
Pernah enggak berada di dalam posisi menjadi pihak yang dimusuhi anak sendiri? Semua perkataan kita dilawan. Semua permintaan kita ditolak. Semua peraturan yang kita buat dijawab dengan pemberontakan. Setiap hari yang ada cuma marah-marah dan rasa benci.
Saya dulu pernah menjadi anak yang rasanya benci sekali kepada orangtua. Belasan tahun kemudian saat menikah dan hamil, saya berjanji akan berusaha menjadi orangtua yang baik dan tidak akan membiarkan anak-anak yang saya lahirkan mengalaminya. Namun janji tinggalah janji, saya justru melakukan kesalahan yang sama persis seperti orang tua saya dulu.
Yuan, anak sulung saya yang manis dan baik hati berubah menjadi begitu keras dan pemarah sejak adik keduanya lahir. Saat itu usianya masih belum genap 5 tahun. Masih piyik sebetulnya, masih anak kecil banget. Tapi karena kondisi saya yang memang kewalahan harus mengurus bayi dan balita, saya pun jadi memaksanya untuk mandiri.
Setiap kali dia meminta untuk ditemani untuk bermain, saya menolak dengan alasan capek atau harus menyusui. Begitu juga ketika dia bercerita tentang kesehariannya, terkadang saya tak betul-betul mendengar. Pernah dia merasa lapar dan ingin dibuatkan mie instan, tapi saya justru meminta mbak pengasuh yang membuatkan. Padahal dia maunya buatan saya. Alhasil saat mie sudah jadi, dia menolak makan dan ngeloyor ke kamar. Kecewa karena penolakan saya.
Tidak hanya itu, saya pun sering marah-marah ke dia. Segala kesalahan kecil yang dia lakukan saya besar-besarkan. Seperti ketika ada minum tumpah, atau mainan yang berantakan. Pokoknya Yuan menjadi tempat untuk meluapkan segala kesalahan, meski sebetulnya dia enggak salah.
Sejak itu sikapnya berubah drastis. Yuan jadi tidak betah di rumah dan lebih memilih untuk bermain di luar. Nada suara yang dia gunakan setiap kali bicara dengan saya juga lebih tinggi dibanding ke ayahnya. Begitu juga dengan gestur tubuhnya, seperti tidak nyaman bila saya berada di dekatnya. Selain itu, dia juga terlihat benci ke adik-adiknya.

Saya menyadari, bahwa apa yang terjadi pada Yuan adalah akibat perilaku saya yang keliru. Selama ini saya mungkin bisa memastikan agar dia berada dalam kondisi bersih dan kenyang. Tapi saya enggak aware kalau sesunggunya dia haus kasih sayang. Dia rindu diperhatikan. Dia iri karena sejak ada si bayi, saya hanya fokus pada yang bayi dan balita saja.
Cubitan rasa bersalah dan sesal seketika menyeruak ke permukaan. Ya Allah, apa yang sudah saya lakukan?
Gimana kalau nanti Yuan benar-benar membenci saya dan lebih nyaman sama teman-temannya? Iya kalau teman-temannya baik, kalau teman-temannya ternyata tidak baik? Gimana kalau dia nanti jadi anak yang pemarah dan kurang kasih sayang?
Sungguh, waktu itu pikiran saya terasa penuh. Saya khawatir dengan efek beruntun dari cara asuh saya yang salah.
Saya tidak mau berputus asa. Malam itu, sambil mencium Yuan yang tengah tertidur (karena kalau bangun dia menolak saya cium), saya bertekad untuk menyudahi hal ini. Jembatan kepercayaan dan kasih sayang yang selama ini terbangun diantara kami berdua mungkin sudah terbakar. Dan itu gara-gara saya. Namun, saya akan membangunnya kembali.
Saya tahu, butuh waktu dan usaha keras untuk mengembalikan rasa cinta dan kasih sayang Yuan pada saya. Bismillah, saya yakin saya bisa.
