Tentang Ramadhan Yang Berbeda di Tengah Pandemi. Barusan iseng liat video berjudul “Ramai Sepi Bersama” di Youtube. Dengerin pelan-pelan, dengerin berulang-ulang sambil nyari liriknya. Terus tiba-tiba aja air mata menggenang. Kepikiran sama Papa dan Mama di Jogja. Kepikiran, andai saja…andai dekat pasti bisa silaturahmi setiap hari.
Di malam pertama pemerintah menetapkan 1 Ramadhan 1441 H, saya, Yusuf, dan anak-anak berkumpul di ruang tamu membentuk lingkaran. Kami berdiskusi dengan Yuan(7y6m) tentang hal-hal apa saja yang mesti dikerjakan dan menjadi target selama Ramadhan tahun ini agar lebih bermakna meski di rumah saja. Pada tengah perbincangan, tiba-tiba Yuan bertanya :
“Mama, nanti di akhir Ramadhan kita jadi mudik ke Jogja kan? Kita jadi naik kereta terus dijemput sama Aki dan Enin kan? Sama Abah dan Amah juga?”
Mendengar pertanyaan tersebut, saya dan Yusuf berpandang-pandangan. Melalui sorot mata, saya meminta dia untuk menjelaskan ke Yuan kalau tahun ini kami tidak jadi mudik.
“Kok Mama sama Ayah enggak jawab? Kita jadi mudik kan?” tanya dia lagi.
Sekilas, Yusuf terlihat bimbang antara mau menyampaikan kebenarannya atau tidak. Tapi kebimbangannya hanya berlangsung sedetik karena begitu melihat pandangan saya yang mengancam dia buru-buru menjawab pertanyaan anak sulung kami.
“Mohon maaf ya abang, tahun ini kita tidak mudik. Kita semua Insya Allah akan berlebaran di sini, di rumah saja.”
Yuan tampak diam sejenak, rautnya wajah yang tadinya tampak bahagia tiba-tiba berubah menjadi muram.
“Kita juga enggak boleh sholat tarawih di Masjid ya Ayah?”
Yusuf mengangguk, “Iya, kita tetep sholat wajib dan tarawih, tapi di rumah.”
“Yuan enggak bisa buka puasa bersama temen-teman dan Miss di sekolah?” kali ini, saya mendengar getar dari suaranya.
Lagi-lagi Yusuf menagangguk, “Iya, kita buka puasanya di rumah saja, enggak boleh keluar-keluar.”
“Berarti kita enggak bisa I’tikaf, bermalam di Masjid kayak tahun lalu itu?”
Saya memperhatikan bagaimana Yuan semakin lesu ketika pertanyaan demi pertanyaan yang dia keluarkan kembali mendapat jawaban “tidak bisa” dari ayahnya. Duh, anak sulung yang ditolak, tapi hati saya yang rasanya kayak dicubit.
Saya baru saja hendak memeluknya ketika dia tiba-tiba menangis histeris. Yuan yang tadinya duduk di sofa mendadak meluncur turun ke lantai dan menangis sambil menjerit.
“Yuan udah di rumah terus berhari-hari, enggak boleh sekolah, enggak boleh main sama temen, enggak boleh sholat ke Masjid. Sekarang Yuan enggak dibolehin buat mudik ke Jogja, padahal Yuan udah nunggu-nunggu ketemu Aki, Enin, Abah, Amah. Yuan udah kepengen banget ke Jogja. Mama dan Ayah jahat sama Yuan! Jahat!” Teriaknya sambil terisak-isak.
Saya menghela nafas. Ah nak, andai kamu tahu bagaimana perasaan Mama saat kasus pertama positif Covid-19 diumumkan sampai akhirnya pemerintah mengeluarkan keputusan untuk melarang mudik. Mama pun merasa berat nak, berat. Mama juga rindu jalan-jalan, rindu kumpul-kumpul sama teman, hiks.
Kedua adiknya Yuan mendekati saya, sepertinya takut dan bingung melihat kakak mereka tiba-tiba menangis. “Nggak papa, Abang lagi sedih, makannya abang nangis.” Kata saya sambil membelai rambut mereka.
