Tes Kognitif AJT membuktikan kalau di dunia ini tidak ada anak yang bodoh
– Madam A –
“Anak gue geblek banget, diajarin penjumlahan dan pengurangan yang gampang aja enggak ngerti-ngerti. Nyerah deh, nyerah gue.” kata seorang ibu dengan raut wajah kesal sambil menunjuk anaknya.
Kontan semua ibu-ibu lain yang berkumpul langsung mengamati si anak, yang karena sangat malu, menunduk terus dan hanya bisa terdiam. Sesekali tangannya menyeka lelehan panas yang menetes keluar dari mata.
“Padahal udah gue kasih les kemana-mana, panggil guru ke rumah juga udah biar bisa privat. Tapi emang dasar anaknya enggak paham ya enggak ngehasilin apa-apa.” keluh ibu itu lagi.
“Mbok sudah to bu, mungkin Nina kecapekan sampeyan paksa belajar terus. Makannya dia jadi enggak bisa fokus dan segar saat ujian.” ujar salah satu ibu, mencoba menenangkan.
Bukannya tambah tenang, ibu tersebut justru semakin muntab. “Halah, enggak usah banyak ngomong lo. Lo sih enak anak lo pinter, anak gue mah cuma malu-maluin aja. Gue enggak mau ngambil rapotnya besok, biar bapaknya aja.”
Nina yang menangis dalam diam karena mendengar kata-kata sang ibu, berpikir, “Mungkin yang diomongin ibu bener, aku emang bodoh. Aku bodoh, lambat, dan memalukan buat keluarga.”
Setelah bertahun-tahun, si ibu terus memaksa Nina belajar, sesuai keinginannya. Tidak mau merobah pola pikirnya, tidak mau tahu dengan apa yang sebenarnya dibutuhkan Nina.
Sedangkan Nina yang sudah putus asa, lambat laun mulai menerima semua ucapan ibunya. Dia percaya kalau dirinya adalah anak yang bodoh sehingga tidak pernah percaya pada kemampuan dirinya sendiri.
Tidak ada yang berubah dari ibu dan anak ini. Keduanya terus berputar dalam lingkaran masalah itu, semakin dalam dan semakin terpuruk.
***
Cerita mini di atas mungkin adalah sebuah kisah fiksi, tapi kita tahu betul kalau hal tersebut jamak terjadi di dalam masyarakat kita. Masyarakat yang masih mengangungkan penilaian dengan angka, juga peringkat.
Sebagai seorang mantan guru TK, saya menyadari masih banyak orang tua yang terjebak dalam pola pikir seperti ini. Saat melakukan penilaian di akhir semester contohnya, kepala sekolah telah meminta kami untuk menuliskan hasil belajar anak secara deskriptif, bukan angka.
Namun fakta di lapangan membuktikan bahwa tetap ada orang tua yang bertanya,
“Jadi anak saya itu sebetulnya peringkat berapa bu?”
Atau
“Kalau pakai angka, kemampuan anak saya nilainya dapat berapa bu?”
Jujur, saya merasa sangat sedih saat mendengarnya. Berulang kali saya mencoba menjelaskan bahwa gagasan kecerdasan seorang anak sebaiknya tidak terpaku pada nilai maupun ranking. Seolah-olah anak yang nilainya di bawah angka 7 itu bodoh. Seakan-akan anak yang rankingnya tidak masuk 10 besar tidak berharga.
No!
Coba baca lagi cerita mini di atas, resapi dengan hati. Kira-kira, hikmah apa yang sebetulnya bisa kita ambil? Banyak banget loh pak, buk.
Adakah di dunia ini anak yang suka dilabeli bodoh? Tidak kan?
Karena itu,mari kita coba untuk menempatkan diri menjadi Nina. Sudahlah sedih karena hasil ujiannya tidak cukup bagus, masih harus dimarahi oleh ibunya, masih pula ditambah dengan dipermalukan di depan banyak orang. Tak terbayang betapa tertekannya seorang Nina. Betapa terluka hatinya, betapa hancur marwahnya.