Lebih Banyak Menyentuh Anak
“Untuk hidup, manusia butuh lima pelukan. Minimal.” Saya terus terngiang-ngiang salah satu statement yang disampaikan oleh ibu Safithrie Sutrisno, seorang konselor parenting dan keluarga yang sering saya jadikan acuan.
“Sentuhan sangat penting untuk membangun bonding. Sehabis mandi, coba deh kita taburi anak kita bedak sambil dielus atau dipijat. Itu salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menguatkan bonding juga loh.” pesan beliau lagi, dalam sesi kelas sex education.
Waktu itu beliau sedang menerangkan tentang macam-macam sentuhan. Ada sentuhan mengganggu, sentuhan berbahaya, dan ada juga sentuhan kasih sayang. Orang tua sering lupa kalau sentuhan memiliki efek yang luar biasa dalam membangun keterikatan batin dengan anak.

Menepuk kepala anak, memegang bahu, mengelus punggung adalah contoh gesture sentuhan yang menenangkan. Terlihat sepele, tapi sebetulnya sentuhan tersebut justru membuat anak merasa aman dan berpikir, “Aku dicintai.”
Fiuhh, berat dan malu sekali rasanya untuk mengaku bahwa saya sebagai ibu telah jarang menyentuh anak sendiri. Boro-boro sentuhan kasih sayang, dia masuk ke dalam kamar saja terkadang saya minta untuk langsung keluar. Pantas saja Yuan begitu pemarah, lha wong kantong cintanya kosong melompong.
Baiklah, berbekal pesan-pesan kelas parenting yang pernah diikuti, saya pun menyusun strategi. Rencana saya super simpel : lebih banyak menyentuh Yuan.
***
Esok harinya, saya coba eksekusi agenda yang mungkin bisa menjadi ikhtiar untuk memperbaiki hubungan kami berdua. Ketika waktu mandi tiba, saya serahkan si bayi kepada pengasuh untuk diajak keliling dulu menggunakan stroller supaya saya bisa mendapatkan waktu berdua dengan Yuan.
“Boleh Mama mandiin Abang?” tanya saya kepada Yuan yang terlihat kaget karena alih-alih mbak pengasuh, justru mamanya yang masuk dan menemani di kamar mandi.
Ekspresi wajah anak saya yang sulung itu tampak tidak senang, bibirnya saja mecucu. Tapi saya tidak akan mundur. Dia marah dan itu wajar, selama ini saya sudah mengabaikannya.
“Mama kangen sama Abang, mandi sama Mama ya?” pinta saya lagi, kali ini sedikit memaksa.
Ada jeda cukup lama. Yuan tampak sedang berpikir antara menolak atau menerima. Penantian saya tidak sia-sia, samar-samar terdengar kata boleh keluar darinya. Saya langsung melonjak senang lalu mengajaknya mandi dengan riang gembira.
Di dalam Yuan masih membisu. Sepertinya sih bingung dengan perubahan sikap mamanya yang tiba-tiba ingin mendekat. Biasanya kan diminta menjauh. Huhu. Maafkan Mama ya Nak.
Selesai mandi, saya pun menghanduki dan menuntun dia ke dalam kamar lalu memakaikan celana dalam. Begitu selesai, saya menawari dia untuk menaburkan bedak dan memijatnya.
“Abang mau kan? Tiduran sambil tengkurap di atas kasur ya.” kata saya sambil menepuk-nepuk permukaan kasur dan menyiapkan bantal sandaran kepala.
Yuan memang belum bicara, namun tak urung dia tetap naik ke atas kasur dan memasang posisi tengkurap.
Saya mengambil bedak cussons yang selama ini dipakai untuk adiknya. Dengan sangat perlahan-lahan, saya tabur sedikit bedak tersebut di atas punggungnya, lalu saya usap ke bagian-bagian lain.
Dan saya baper.
Ketika menyentuh dan mengusap, saya merasakan betapa kecil pundak serta punggungnya. Tulang rusuknya tampak menonjol, begitu juga dengan lehernya yang mungil namun jenjang. Tusukan rasa berdosa kembali muncul, anak sekecil ini sudah saya titipkan beban seorang anak dewasa?
