tentang hantu ke dia. Lha ini kok bisa-bisanya dia nyebut hantu?
Sambil berpura-pura berani, aku bangkit dan jalan ke arah yang ditunjuk si abang. Jantung kebat-kebit enggak keruan tapi aku aku tetap menyibak gorden yang disebut tadi.
Nggak ada apa-apa.
Aku mengehela nafas dan mengalihkan pandangan ke si abang, “Ini enggak ada apa-apa kok sayang. Tuh.” Kataku sambil mengangkat si gorden ke atas-bawah-kanan-kiri.
Si abang gak memberi respon berarti sehingga akupun meluk dia. Selanjutnya kami membaca doa bersama-sama sedangkan aku langsung ngabarin suami untuk cepat pulang. Monmaap nih, aku juga ketakutan bok!
Bagaimana Cara Mengatasi Rasa Takut Anak Pada Hantu Yang Benar?

Cerita-cerita horor kayak gini aku rasa banyak yang ngalamin. Bahkan Raditya Dika pun pernah nulis tentang adiknya yang bisa melihat monyet atau putih-putih terbang melayang di dalam rumah.
Well, sebagian orang sering bilang saking bersih dan polosnya aura anak-anak, mereka jadi sensitif terhadap hal-hal ghaib kayak gitu. Bedalah sama kita yang udah ketiban dosa dari ubun-ubun sampai ujung kaki. Lha kesalahan sendiri aja sering enggak kelihatan’e, eh ups. Hahaha
Nah, teman-teman penasaran enggak sih gimana cara merespon rasa takut anak yang benar? Sejak belajar parenting, aku baru ngeuh kalau kita menanggapinya salah, anak akan merasa sedih, kecewa, tidak dipercaya, dan akhirnya berhenti untuk bicara sama kita.
Beberapa contoh respon yang keliru itu kayak gini:
- “Perasaan kamu aja kali.”
- “Enggak ada yang namanya hantu di dunia ini.”
- “Emang kamunya aja yang penakut”
- “Mata kamu mungkin yang bermasalah.”
Coba bayangkan kita di posisi anak. Ngelihat sesuatu yang aneh, pastinya merasa takut kan? Terus kalau merasa takut, wajar dong kita teriak manggil orang lain atau orang tua. Harapannya, orang tua kita akan menenangkan atau membuat ‘sesuatu yang aneh’ itu pergi menghilang.
Namun, alih-alih dibuat nyaman, kebanyakan orang tua justru menyangkal atau mengabaikan. Kayak kalimat-kalimat di atas itu tadi. Menyebut anak penakut justru lebih parah karena itu sudah masuk ranah labelling.
Kita boleh aja bilang kalau hantu itu enggak ada, tapi bagi anak yang mampu melihatnya, hantu itu ada, nyata. Mengabaikan perasaan takut akan membuat mereka merasa tertolak. Percayalah, ditolak oleh orang tua sendiri rasanya sakit sekali.
Lalu harus gimana?
Menerima Perasaan Anak
Ibu Safithrie Sutrisno, seorang konselor parenting dan pernikahan menjelaskan sangat detail tentang masalah ini. Menurut beliau, hal pertama yang wajib dilakukan orang tua adalah menganggap serius laporan anak.
“Anak tidak secara blak-blakan mengatakan bahwa dia takut. Tapi kita sebagai orang tua bisa tahu kalau dia sedang takut lewat kata-kata, nada suara, beserta gerak-geriknya.”
“Bila anak memang sedang takut, maka akui, terima perasaan anak. Cara paling mudah adalah dengan mengulangi perkataan anak. Ingat ya, mengulangi”
Misal nih, anak menunjuk salah satu sudut rumah dan bilang kalau di sana ada simbah-simbah menakutkan. Respon yang paling tepat :
“Oh, menurut adek di sana ada simbah-simbah menakutkan dan adek takut?”
Atau cerita lain, anak belum bisa bicara lancar tapi dia meangis ketakutkan ketika melihat suatu tempat. Respon yang dibutuhkan sederhana saja kok, kayak gini :
“Adek takut ya? Masya Allah kasiannya adek sedang merasa takut.”
Menyelipkan kata ‘takut’ dalam kalimat respon, secara langsung akan membuat mereka mengenal bahwa perasaan tidak nyaman yang mereka rasakan bernama takut.
