Kelar nonton tetiba ngerasa gatel banget pengen noyor bathuk-nya Noah Baumbach sambil bilang, “Harusnya tuh film berjudul Divorced Story, bukan Marriage Story, maliih!”
– Madam A –
Akhirnya saya nonton!
Setelah beberapa waktu yang lalu iseng buka Facebook dari browser (iya, saya uninstall Facebook dari hape) dan membaca review sebuah Film berjudul Marriage Story dari seorang teman. Teman yang saya maksud ini sudah menikah bertahun-tahun dan lumayan expert dalam pengasuhan, beliau penulis juga.
Nah, beliau ini beberapa kali mengulas film, tapi saya B aja, enggak begitu tertarik ikutan nonton. Tapi begitu membaca ulasan film ini, rasanya kok guatel pengen ikut mantengin. Lihat-lihat di Rotten Tomatoes juga ratingnya tinggi. Makin penasaranlah saya, apakah benar film ini sebagus yang rangorang sejagad bilang?
Sebelumnya, saya perlu jujur kalau saya tuh orangnya kudet dan gaptek. Enggak ngerti masalah perfilman dan perdrakoran. Lha wong pas kapan ada yang ribut masalah BTS saja saya mikir, ngapain sih anak gadis ngributin tiang listrik, eh tiang internet? Hadeeh.
Alhamdulillah, ternyata ketidaktahuan ini dianggap wajar sama temen-temen. Terutama mereka yang senasib sepenanggungan karena harus mengalah saat tivi dipakai untuk nonton Tayo, Poli, dan Lupin Ranger. Bahkan, ada teman lain yang ngirimin aplikasi indoxx1. Ada juga yang ngasih link untuk nonton langsung Marriage Story di web lain. Huhuhu baik-baik banget mereka, seneng akutu.
TENTANG FILM MARRIAGE STORY

- Genre : Drama
- Durasi : 136 menit
- Penulis dan Pengarah : Noah Baumbach
- Pemain
- ; Scarlett Johanson, Adam Driver, Alan Alda, dll
- Studio : Netflix
Cerita dibuka dengan narasi dari Nicole (Scralett Johanson) dan Charlie (Adam Driver) yang menceritakan tentang kelebihan pasangan mereka. Pada akhir narasi tersebut, mereka menyebutkan hal yang sama : He is very competitive/She is very competitive.
Penonton, yang dalam tiga menit pertama merasa bahwa Nicole-Charlie barangkali adalah pasangan romantis pun tertipu. Ternyata mereka berdua sedang duduk, di kursi yang terpisah, di depan seorang konselor pernikahan. Karena mereka berdua berencana untuk bercerai.
Sebelum melakukan pertemuan, si konselor meminta keduanya untuk menuliskan kebaikan pasangan masing-masing dan meminta mereka untuk membacakannya di dalam ruangan tersebut. Sayang rencana tersebut gagal, Nicole dengan lantang berkata bahwa dia sesungguhnya tidak suka dengan apa yang dia tulis. Dan dia menolak untuk membacanya. Jadi, kedua narasi di awal film tuh cuma disimpan rapat oleh masing-masing.
Pertemuan tersebut tidak berjalan baik, namun Nicole dan Charlie tetap pulang bersama ke rumah di mana putra mereka bernama Henry tinggal. Saat bertemu dengan pengasuh Henry, keduanya bersikap seolah mereka baik-baik saja. Namun ketika si pengasuh pulang, senyum menghilang dari pasangan suami istri tersebut. Nicole memilih tidur bersama Henry, sedangkan Charlie rebahan di luar.
Selanjutnya penonton dibawa untuk mengetahui tentang kehidupan sehari-hari pasangan ini. Nicole adalah seorang artis dari teater yang dimiliki oleh Charlie. Semua pekerja tentu tahu tentang apa yang terjadi antara keduanya. Jelas itu mah, mereka khawatir dengan nasib mereka kalau teater tempat mereka bekerja bubar. Sampai di sini penonton masih meraba-raba alasan kenapa mereka berdua mau bercerai.
Nicole akhirnya pergi dari New York ke LA (Los Angeles) dan mencoba memulai hidup baru di sana, berdua bersama Henry. Keputusan ini diambil karena dia mendapatkan tawaran pekerjaan menjadi artis. Oh iya, Nicole sebelumnya memang artis yang cukup terkenal. Tapi setelah menikah, dia memutuskan untuk mengikuti Charlie saja ke New York.