Apa yang dapat menghapus kelalaian saya selama ini? Bagaimana saya bisa lupa kalau meski telah menjadi kakak dari dua orang adik, Yuan tetap membutuhkan perhatian dan kasih sayang selayaknya anak kecil berusia lima tahun.
Sambil menahan rasa yang entah, saya meminta Yuan berbalik agar bisa menaburi bedak dan memijat dada serta perutnya. Sambil mengelus, berulang kali saya mengatakan, ” Mama minta maaf ya Bang, Mama sayaanngggg sekali sama Abang.”
Begitu selesai, saya tidak lupa untuk mencium tubuhnya yang lembut dan wangi aroma bedak. Sungguh, nyaman sekali rasanya bisa mencium, membelai, dan memeluk anak sendiri.
Perilaku yang Berubah
Setelah sukses menyingkirkan egoisme orang tua yang ingin enak-enak aja, saya merasakan ada perubahan positif pada Yuan. Program untuk memberikan sentuhan kasih sayang lebih banyak ke Yuan betul-betul berdampak.
Melalui sentuhan seperti ciuman, belaian, elusan, dan pijatan cinta, Yuan menjadi sadar kalau dirinya disayangi, sama persis seperti kedua adiknya. Gara-gara ini, dia kembali menjadi sosok anak yang ceria dan suka tertawa. Uhhh, seneng!
Nah, kalau untuk anak berusia lima tahun saja sentuhan bisa berefek sedahsyat ini, kepikiran enggak dengan bayi? Makhluk mungil yang syaraf-syarafnya masih berjuang untuk saling bersambungan itu bila sering disentuh penuh sayang, kira-kira bakal kayak apa?
The Power of Sentuhan
Adalah Profesor Francis McGlone, Professor of Neuroscience, Liverpool JM University, UK, yang memaparkan temuannya tentang efek sentuhan pada bayi dalam acara virtual Launching Cussons Baby, Selasa 15 Desember 2020.

“Sentuhan yang lembut tidak hanya dapat mempengaruhi perkembangan otak bayi, tetapi juga membantu mendukung sistem kekebalan, mempengaruhi suasana hati, tingkat stress dan banyak manfaat yang lain.” kata beliau.

Saya sangat sepakat dengan pertanyaan beliau. Ajaib memang, meski sulit dipercaya, faktanya kulit dan tangan kita yang digunakan untuk menyentuh ini punya super power. Sentuhan tuh kayak sebuah metode yang digunakan untuk mengalirkan energi kepada pihak yang lain.
Coba deh kita lagi emosi, terus dipegang dan diusap-usap bahunya. Pasti enggak butuh waktu lama emosi menurun dan kita jadi lebih rileks. Emosinya enggak hilang sih, tapi efek meledak-ledaknya bisa diminimalisir karena hati lebih tenang.
Enggak heran bayi yang rewel lalu digendong, dipeluk, dibelai-belai penuh kasih bisa langsung berhenti nangis. Sentuhan sayang jelas memberi rasa aman dan nyaman. Kayak yang terjadi sama Yuan.
Mengembangkan Sistem Imun
Well, jujur baru kali ini saya mendengar langsung ada ahli yang mengatakan “The benefit of the touch is developing immune system.” Wow!
Profesor Francis McGlone mengatakan bahwa statement tersebut muncul dari penelitian yang baru dilakukan. Maafkan ya Prof, karena saya sendiri hanya tahu kalau sistem imun itu berhubungan erat sama pencernaan dan keberadaan bakteri baik. Jebul sentuhan juga bisa berefek kesana.
Setelah menyimak, saya menangkap penjelasan mudahnya begini : Sentuhan meningkatkan produksi hormon bahagia di dalam tubuh. Nah, saat hormon bahagia muncul semakin banyak, kortisol si hormon stress jadi turun produksinya. Rasa stress yang minim otomatis membuat imunitas naik.