Padahal, bisa jadi sebetulnya Nina sudah berjuang sangat keras untuk mecoba memahami pelajaran yang diberikan. Tapi dia sendiri bingung kenapa belajar terasa sulit baginya. Nina, sebagai seorang anak betul-betul tidak tahu bagaimana cara menyampaikan serta menghadapi kesulitan tersebut.
Di sisi lain, kita sebagai orang tua sering merasa bahwa dengan memasukan anak ke sekolah yang bagus maka tugas pendidikan sudah selesai. Nilai anak-anak jelek? Cukup atasi dengan memberi les tambahan. Setelah les hasilnya masih tidak memuaskan? Oho! Itu mah jelas kesalahan si anak. Orang tua seolah berhak mengatakan bahwa semua terjadi karena anaknya bodoh, atau lambat atau pemalas.
HARAPAN YANG TIDAK SEJALAN
Saya sangat paham kalau orang tua memiliki harapan setinggi langit pada anak mereka. Tapi jika kita sendiri sebagai orang tua, tidak pernah membersamai, memberikan support, menstimulasi, serta memahami kondisi anak, pantaskah kita melakukannya?
Coba tanya diri sendiri karena saya yakin jawabannya adalah tidak.
Jadi jelas, ada hal yang perlu menjadi concern kita. Sesungguhnya, problem utama cerdas atau tidaknya anak terletak pada harapan orang tua yang tidak sinkron dengan kemampuan anak dalam memahami pelajaran. Kemampuan yang, kalau dalam dunia pendidikan sering disebut kemampuan kognitif.
Sekali lagi, ada kejomplangan yang nyata antara ekspektasi orang tua dan kecakapan anak di sekolah. Harapan orang tua begitu tingginya sampai menjulang langit, padahal kesanggupan anak ada di daratan.
Lalu apa kira-kira yang harus dilakukan agar orang tua tidak jatuh pada rasa kecewa, dan anak tidak mudah putus asa ketika tidak bisa memenuhi harapan orang tuanya?
Pertama, tentu saja menurunkan standar harapan. Saya masih ingat sekali pesan dari Ibu Safithrie Sutrisno, seorang konselor parenting. Beliau bilang saat mendidik anak, kita tidak boleh membuat ekspektasi sama sekali. Membesarkan anak tanpa pamrih, tanpa balas jasa adalah sebuah bentuk cinta yang amat besar.
Kedua, jika memang hasil belajar anak dirasa kurang, maka cari penyebabnya dulu baru solusinya. Kenali dulu akar masalahnya. Banyak-banyaklah memikirkan “kenapa ya anakku tidak bisa menangkap pelajaran seperti anak-anak lain?”
Jangan-jangan ada sesuatu yang salah?
Maka, sesuatu inilah yang harus ditemukan.
MEMAHAMI KEMAMPUAN KOGNITIF
Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, lemampuan untuk memahami pelajaran, kalau dalam dunia pendidikan disebut kemampuan kognitif. Kemampuan ini mengandung segala upaya menyangkut aktivitas otak untuk mengembangkan akalnya. Ada enam aspek terkait hal ini,
- Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
- Pemahaman (comprehension)
- Penerapan (application)
- Analisis (analysis)
- Sintesis (synthesis)
- Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Keenam aspek inilah yang membuat seseorang mampu berpikir untuk memecahkan masalah. Ada orang-orang yang sangat mahir menggabungkan ide, gagasan, ataupun prosedur yang pernah mereka pelajari untuk memecahkan masalah. Namun ada juga yang tidak sanggup melakukannya.
Nah, perkembangan kemampuan kognitif itu sendiri dipengaruhi oleh tiga hal, antara lain
Fisik
Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan seseorang memperoleh manfaat maksimal dari pengalaman fisik.
Pengaruh sosial
Lingkungan sosial, termasuk bahasa dapat memacu atau malah memperlambat perkembangan kognitifnya.
Pada jaman dulu (well, masih sampai sekarang sih) kemampuan kognitif seseorang bisa diukur dengan serangkaian tes. Namanya tes IQ alias Intellectual Quotient. Ini ditemukan dan diaplikasikan di Amerika sana.
Banyak orang berharap dan berusaha untuk mendapatkan nilai IQ yang tinggi. Supaya dipandang bisa sukses baik dalam pendidikan ataupun kecerdasan. Anggapan yang menurut saya, tidak sepenuhnya benar.