Di LA inilah dia mendapat masukan dari temannya untuk bertemu dengan Nora Fanshaw (Laura Dern), seorang pengacara yang mengurusi masalah perceraian. Nicole pun lalu pergi bertemu dengan Nora, yang tidak hanya bersikap sebagai pengacara, tapi juga memposisikan diri menjadi teman. Nora mendengar keluh kesah Nicole, bahkan memeluknya.
Saat itulah saya mulai mengetahui permasalahan utama pasangan ini. Nicole merasa bahwa dia sudah berkorban banyak, dan dia kehilangan dirinya sendiri selama menikah. Nicole merasa bahwa Charlie tidak memandangnya setara, sebagai istri. Nicole merasa bahwa Charlie tidak menganggap bahwa perasaan dan keinginannya penting. Selama menikah, Nicole merasa bahwa kehidupannya hanya berisi tentang Charlie dan teaternya. Intinya, Charlie itu f*ck*ng selfish husband lah.
Saya sebetulnya enggak begitu paham dengan hukum pernikahan di Amrik, tapi habis pertemuan itu, Nicole membuat surat gugatan perceraian. Saat-saat penyerahan surat gugatan ini aja drama banget. Nicole merasa sulit dan takut karena sebelumnya mereka berniat untuk cerai baik-baik. Tapi ya niat itu enggak kesampaian. Jebul si Charlie masih berpikir kalau Nicole bakal kembali sama dia dan pulang ke New York.
Charlie, tentu saja merasa kaget. Prasangkanya salah total. Ternyata Nicole serius minta pisah. Dia pun kalang kabut mencari pengacara perceraian yang bisa mewakilinya. Bertemulah dia dengan Bert Spitz (Alan Alda), pengacara yang sudah pernah bercerai sampai 4x. Bert sangat kebapakan, dia memandang kasus Charlie sebagai permasalahan yang melibatkan hati manusia.
Selama proses perceraian berjalan, penonton melihat bagaimana kehidupan Henry. Saya gemes dan rasanya pengen mewek justru saat menyaksikan Henry yang terjepit diantara kedua orang tuanya yang hendak bercerai. Potek-potek wis atiku masya Allah.
Pertempuran antara Nicole dan Charlie pun tak terelakkan. Mereka yang awalnya berniat cerai baik-baik pun akhirnya terpancing untuk berebut kemenangan. Agak kesel juga ngelihat bagaimana para pengacara saling mengompori klien mereka. Bertz sebetulnya pengacara yang baik, saya ingat sekali salah satu kata-katanya dia,
“Tidak masalah siapapun yang menang. Entah itu kau atau Nicole. Selama itu yang terbaik untuk anak kalian, maka kalian berdua sama-sama menang.”

Aslinya, pasangan yang hendak bercerai tersebut sudah hampir menemukan kesepakatan. Tapi Charlie tiba-tiba mengganti Bertz dengan pengacara lain, yaitu Jay (Ray Liotta). Jay ini lawan tanding yang cukup berat karena selalu mengincar kemenangan.
Di titik inilah kisah mereka semakin seru. Masalah demi masalah akhirnya terkuak, termasuk tentang perselingkuhan Charlie dengan salah satu pegawai di teater mereka.
Jadi, siapakah yang akhirnya menang? Apakah mereka jadi bercerai? Kepada siapa hak asuh Henry jatuh? Supaya tahu jawabannya, bisa nonton sendiri film ini di Netflix atau DM instagram saya untuk minta linknya. Wkwkwkwk.
HAL-HAL YANG BISA DICATAT DARI FILM MARRIAGE STORY
Alhamdulillah, saya enggak nangis mbleber saat nonton film ini. Saya malah ngerasa kalau film Marriage Story sangat relatable dengan tulisan saya sebelumnya, yaitu lima pertanyaan yang perlu diajukan ke pasangan sebelum menikah.
Saya juga mencatat beberapa hikmah (duileee hikmaaahhh!) yang bisa diambil supaya kejadian dalam film Marriage Story enggak kejadian di dunia nyata. Cekidot!
Menikahlah tapi jangan sampai kehilangan jati dirimu!
Cerita tentang Nicole dan Charlie sangat umum ditemui di mana-mana. Seseorang yang menikah karena awalnya saling cinta namun dalam perjalanannya salah satu pihak merasa kehilangan dirinya sendiri.
Dalam film saya melihat bagaimana dominannya Charlie mengatur hidup Nicole. Dia membuat catatan untuk setiap aksi panggung Nicole, bahkan sampai mengatur gaya rambut dan warna rambut Nicole. Pokoknya pernikahan mereka kebanyakan diisi oleh kepentingan Charlie dan teaternya.