Oalah, pantesan ada pepatah mengatakan kalau hati yang bahagia adalah obat. Pantesan juga anak yang punya hubungan baik sama orangtuanya jarang stress. Jebul makanan dan gaya hidup sehat tetap harus dilengkapi dengan sentuhan bahagia.
Manfaat Duet Maut Sentuhan & Aroma Cussons Baby Powder

Sebagai Senior Neuroscientist di Pain Research Institute, yang merupakan bagian dari fakultas kedokteran Liverpool University, Profesor Francis McGlone banyak meneliti soal mekanisme rasa sakit neuropati kronis.
Kemudian, bersama dengan tim riset dari Cussons, beliau menemukan fakta bahwa “Memori terawal manusia terbentuk lewat reaksi dari sentuhan lembut orang tua yang disertai dengan aroma yang menyenangkan.”
Uwaaaa, apalagi ini? Ternyata tidak cuma sentuhan bok, aroma juga memiliki efek membangun mood! Ya ya ya, pantaslah produk-produk toiletries anak dari Cussons pasti aromanya enak-anak dan lembut-lembut. Apalagi Desember 2020 yang lalu Cussons juga menelurkan inovasi terbaru, kalau enggak salah namanya Moodscent gitu. Ada hubungannya sama aroma dan mood pokoknya.
Eh, jadi penasaran enggak sih?
Dr. Haryono Hartono, PhD, Head of Research and Development, APAC PZ Cussons, memaparkan, “PZ Cussons Indonesia bekerjasama dengan para ahli perfumer memperkenalkan sebuah inovasi yang telah dipatenkan, yaitu Moodscent™.
Moodscent™ merupakan pengembangan teknologi dengan wewangian tertentu yang membantu meningkatkan emosi positif saat digunakan, dan juga membantu meningkatkan ikatan yang lebih kuat antara bayi dan orang tua. Teknologi Moodscent™ telah membuktikan bahwa ada korelasi antara suasana hati dengan aroma atau wewangian tertentu.”
Adanya inovasi tersebut tak ayal mendorong PZ Cussons mengeluarkan tiga varian terbaru produk mereka yakni Cussons Baby Powder dengan tiga wangi baru: Sakura, Vanilla dan Mixed Berry.

- Sakura yang berwarna pink menghadirkan mood LOVE, yang membantu bayi merasakan sentuhan ibu yang penuh cinta.
- Vanilla si biru menghadirkan mood RELAX, yang membantu bayi lebih nyaman.
- Mixed Berry yang ungu menghadirkan MoodScent™ JOY, yang membantu bayi lebih ceria.
Love, Relax, Joy, kalau disuruh milih temen-temen mau pakai yang mana?
Saya sendiri sebagai pengguna veteran produknya Cussons suka sama si biru. Cussons Baby Powder Vanilla adalah bedak yang saya gunakan untuk si abang ketika hendak merebut hatinya kembali. Jadi iya, bedak tersebut memiliki sejarah.
Suasana hati Yuan yang amburadul sukses menjadi lebih tertata ketika saya memijat dan membedakinya. Saya sendiri juga merasa nyaman untuk mencium dan memeluk Yuan dalam kondisinya yang bersih, lembut, dan wangi. Gemes ya, yang disayang dan menyayangi sama-sama senang.
Kini, meski hubungan kami sudah kembali seperti semula, saya masih sering meluangkan waktu untuk membedakinya. Tidak melulu sehabis mandi, kadang sebelum dia tidur pun bisa. Ajaib loh, karena tiap habis dibedaki, dia jadi gampang ngantuk dan tidurnya lelap. Bener-bener yang lep gitu.
Mungkin itu tadi, ngerasa nyaman dengan kelembutan dan aroma dari Cussons Baby Powder Vanilla. Apalagi ditambah tangan mamanya yang ngelus-ngelus lembut. Mantap-mantap udah.

Apa yang selama ini saya praktikan di rumah ternyata senada dengan penyataan ibu Rahma Anna Setyani, Head of Marketing Cussons Baby and Cussons Kids. “Paduan sentuhan lembut ibu dan Cussons Baby Powder baru terbukti bermanfaat membantu meningkatkan suasana hati bayi sekaligus memberikan rasa tenang bagi orang tua. Kami menyebutnya sentuhan khas ala Cussons.”