Seinget saya, saya sendiri pernah merasakan tes ini saat usia SD. Hasilnya berapa saya lupa saking udah lamanya. Yang saya ingat justru reaksi orang tua ketika membaca hasilnya. Saat itu, mereka seperti tidak terlalu perduli dengan hal tersebut.
Entah saya harus sedih atau senang, hahaha.
MENGENALI KECERDASAN ANAK DENGAN TES KOGNITIF AJT
Setelah memahami apa itu kemampuan kognitif, maka tugas kita selanjutnya adalah mencoba untuk mengidentifikasi kemampuan kognitif anak kita.
Gimana caranya?
Dengan membersamai mereka belajar.
Terdengar simpel ya? Padahal untuk melakukan hal ini, kita butuh meluangkan waktu dan menyiapkan stok kesabaran yang banyak.
Kita harus berjuang banget untuk menahan diri saat menemani mereka. Terutama saat mereka mengeluh tidak bisa, pusing, ataupun tidak mau tahu. Momen-momen yang saya yakin, sangat mungkin membuat emak-emak dan bapak-bapak mengeluarkan tanduknya. Dan ini harus dihindari karena efeknya bisa fatal. Anak jadi trauma dan akhirnya menutup diri.
Kalau sudah begini, gimana kita mau belajar memahami mereka?
Bagaimana kita bisa tahu dengan gaya belajar yang mana mereka lebih mudah memahami pelajaran?
Gaya belajar mana yang membuat mereka bosan?
Pelajaran apa yang sesungguhnya tidak mereka sukai?
Intinya, jika kita tidak mau tahu tentang hal tersebut maka kita bisa terus-terusan terjebak pada dogma bahwa anak kita bodoh. Aduh!
Tapi jangan khawatir, karena baru-baru ini saya menemukan cara untuk menyelesaikan permasalahan di atas, dalam waktu yang singkat. Tanpa perlu mengeluarkan ekor setan alias marah-marah. Penasaran enggak?
Jadi, ceritanya saya menemukan sebuah lembaga, namanya MCI (Melintas Cakrawala Indonesia). Ini adalah perusahaan yang menyediakan #AJTCogTest alias #TesKognitifAJT.
Mungkin ada beberapa yang bingung, kenapa harus AJTcogTest? Kenapa enggak bisa dengan tes IQ biasa?
Begini loh sayang, seiring berkembangnya zaman, hasil tes IQ bukan lagi satu-satunya faktor penentu kecerdasan. Selain itu, banyak ahli mengkritik tes ini selama bertahun-tahun. Tes IQ sering dinilai tidak adil karena mengesampingan pentingnya karakter dan empati, serta tidak sesuai dengan orang Indonesia. Hasilnya pun sering dianggap bias.
Sangat berbeda dengan Tes Kognitif AJT
AJTCogTest dari PT.MCI adalah satu-satunya penyedia kognitif tes yang yang sudah dinormakan untuk anak Indonesia atau terstandardisasi sesuai dengan karakteristik bahasa serta budaya Indonesia. Ini tentu yang kita cari karena kebanyakan alat tes IQ yang banyak dipakai di Indonesia disadur dari luar negeri sehingga belum sesuai norma kita
Tidak main-main, tes ini merupakan hasil penelitian yang melibatkan lebih dari 250 psikolog Indonesia dan hampir 5.000 anak Indonesia sehingga menghasilkan produk tes yang berkelas dunia. Landasan teori psikologi yang dipakai merupakan teori paling mutakhir dan komprehensif di dunia saat ini.
AJT CogTest bekerja sama dengan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Kevin McGrew sebagai konsultan proyek, ahli dari teori CHC dan Co-Author dari Woodcock-Johnson III & IV. Sebelum diluncurkan, tes ini telah diuji coba di 10 Sekolah terkemuka se-Jabodetabek
HASIL DARI TES KOGNITIF AJT
AJTCogTest mengidentifikasi 8 kemampuan kognitif lengkap yang menampilkan profil lengkap kekuatan dan kebutuhan belajar anak.