Yuan masih terus menangis dan menangis di hadapan kami. Sepertinya dia memang sedang meluapkan semua emosi yang selama ini dia pendam dalam hati. Saya mendesah, bahkan bagi anak berusia 7 tahun, efek dari pandemi ini cukup berat.
Saya paham sekali apa yang Yuan rasakan, bosan karena tidak bisa bertemu teman-teman, stress karena harus belajar di rumah bersama Mamanya sangat enggak asyik kalau dibanding sama Bu Guru, tidak bisa sembarangan sepedaan lagi, enggak boleh ini, enggak boleh itu. Bagi anak kecil yang memang sedang aktif eksplorasi dan belajar, aturan untuk tetap di rumah jelas menyiksa. Apalagi Yuan sudah memiliki ekspektasi Ramadhan yang super happy tahun ini. Namun, takdir Allah memang berkata lain.
Ketika tangisnya makin mereda, saya pun memeluknya, erat. Tangis Yuan entah kenapa jadi keras lagi setelah saya peluk, hahaha. Tak apa, saya ibunya, saya tempatnya untuk berkeluh kesah. Saya hanya diam, terus menerus membelai punggungnya, menanti dia tenang dan siap membahas apa yang harus kami lakukan agar Ramadhan tetap menarik dan seru baginya.
RAMADHAN DI MASA PANDEMI : RAMADHAN DALAM HENING
Virus Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan, Cina. Sejak saat itu, saya cukup rutin memantau perkembangan kasus ini. Saya mencari tahu, bagian tubuh mana yang diserang oleh virus tersebut. Begitu tahu kalau Covid-19 menyerang pernafasan, saya langsung siaga satu. Bagaimanapun, si abang punya asma dan pernah mengalami pneumonia. Saya khawatir, dia menjadi pihak yang amat rentan terhadap virus ini.
Pada bulan Maret pemerintah telah mengeluarkan himbauan untuk melakukan physical distancing atau menjaga jarak dengan tetap di rumah saja. Sekolah dan kantor diliburkan. Bekerja dari rumah, belajar dari rumah, beribadah dari rumah, dan tentu saja belanja dari rumah. (Yang terakhir adalah kegiatan favorit saya, wkwk)
Pada bulan-bulan tersebut sebetulnya beberapa perusahaan transportasi sudah mengumumkan kalau tiket lebaran bisa ditukar tanpa potongan sama sekali. Saya membahas ini dengan Yusuf dan kami sepakat untuk menundanya. Kami berdua entah kenapa masih memiliki harapan untuk bisa mudik meski dalam hati kecil kami, kami tahu bahwa itu adalah harapan kosong belaka. Lol
Pada akhirnya, harapan kosong tersebut betul-betul kosong. Mudik dilarang. Perusahaan Kereta Api membatalkan hamper semua perjalanan jarak jauhnya. Ketika banyak orang berbondong-bondong langsung membatalkan tiket mereka saya cuma bisa menatap pilu tiket online yang dulu didapatkan dengan penuh perjuangan.
Baca Juga : Empat Tips Mengajarkan Puasa Pada Anak
Terbayang di benak saya kalau orang tua dan mertua pasti paham kenapa kami tidak bisa ke Jogja lebaran nanti. Mereka paham, mereka tahu, mereka justru menjadi orang pertama yang melarang kami pulang. Bagi mereka, kesehatan keluarga kecil kami inilah yang utama. Saya tersedu ketika ingat bagaimana Papa dan Mama hanya berdua saja di Jogja. Kakak saya di Bandung, adik saya ikut suaminya di Gresik, sedangkan saya sendiri di Tangerang.
Ustadz Salim A.Fillah dalam salah satu postingannya di Instagram menuliskan bahwa Ramadhan 1441 H adalah Ramadhan dalam hening. Tak ada yang bisa dipamerkan dari semua ibadah kita. Malam-malam yang akan kita hidupkan dengan tarawih, tilawah, dan sujud-sujud memohon ampunan akan kita lukan di rumah masing-masing.