Mengulang kata-kata anak akan membuat anak merasa dipahami. Efeknya, anak jadi merasa tenang karena orangtuanya mengerti yang dia rasakan.
Apakah selesai sampai di situ? Tentu saja tidak, masih ada lanjutannya dong.
Mengatasi Rasa Takut Sesuai Dengan Cara Anak-anak
Saya pernah menulis tentang cara membuat si abang melawan rasa takutnya ketika diminta tidur sendiri. Teman-teman bisa klik dan membaca kisah lengkapnya.
Logika anak-anak dan orang dewasa itu berbeda. Sehingga, jika anak merasa takut, orang tua bisa mencoba mengatasi rasa takut tersebut dengan logika anak-anak.
Misal kayak kasus melihat sesuatu di sudut rumah. Maka, orang tua bisa datangi sudut yang dimaksud si anak. Biar lebih keren, coba deh bawa sapu lidi atau raket nyamuk sebagai senjata. Habis itu boleh deh bergaya bak superman yang berjuang mengalahkan musuh tak terlihat.
Terus bilang aja, “Tuh Kak, hantunya udah Ayah pukul mundur. Gak bakal berani lagi dia gangguin Kakak.”
Wuidih, sesekali terlihat keren di depan anak kayaknya asyik ya. Tapi kalau ternyata kitanya juga takut gimana? *Krriikkk Kriiikkk*
Nah ini, misal kita memang takut, kita juga harus mengakui hal tersebut. Cara bicara yang tepat kurang lebih begini,
“Aduh Kak, Mama juga takut nih. Gimana kalau kita pindah ruangan aja terus baca doa sama-sama?”
Membaca doa artinya kita sudah masuk ke dalam masalah syariah. Menurut agama Islam, hantu memang tidak ada, yang ada adalah syaiton, iblis, serta jin.
Kita boleh banget loh membicarakan hal ini sama anak. Bukan untuk bikin mereka takut, justru supaya mereka tahu tentang makhluk ciptaan Allah yang lain. Bahkan ngobrolin bahwa jin bisa mengubah wujud seperti manusia pun anak-anak harus tahu.
Terus bila anak kita terus meraung menangis karena ketakutan, peluk saja sambil membaca doa. Tarik terus perasaan anak dan yakinkan bahwa kita akan selalu berada di dekat dia untuk menjaganya.
Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil sederhana : anak cuma butuh diterima, dan ditemani saat berjuang melawan rasa takut mereka. Sungguh!
Makannya, melalui tulisan ini aku mengingatkan diri sendiri untuk tidak menganggap remeh rasa takut anak. Aku juga harus lebih kreatif saat menghadapi rasa takut bareng mereka.
Eh, kalau ternyata dengan cara di atas anak tetap menangis gimana? Waahh, kalau untuk mengusir jin-nya aku gak tahu. Aku cuma tahu cara menenangkan anak. Semisal kejadian anak menangis di tempat dan waktu yang sama terus berulang, ada baiknya menghubungi ustadz atau kiyai setempat.
Semoga dengan menjadi orang tua yang mampu menerima perasaan anak, anak kita akan tumbuh menjadi anak yang empati dan pemberani ya! Aamiin!
4 Komentar. Leave new
iya nih kadang saya suka bingung gimana caranya merespon anak kecil yang memberitahu kalo dia melihat ‘sesuatu’ yang terlihat menakutkan seperti mahluk gaib. Ternyata kita harus belajar menerima perasaan anak terlebih dahulu.
Makasih mba Ayuna, bermanfaat nih tipsnya.
Menerima perasaan anak itu berarti kita menghargai apa yang mereka rasakan yaa, Mba. Noted nih. Bila nanti mengalami hal serupa, akan saya praktekkan yang sudah saya baca ini
Alhamdulillah baca tulisan ini. Kadang aku rada takut kalo anak melihat ‘yang aneh2’ tapi sok cool saja. Ternyata salah ya ngomong ‘hantu itu ngga ada’, hmmm
Wahh setuju banget sih, menerima perassaan anak itu bisa bikin nyaman banget dan anak jadi mau mendekatkan diri dan tidak takut juga untuk berterus terang kepada orang tuanya. Jadi dari situ bisa diberi tahu dan diajak ngobrol dengan lancar..