Nicole merasa dirinya kecil dan tak berharga. Perasaan ini sebetulnya sudah dia rasakan cukup lama, cuma ya dipendam aja. Sampai akhirnya kekecewaan demi kekecewaan yang Nicole rasakan memuncak dan meledak.
“Jadi, kalau Nicole meminta sesuatu kau akan menganggapnya sebuah diskusi. Sedangkan kalau kau yang menginginkan sesuatu, maka itu adalah sebuah keputusan.” begitu kata Nora Fanshaw kepada Charlie saat mereka bertemu sambil membawa pengacara masing-masing.
Setelah memutuskan untuk berpisah, saya melihat bagaimana Nicole secara perlahan-lahan kembali menemukan dirinya sendiri. Dia kembali bermain film, memotong dan mewarnai rambut sesuai kehendaknya, serta memilih kostum kesukaannya saat Hallowen. Nicole terlihat lebih bahagia meski dia babak belur patah hati harus berpisah dengan Charlie.

Komunikasi dalam pernikahan adalah koentji
Banyak banget pernikahan palsu. Kalau di tempat umum, di depan orang lain terlihat baik-baik saja tapi begitu sampai rumah dan hanya ada mereka…
Saling pandang aja ogah, wew.
Selama hampir delapan tahun menikah saya pernah jatuh bangun membangun bonding dengan Yusuf dan akhirnya kami memahami kalau permasalahan utama kami adalah komunikasi.
Istri tidak tahu bagaimana harus bicara, suami tidak tahu bagaimana harus menanggapi. Keduanya tidak tahu bagaimana cara menjadi pendengar yang baik.
– Madam a –
Buruknya komunikasi membuat hubungan saya dan Yusuf jadi mendingin, atau malah bertengkar melulu. Saya merasa bahwa dia tidak memahami, dan dia merasa kalau saya tidak mau mengerti.
Seperti yang sudah digambarkan oleh film Marriage Story dengan sangat apik, komunikasi yang blangsak membuat cinta jadi enggak ada artinya. Baik Nicole maupun Charlie terus menerus merasa lelah dengan hubungan di antara mereka, sampai akhirnya mereka pun menyerah.
Siapa pun yang bertengkar, siapa pun yang menang, anak yang jadi korban
Saya melihat hidupnya Henry masih tergolong enak sih janjane. Memang orang tuanya berseteru, tapi setidaknya baik Nicole maupun Charlie masih cukup dewasa untuk tidak memperlihatkan pertikaian mereka di depan anak.
Pada sebuah sesi parenting yang pernah saya ikuti disebutkan bahwa seorang anak merasa insecure saat melihat ayah ibunya bertengkar. Dan itu benar. Saya selalu ingin kabur karena ketakutan ketika kecil dulu melihat papa dan mama ribut.
Henry tampak mengerti kalau kedua orangtuanya tidak lagi cocok bersama. Meski demikian, kedua orangtuanya sangat sayang padanya. Meski saya harus jujur kalau Nicole -lah yang terlihat sangat tulus mencintai Henry.
Sangat berbeda dengan Charlie.
Charlie sayang pada Henry, tapi ada saat-saat di mana dia menggunakan Henry sebagai alat. Keegoisan Charlie juga tersirat saat mereka sedang membeli mainan. Henry ingin pistol-pistolan tapi Charlie justru memilihkan Scrabble.
Meski demikian, saya juga harus mengakui kalau semakin ke sini, Charlie ternyata enggak egois-egois amat. Dia enggak punya banyak uang, tapi dia menyewa rumah di LA demi mendapat custody Henry. Dia juga masih mau untuk bolak-balik New York-LA supaya tetap punya waktu sama Henry. Padahal Charlie punya proyek besar di New York.
Bagaimanapun, Charlie sadar kalau dirinya bukan orang tua yang baik saat ada pengawas datang untuk menyaksikan keduanya makan malam. Tapi namanya anak, tetep kan jatuhnya sayang sama orang tua?
Perceraian tak selalu buruk, berpisah kadang adalah hal yang terbaik
Allah memang tidak suka perceraian, tapi hukum asal perceraian sendiri adalah Mubah alias boleh. Perceraian adalah jalan keluar terakhir apabila hubungan antara suami istri sudah tidak bisa dipertahankan. Terutama bila salah satu pihak terus menerus menyakiti pihak yang lain baik secara verbal maupun fisik.