Ramadhan kali ini, tak akan ada jadwal buka bersama dengan tetangga, teman, ataupun sahabat. Ramadhan kali ini, tak akan ada kumpul keluarga besar. Ramadhan kali ini, tak ada berpelukan dengan Papa Mama serta saudara-saudara sepuh lainnya. Tak ada jabat tangan, tak ada sungkeman.
Ya Allah, sesederhana apapun saya mencoba menahan, rasa sedih saat menuliskan kenyataan bahwa Ramadhan ini berbeda tetap saja ada.
TIDAK ADA YANG LEBIH PENTING DARI SILATURAHMI
Yak sudah cukup galau-galaunya ya teman-teman, karena (lagi-lagi) seperti kata Ustadz Salim,
“Ramadhan boleh hening di luar sana, tapi harus tetap semarak dalam hati kita, dan bergelora bagi semangat ibadah kita.”
Jujur, saya sempat down dengan keadaan ini. Tapi makin kesini, setiap kali mau mengeluh saya merasa malu. Bagaimana mungkin saya mau bersedih ketika masih memiliki tempat untuk bernaung, uang untuk membeli makanan, dan keluarga untuk disapa.
Ya, keluarga saya masih ada, dan mereka semua sehat. Meski rasanya berat menerima kenyataan bahwa kami harus batal mudik, setidaknya kami masih bisa silaturahmi dengan orang tua, mertua, kakak, adik, ipar-ipar serta keponakan-keponakan tercinta.
Kalau dulu, ketika mudik saya memasak sahur dan menyiapkan makanan berbuka bersama Mama dan Mertua, kali ini saya bersyukur karena pada saat sahur mereka berdua begitu rajin menelepon saya. Telponnya Cuma sebentar sih memang, sekedar memastikan kalau saya dan suami sudah bangun, haha.
Tidak hanya bersama keluarga, urusan sekolah pun Alhamdulillah masih bisa dilakukan secara online. Pagi ini anak saya mencoba fitur telepon bersama 4 orang sekaligus. Dengan menggunakan handphone, dia bisa kembali mengobrol bersama teman-teman dan gurunya. Sangat heboh tentu saja, belajarnya apa, yang diobrolin apa. Hihi.
Kemarin, saya mendapatkan kabar yang membuat saya agak blingsatan. Ada satu tetangga di dekat rumah saya di Jogja yang dijemput oleh Ambulance karena positif Covid-19. Rumah si tetangga ini beda RT, tapi jaraknya cukup dekat dengan rumah saya, tentu saja saya deg-degan. Saya punya orang tua yang sudah berumur dan mereka hanya berdua di rumah. Bila sampai terjadi sesuatu, saya dan saudara-saudara yang berada di luar Jogja tidak bisa langsung datang.
Saya pun langsung menelpon kakak dan adik saya lalu sepakat untuk membelikan semua kebutuhan Papa dan Mama di Jogja via online. Agar mereka berdua semakin meminimalisir agenda keluar rumah. Kami memesan suplemen untuk mereka melalui aplikasi.
Sebagai tambahan untuk membuat hati kami tenang, saya menghubungi tetangga terdekat kanan dan kiri rumah di Jogja. Saya meminta mereka untuk memberikan update kondisi di sana dan memastikan bahwa Papa Mama baik-baik saja. Saya tahu sekali bagaimana sifat orang tua saya, mereka tidak mau membuat kami, anak-anaknya ini khawatir. Makannya kalau ada sesuatu yang meresahkan mereka tidak memberi tahu kami. Huhuhu.
Alhamdulillah, betul-betul bersyukur meski dari rumah kami masih tetap bisa bersilaturahmi ke tetangga di Jogja, dan keluarga. Hubungan kami tidak putus, yang ada justru bertambah erat. Entah, sejak Covid-19 ini muncul, saya dan keluarga justru semakin sering memberi kabar dan memastikan kalau kami semua baik-baik saja.