Anyway, Profesor Francis McGlone sendiri bilang bila hal ini dilakukan secara long term (jangka panjang) efeknya bagus sekali. Anak akan lebih mudah mengatur emosinya. Ini penting banget. Percayalah, punya anak yang mampu mengontrol emosi sangat membantu pekerjaan kita sebagai ibu.
Kesimpulan
Tidak ada seorangpun di dunia yang bercita-cita untuk menjadi anak pemarah dan membenci orangtuanya sendiri. Tidak ada. Anak tidak ujug-ujug berperilaku negatif. Saya yakin, orangtualah yang keliru memperlakukan anaknya.
Dibalik sikap negatif anak, sesungguhnya ada ‘kode’ kalau mereka butuh perhatian dan kasih sayang. Kerewelan mereka bisa jadi merupakan simbol bahwa bonding kita dengannya sedang kendor.
Lebih banyak sentuhan kasih ke anak adalah solusi yang bisa saya sarankan. Memeluk anak minimal lima kali sehari, menepuk kepalanya, mengelus bahunya, membelai punggung, dan mencium pipi. Bila anak masih berusia lima atau dibawah lima, usahakan agar kita sendiri yang memandikan dan membedaki mereka.
Membedaki anak bagi sebagian orang mungkin aktivitas yang akan dianggap remeh. But please, ini pernyataan yang SALAH BANGET! Menabur bedak dan meratakannya ke tubuh anak-anak itu asyik loh! Hal sederhana ini mampu bikin anak merasa dicintai, disayangi, dihargai. Bonding yang tadinya los, bisa kenceng lagi.
Eh tapi jangan salah, ketika membedaki Yuan, justru saya yang jadi merasa tambah sayang dan cinta ke dia. Apalagi ketika membedakinya pakai Cussons Baby Powder Vanila, enggak cuma ngelus, saya pun enggak tahan untuk cium dan peluk. Wangi dan lembutnya enggak nguatin! Hahaha.

Memang ya, kalau buat anak sebisa mungkin kita mesti kasih yang terbaik. Kebutuhannya mulai dari kepala sampai kaki bahkan ke bedaknya aja harus kasih produk terbaik. Saya sendiri udah percaya sama brand Cussons yang selalu memastikan kualitas.
Selama pakai produk Cussons, enggak pernah saya ngeluh. Terbukti aman dan nyaman. Maklum, sudah ada di Indonesia sejak 32 tahun yang lalu gitu loh. Udah paham banget sama kebutuhan ibu dan anak Indonesia.
So, jangan lupa untuk tunjukan kasih sayang kita ke anak melalui sentuhan ya temen-temen. Ingat, gunakan selalu Cussons Baby Powder Sakura, Vanilla atau Mixed Berry yang memberi kenyamanan dan kesegaran bagi kulit bayi.
Oh iya, karena variannya banyak, teman-teman dapat memilih varian Baby Powder yang sesuai dengan suasana hati yang diinginkan. Tenang, semuanya telah diformulasikan secara tepat dan teruji secara klinis.
Semua wewangian yang dikembangkan oleh Cussons telah diciptakan sesuai standar International Fragrance Association (IFRA) di setiap fase perkembangan bayi mulai dari tahapan yang paling awal, pada saat mereka berkembang, hingga fase paling aktif mereka sebagai toddler dan anak.
Nah, jangan sampai tunda lagi. Yuk kasih sentuhan Cussons ke anak-anak kita, sekarang juga!
1 Komentar. Leave new
Terima kasih sudah berbagi kisah personal. Happy selalu abang Yuan dan mama. Sehat sehat yaaa semua.
[…] makan saya juga sering keskip, minim makan buah dan sayur plus jarang drakoran. Kebayang dong ya kantong stress saya sudah sepenuh […]
[…] Nah, untuk teman-teman yang baru pertama dengar, hayuk sini aku kenalin dulu. Supaya makin sayang gitu, […]