Saya sendiri melihat bagaimana ending dari film Marriage Story membuat Charlie menyadari kesalahan-kesalahannya sebagai suami dan ayah. Meski keduanya terluka parah karena harus berpisah, setidaknya kehidupan terus berjalan dan mereka tetap berusaha untuk tetap berkomunikasi dengan baik demi Henry.
High Five untuk Noah Baumbach yang sukses membuat penonton menyaksikan bagaimana Charlie dituntun untuk melihat kesalahan-kesalahannya di masa lampau. Salut juga sama Nicole yang betul-betul bersikap dewasa dengan menunjukkan kesalahan, bukan menyalahkan.
Iya, ada perbedaan mendasar antara menunjukkan apa yang salah dengan menyalahkan. Dan saya harus mengakui kalau saya dan suami masih sering terjebak melakukan kesalahan di bagian ini, huhu. Tapi setidaknya kami berdua masih mau memperbaikinya meski harus memanggil psikolog seperti yang pernah saya tulis di : When Love Hurt Your Heart.
REVIEW FILM SECARA KESELURUHAN
Film dengan skrip yang bagus dan pemain-pemain yang berkualitas. Sederhana, tapi menyentuh. Ini beneran, adegan selingkuh aja enggak dikasih liat cuma diobrolin.
Durasinya dua jam tapi enggak kerasa, hahaha. Menikmati banget alur cerita Nicole-Charlie. Noah Baumbach juga sukses membuat saya merubah saya yang awalnya enggak suka sama Charlie jadi ‘lumayan suka’.
Banyak hal yang membuat saya jadi mulai memahami sosok si Charlie ini. Charlie memiliki latar belakang yang berbeda dengan Nicole. Dalam film disebutkan kalau dia enggak dekat dengan orang tuanya, bahkan ayahnya adalah alkoholik. Charlie hanya memiliki dirinya sendiri dan teaternya. Itulah sebab dia selalu menomorsatukan si teater.
Nicole sebaliknya, dia punya ibu dan saudara perempuan dan dia dekat dengan keduanya. Makannya dia meminta Charlie untuk sesekali ke LA tapi sayang Charlie enggak mau.
Selesai menonton saya jadi banyak merenung. Menikah tidak harus selalu membuat kita harus berdua melulu sama suami, atau dikintilin terus-terusan sama anak. It’s ok for having a little time and part of yourself.
Menjadi istri dan ibu tidak harus membuat saya kehilangan hobi dan minat. Saya sendiri suka menulis, suka membaca dan saya berusaha agar tetap bisa melakukan kedua hal itu disela-sela kesibukan di rumah mengurus ini itu. Dengan dukungan dari suami tentunya.
Sebaliknya, menjadi suami dan ayah tidak harus membuat Yusuf kehilangan hobinya main futsal. Monmaap, kalau game saya enggak akan kasih waktu. Main Xbox di rumah sebetulnya ngebetein, tapi ya karena mainnya berdua sama anak bolehlah.
Memang setelah menikah dan punya anak-anak, begitu banyak hal yang harus ditoleransi. Mimpi-mimpi dan keinginan terpaksa ditahan sebagian. Tapi kalau dikomunikasikan dengan baik bersama pasangan, banyak hal-hal yang sebenernya aku banget masih bisa dilakukan.
Dalam Islam suami adalah pemimpin, dan perintah suami selama tidak melanggar hal-hal yang dilanggar agama wajib ditaati. Tapi suami juga perlu tahu kalau sebaik-baik suami adalah yang membahagiakan istrinya.
Membahagiakan di sini berarti banyak, salah satunya adalah menjadi pemberi ruang yang baik. Istri butuh diakui keberadaannya dalam pernikahan dengan cara-cara simpel seperti didengar pendapatnya, diberi pilihan, serta diberi kesempatan untuk terus berkembang.
Makannya, saya suka sebel kok selama menikah cuma saya aja yang tambah gendut, sedangkan suami nggak berkembang blas, segitu terus bodynya, wkwkwk.
Makannya juga saya menulis judul kalau cinta saja enggak cukup. Cinta tuh bisa tergerus kalau enggak dipupuk. Menikah tuh justru membuat tugas merawat cinta makin berat. Masalah makin banyak, kalau keduanya egois-egoisan ya bisa dijamin ambyar.
Anyway, gara-gara film marriage story saya juga tahu kalau perceraian itu melelahkan banget, fisik maupun mental. Gila itu pengacara-pengacaranya kayak ikan hiu yang enggak segan membantai lawan. Semua borok-borok dalam pernikahan dikeluarin semua.