Dari sini, biasanya orang tua jadi tahu, “Oh ternyata anakku sebetulnya mengalami kesulitan di bagian yang ini.” atau “Oh pantesan dia lebih suka gaya belajar yang begitu, lha dia kuat di kemampuan itu.”
Pada akhirnya, orang tua dan guru bisa memahami kalau setiap anak lahir dengan profil kognitif dan potensi yang unik. Tidak ada lagi pelabelan ‘anak bodoh’ secara sepihak yang bisa menyebabkan anak tertekan dan depresi.
Di sisi lain, tes ini bisa memberikan hasil yang positif bagi jiwa anak. Anak jadi tahu ‘sesuatu’ yang selama ini membuatnya lebih sulit belajar dibanding yang lain. Bersama orang tua, anak bisa mengatasi kekurangan yang dimiliki, dan memperkuat sisi lebihnya.
Baca Juga : METODE FONIK, BELAJAR MEMBACA DENGAN FUN!
At the end of the day, baik orang tua maupun anak tidak perlu lagi takut menghadapi permasalahan belajar. Anak menjadi lebih percaya diri dan optimis dengan kemampuannya.
INFORMASI LAIN TENTANG TES KOGNITIF AJT
- PT Melintas Cakrawala Indonesia adalah satu-satunya perusahaan di Indonesia yang menawarkan AJT CogTest, tes kognitif atau tes kecerdasan yang dikembangkan dengan norma Indonesia.
- AJT CogTest dirancang khusus untuk siswa Indonesia yang berusia 5 sampai dengan 18 tahun.
- AJT CogTest dikembangkan berdasarkan teori kecerdasan termutakhir, yaitu teori Cattell – Horn – Carroll (CHC Theory).
- AJT CogTest adalah tes kognitif yang akurat dan komprehensif dalam membantu mengidentifikasi kekuatan serta kelemahan belajar anak. Model CHC, yang mana AJT CogTest dikembangkan, adalah model kemampuan kognitif manusia paling komprehensif dan empiris yang mencakup beberapa dekade penelitian.
- AJT CogTest dilakukan oleh psikolog yang sudah mengikuti pelatihan dan disertifikasi oleh PT MCI.
- Jenis paket Tes Kognitif AJT ada 2. AJT CogTest Full Scale : Mengidentifikasi 8 kemampuan kognitif lengkap yang menampilkan profil lengkap kekuatan dan kebutuhan belajar anak. AJT CogTest Comprehensive : Diperuntukkan ketika seorang anak memerlukan data lebih terperinci untuk dianalisis, psikolog akan merekomendasikan tambahan tes.
- AJT CogTest dilakukan oleh psikolog yang sudah mengikuti pelatihan dan disertifikasi oleh PT MCI.
- Hasil AJT CogTest akan dikirimkan berupa softcopy melalui surat elektronik (email) dalam waktu 7 sampai dengan 14 hari kerja setelah tes dilakukan.
9. Biaya untuk AJTCogTest FullScale : Rp 760.000
Biaya untuk AJTCogTest Comprehensive : Rp 1.200.000
Nah, gimana kira-kira, sudah dapat pencerahan lebih jauh tentang kemampuan kognitif anak serta di mana tempat terbaik untuk mengukurnya?
Sudah dong pastinyaa!
Buat teman-teman yang tertarik untuk mencoba, bisa langsung hubungi hubungi Customer Service-nya PT.MCI di nomor WA 087883258354 atau datang langsung ke kantornya di Graha Irama 5th Floor Unit F Jalan H.R Rasuna Said X-1 Kav 1-2, Jakarta 12950. Bisa juga berkunjung ke www.melintascakrawala.id
Last but not least, saya berharap semoga informasi ini bermanfaat ya 🙂
15 Komentar. Leave new
Kebetulan Fahmi putra saya sudah 5 tahun lebih nih usianya. Sudah bisa ikut tes nya dong ya.