Makannya, saya lega sekali karena IM3 Ooredoo amat memahami hal ini. Terbukti, di saat seperti ini mereka punya paket yang sangat pas banget untuk kita yaitu PAKET FREEDOM KUOTA HARIAN.
APA ITU PAKET FREEDOM KUOTA HARIAN?
Paket Freedom Kuota Harian adalah Paket terbaru yang diluncurkan oleh IM3 Ooredoo, dengan harga terjangkau yang dapat digunakan untuk internetan 24 jam (di semua jaringan) dengan benefit kuota utama 1GB per hari.
Paket ini memiliki berbagai macam keunggulan seperti : dilengkapi fitur pulsa save, internetan nyaman dan pulsa tetap aman meski kuota utama telah habis digunakan
Bagaimana cara mengaktifkannya? Mudah sekali. Paket dapat diaktifkan melalui *123# atau melalui aplikasi myIM3 yang ada di Handphone kita. Perpanjangan paket otomatis berlaku selama pulsa mencukupi
Fyi aja nih genks, IM3 Ooredoo juga akan mendonasikan Rp2000 untuk membantu menanggulangi Covid-19 dari setiap pembelian paket Freedom Kuota Harian. Keren banget!
Sehari dapat 1 GB itu artinya kita bisa :
- Video call saat bukber online bareng saudara, teman
- Video call orangtua 3x sehari untuk mengabari karena tidak bisa mudik
- Kirim pesan silaturahmi/e-card via chat/social media kepada kerabat
- Ikut kajian atau meet up komunitas secara “online”
- Mendukung kolaborasi, “work from home” atau aktivitas internetan lainnya selama Ramadhan
IM3 OOREDOO MENEBAR HARAPAN & SEMANGAT LEWAT LAGU “RAMAI SEPI BERSAMA”
Siapa yang sudah mendengar dan melihat iklan terbaru IM3 Ooredoo dengan anthem “RAMAI SEPI BERSAMA” di televisi atau Youtube? Kalau saya, saya auto mendekat ke Televisi setiap iklan ini hadir. Lagu dan video klipnya sangat related dengan kondisi saat ini. Penggambarannya sempurna.
Penting untuk diketahui kalau untuk pertama kalinya, seluruh proses pembuatan iklan IM3 Ooredoo ini dibuat dari rumah (talent maupun kru produksi). Remote untuk mematuhi aturan physical distancing. Hanya mengandalkan kuota dan koneksi untuk berkomunikasi lewat platform chat, video call, dan email selama proses produksi.
Meskipun begitu, hasil karya kolaborasi 4 musisi: Baskara Putra (Hindia), Kunto Aji, Yura Yunita dan juga Sal Priadi ini jauh dari kaleng-kaleng. Bagus banget, parah! Hal ini menunjukkan bahwa yang terjadi saat ini tidak menghalangi kita bekerja sama. Kita tetap bisa menciptakan karya positif meskipun sama-sama di rumah saja.
Nah, terima kasih banyak IM3 Ooredoo telah menghadirkan paket FREEDOM KUOTA HARIAN. Terima kasih karena memahami bahwa setiap orang perlu menjaga #SilaturahmiSetiapHari dengan orang-orang tersayang serta mendukung aktivitas internet harian yang dijalani.
Yuk, mari menikmati Ramadhan yang berbeda dengan tetap bahagia
2 Komentar. Leave new
Untuk saat ini, salat trawih juga di rumah.
Lebaran tahun ini juga tidak bisa pulang.
Silaturahmi lewat jarak jauh, via video call
Jaman sudah canggihnya.
Memang kondisi yg sangat tidak biasaaaa..
Sedihh karena moment yg banyak oeang hanya bisa melakukam sekali harus berhenti dulu tahun ini..
Euforia kumpul keluarga besar udaaah berubah sedih faktanya..
Tp alhamdulillah tatap muka via layaaar sangat mudaaah, banyaaak fasilitasnya…
Tp harus banyak bersyukur pulaa, bisa kumpul keluarga inti dgn intens..jauuuh lebih dekaaat..
BISMILLAH..tetap bahagiaaa 🤩🤩🤩🤩
Kangeen abang Yuuu..