Udah gitu tiap pengacara sama, tarifnya 10.000$ belum termasuk 450$ per jam diluar kesepakatan. Bangkrut mendadak kisanak! Mahal banget! Enggak heran orang-orang di sana lebih milih kumpul kebo dibanding menikah yak.
Nah, segitu aja review dari saya. Temen-temen ada yang udah ikutan nonton juga? Atau jadi tertarik nonton gara-gara review saya? Sok atuh nonton. Nggak nyesel wis.
Sampai ketemu di tulisan yang lain ya, kiss kiss!
*review ini ditulis di Starbucks Bintaro Plaza pada hari minggu ketika saya mendapatkan kesempatan untuk me time sejenak dari segala urusan rumah tangga*
27 Komentar. Leave new
Godaannya gak nahan. Jadi pengen nonton juga film marriage story ini juga mbak. Bener banget mbak komunikasi dengan pasangan sangat perlu, karena kalau udah ada miss bisa kacau akhirnya dan anaklah yang jadi korban utama.
Maap maap yak.
Saya baca review film-nya tapi kenapa fokus saya tersedot soal kembang mengembang-nya yak?
Sama bangettt.
Badan saya doang yang mengembang, badan dia tetep segitu aja dari dulu. Wkwkwk…
Karena dia udah mengembang duluan dari sebelum nikah, sih.
Saya juga ga gitu tahu kalau masalah K-Pop biasanya suami lebih tahu karena teman kantornya pada KPopers tapi kalau Drakor masih lumayan ikutin.
Marriage story ini lebih kepada memberi kita pembelajaran tentang perniakahn dan memahami pasangan ya nurut saya.
Beughh nih pilem related bgt dgn pasutri urban jaman now.
Yap, emang begitulaaahhh kapal bernama pernikahan
adaaaa aja tantangannya ya
kata teman-teman yang nonton, film ini bagus banget. Fix, mau nonton banget.
Saya bagikan tautan artikel ini ke ponakan yang lagi ada badai di rumah tangganya. Sedang menjalani masa krisis dalam perkawinan yang sudah 3 tahun lebih.
Bagus juga Mbak Ajeng memaparkan secara jujur dan apa adanya. Gak menggurui pembaca dengan sesuatu sok idealis dan perbandingan dengan hidupnya yang manis karena tidak semua orang alami hal manis melulu dalam tahun-tahun perkawinannya.
Saya belum nonton filmnya. Setidaknya bisa belajar dari ulasan film ini, bahwa masalah yang saya alami juga hal yang bisa dialami pasangan lain.
Semoga saja kita bisa tetap harmonis dengan suami meski harus alami hal krisis.
Menontonnya bikin kita berpikir kritis, apakah kita bisa belajar memahami pasangan dengan mengikis sifat egois.
Krisis dan kritis itu beda.
Selalu ada masa krisis dalam hidup kita, yang penting kita bisa bersikap kritis untuk mengevaluasi diri sendiri dan mengomunikasikannya kepada pasangan.
Duh, filmnya keren banget yang banyak pelajaran yang bisa diambil.
kadang orang menikah suka berubah jati dirinya. itu yang aku rasakan pada adik2ku. untungnya menjadi lebih baik.
Thank artikelnya, sangat edukasi sekali.
Aku nonton film ini sampai kepikiran melulu. Related banget soalnya ya sama kehidupan kita. Memang benar banget cinta aja nggak cukup dalam menjalani sebuah pernikahan. Penting banget juga membuat pasangan merasa bahagia dengan pernikahannya
ah bener banget, komunikasi adalag koentji!
Rasanya banyak ketampol kalau nonton film ini.. Banyak pembelajaran yg related dama kehidupan kita
Wah, saya harus nonton ini, ceritanya menarik apalagi pemeran pria nya Ben Solo yang main di Star Wars’ 😍 thanks mbak rekomendasinya, hari ini aku mau langsung nonton 😂
Saya masih belum kesampaian nonton film ini, Mba. Masih dalam rencana. Walau baca reviewnya cukup mengundang untuk segera sempatkan diri menontonnya, tapi, belum berjodoh nih kayaknya dengan film ini. Etapi, membaca reviewnya di sini, jadi tertarik lagi, deh saya! Haha.