Bukan buat gaya gayaan, tapi lebih ke supaya tahu juga kemampuan anak sampai mana sehingga kita sebagai orang tua tinggal mengarahkan anak saja untuk lebih fokus dan mencapai cita cita nya lebih baik lagi
Aku tertarik dan mau coba test ini untuk anakku. Harus tunggu sampai usia 5 tahun sepertinya
Wah bagus juga ya Tes AJT Cogtest ini. Bisa tahu kemampuan, kecerdasan anak apa saja yg adadi dlm diri anak-anak kita, sehingga kita bisa mengarahkan bakat sesuai kemampuan nya
lengkap sekali informasinya. Aku jadi mau cobain test ini. supaya aku tau kemampuan anak2 juga 🙂
Pas bnget big buat anakku yg perempuan kak, mau dipraktekin selama ini belum pernah sih pakai test2 kyk gini, aeklogus bis tahu ya bkatnya kemna tinggal diarahin
Nah, ini dia nih yg sering jadi tolak ukur para ortu sejak dulu. Padahal, kalau kita sebagai ortu bisa aja sedikit bijak dalam mencari tahu lebih dalam seputar potensi anak lalu memetakan sesuai dengan minatnya, bisa kok enggak ada lagi drama macem kayak gini hehe.
Dan, AJT CogTest ini membantu para ortu banget ya jeng supaya bisa lebih peka memahami potensi anak. Btw, boleh banget nih buat dicoba
Aku jadi penasaran pengen ngajak anakku ikutan AJT CogTest ini, soalnya memang banyak belajar dari beberapa teman tentang IQ yang tinggi belum tentu membuat akademiknya bagus juga. Pernah aku ikutan kelas parenting dimana psikolog anak ngasih tau bahwa kita gak bakal.tau bakat dan minat anak sebelum kita mencoba semuanya untuk anak kita.
Memang banyak ya orangtua yang menuntut anak-anak dalam hal angka, sehingga maunya juga anaknya pintar di matematika dan berhitung. Padahal kemampuan anaknya bukan di situ. Makanya penting ikutan tes ini.
Hari ini aku ketemu salah satu anak yang dituntut orangtuanya cepat bisa, padahal anaknya tidak tergolong lambat belajar. Jadi kasian dan iba melihat fenomena seperti ini. Dan sayangnya, nggak sedikit yang kaya gitu. 🙁
Jadi pengen nih ngetesin anakku, solanya biar tau dia punya kelebihan dmn. ANak emang unik ya jd gak bisa dipaksa harus bisa semua mata pelajaran.
Kyknya tes ini bisa membantu org tua supaya juga bisa fokus pada kelebihan si anak TFS
bener banget harapan semua orang tua menginginkan anaknya nomor satu dalam segala hal, namun selaku orang tua tidak bisa memaksakan diri untuk menjadikan anaknya nomor satu, yang paling penting kita selaku orang tua memberikan support untuk anaknya dalam hal belajar.
Saya kok ya sedih liat anak yg dimarahin karena nilainya gak sesuai yg diinginkan. Padahal anak2 pasti udah berusaha banget buat bisa mendapatkan nilai bagus.
Wah aku mau ikutin test ini deh buat dua ankku yang sd sama tk kebetulan ankku yg sd nilainya juga turun pas kemarin aku ambil rapot nilai ptsnya yah tapi aku sadar sih pas kmrn tuh mngkn dy krna habis sakit 2 mingguan jd blm konsen pas masuk lgsg ujian tapi perlu juga nih testnya supaya kita sbg ortu lebih tau aja apa aja yg harusnya dilakukan untuk tes kognitif anak
semua anak punya kelebihan dan potensinya masing2.. dengan memahami kognitifnya, kita sebagai orgtua jd punya referensi atau acuan untuk merencanakan penerapan pola asuh yg terbaik untuk stimulasi kecerdasannya 🙂
Way baru tahu sy istilah test AJT Dan lengkap sekali keterangannya. Mmg sebaiknya Kita tidak hanya berfokus pada pencapaian angka2 ketika anak sekolah. Lebih penting mengenali kecerdasan app yg dimilikinya biar lebih fokus pengembangannya.
Walaupun begitu Kita jg gak bisa 100% lepas dari angka karena itulah bentuk ukuran capaian scr kuantitatif. Sampai kapan pun orang akan selalu berikatan dg angka2. Biar bisa bicara data sbg pengimbang fakta. Termasuk di dunia kerja kan. Mau gak mau kinerja Kita akan di-angka-kan utk memudahkan penilaian..