Ternyata kultur negara Barat juga menjebak istri untuk semonggo dawuh ya
Kalo timur kan udah biasa
Justru kalo lelaki mau menganggap Istrinya sederajat akan diacungi jempol
Wah…ada lagi nih artikel review film. Kayaknya liburan ini diisi dengan nonton aja apa ya? Apalagi film tentang marriage sih cerita klasik, selalu menarik, karena kejadian sehari-hari.
Duh, filmnya keren banget yang banyak pelajaran yang bisa diambil.
kadang orang menikah suka berubah jati dirinya. itu yang aku rasakan pada adik2ku. untungnya menjadi lebih baik.
Thank artikelnya, sangat edukasi sekali.
komen aku kok loncat2 gitu ya…
hahaha, jadi bingung
Aku merasa seperti sudah menonton film ini lho hanya dengan membacamu bercerita, hahaha … Nyeritain tertulis aja seru banget, piye jal kalau secara lisan terus ditambah ekspresi yang gimana gitu. Pasti lebih heboh lagi.
Sebagai perempuan yang pernah mengalami proses sidang perceraian, betuuul melelahkan banget. Segitu aku nggak pakai jasa pengacara, ya. Diundang untuk hadir ya hadir, diundang untuk tandatangan ya tandatangan.
Tapi setelahnya lega. Memang kok, kadang perceraian bisa jadi jalan terbaik.
Kalo udah nonton film yabg temanya pernikahan emang bikin kesel kadang mba Ajeng. Hihihi
Bagi saya, ketika memutuskan menikah saya harus melebur jari diri saya bersama suami.
Ketika suami maunya saya di rumah saja, ya udah saya nurut.
Tinggal bagaimana dikondisikan bahwa saya ini kuat mental apa gak kalo harus di rumah saja tanpa punya wadah untuk mengembangkan diri.
Memang koentji nya adalah komunikasi.
Setuju..
Menikah memabg tak hanya butuh cinta…
Apalagi di era skrg..
Kesiapan ekonomi dan psikologi juga harus matang
Aku jd pengen nonton mba. Rada mirip sama sikonku nih sebagai single parent. Perpisahan pastinya jadi jalan terakhir mba, walopun berat tapi kalo memang jalan terbaik ya mau gimana. Toh kita pun ga pernah tau apa yang terjadi dlm pernikahan orang ya.
Film ini kyknya berkesan banget ya mbak sampai dibikin reviewnya hehe. Nulsinya pas me time sambil ngopi pula 😀
AKu blm nonton tapi baca beberapa review kok ya aku setuju aja mereka cerai kalau emang gak bahagia hidup bersama. Tapi kok ya seringnya msh cinta kalau ketemu lagi haha 😀
berdebar-debar baca kisah Nicole dan Charlie ini, aku jadi penasaran dengan filmnya.. Jadi pengen mengetahui lebih dalam bagaimana berkeluarga dengan mencapai kebahagiaan dengan pasangan.
Ulasannya menarik sekali Mbak. Bikin saya tertarik pengen nonton film ini juga. Apalagi ada banyak pesan moral juga yang bisa dipetik dari film Marriage Story ini. Penasaran juga sama endingnya apa rumah tangga Nicole dan Charlie bisa diselamatkan atau tidak?
Banyak banget teman saya yang merekomendasikan film ini. Kayaknya emang bagus sih yaa.. Kapan-kapan nonton ah pas lowong atau pas me time gitu.
Duh, filmnya keren banget yang banyak pelajaran yang bisa diambil.
kadang orang menikah suka berubah jati dirinya. itu yang aku rasakan pada adik2ku. untungnya menjadi lebih baik.
Thank artikelnya, sangat edukasi sekali.
Aku suka banget film drama keluarga seperti ini, especially yang membahas masalah hubungan dalam rumah tangga pasangan suami istri. Dari film pun kita bisa mengambil banyak hikmah, bagaimana seharusnya agar rumah tanggal berjalan dengan baik dan bisa mencapai kebahagiaan
Duh, filmnya keren banget yang banyak pelajaran yang bisa diambil.
kadang orang menikah suka berubah jati dirinya. itu yang aku rasakan pada adik2ku. untungnya menjadi lebih baik.
Thank artikelnya, sangat edukasi sekali.
Ulasannya keren, jadi penasaran pengen nonton
[…] enggak ngikutin. Cupu akutu sumpah. Kalau bisa dihindari, mending aku jauh-jauh deh dari tayangan bergenre perselingkuhan dan poligami. Buatku, niat nonton drama tuh untuk cari hiburan, bukan meracuni pikiran. Tapi itu […]