Saat berkuliah di UGM Yogyakarta, Ritno Kurniawan menggunakan kesempatan itu untuk berjalan-jalan ke berbagai destinasi wisata yang ada di sana. Menurut Ritno, tempat-tempat tersebut sebetulnya biasa saja, namun karena dikemas dengan menarik, petugas-petugas yang ramah, fasilitas memadai, serta harga terjangkau, jadilah tampak menarik dan menghibur bagi wisatawan.
Pada akhir tahun 2012, Ritno telah menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian UGM dan kembali ke tempat asal yaitu di Lubuk Alung. Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Di sana, kebanyakan masyarakat berprofesi sebagai penebang kayu. Sayang, yang ditebang adalah pohon-pohon di Hutan Gamaran yang merupakan kawasan hutan lindung.
Baca Juga : Perubahan Iklim, Drakor & Caraku Melawannya Dari Rumah
Ritno kemudian datang kesana, menelusuri hutan tersebut dan menemukan Air Terjun Nyarai. Sejenak, dirinya sangat terpukau dengan keindahannya. Air terjun tersebut mengalirkan air yang jernih dan deras ke kolam yang membentuk danau di bawahnya. Pepohonan di sekitar tampak hijau dilengkapi dengan langit yang begitu biru.
Menemukan tempat yang seindah ini membuat Ritno berpikir keras agar ekosistem yang berada di Hutan Gamaran tidak rusak akibat illegal logging. Lalu, dia teringat dengan pengalamannya mendatangi tempat-tempat wisata di Jogja. Pengalaman tersebut membuatnya terinspirasi dan membuahkan sebuah ide yang ternyata mampu mengubah nasib hutan tersebut menjadi tetap terjaga.
Terbentuknya Wisata Air Terjun Nyarai
Ritno memiliki ide untuk membuat kawasan hutan lindung menjadi sebuah wisata alam. Untuk mewujudkannya, ia pergi menemui para tetua desa yang ada di sana serta mengikuti berbagai forum yang biasa diadakan. Ide tersebut, tentu saja ditolak mentah-mentah oleh masyarakat.
Namun, bukan Ritno namanya jika ditolak beberapa kali langsung menyerah begitu saja. Setelah berulang kali ikut rapat bersama warga dana para tetua desa, serta menyampaikan gagasan dan meyakinkan bahwa hal tersebut bisa membawa perubahan, akhirnya ide Ritno disetujui namun dengan beberapa catatan yaitu :
- Harus melibatkan masyarakat sekitar
- Tidak boleh berbuat maksiat
- Hari Jumat tutup
Syarat tersebut disanggupi oleh Ritno. Dengan cepat, Ritno melakukan berbagai persiapan dan pada akhirnya di tanggal 1 April 2013 Kawasan Wisata Air Terjun Nyarai dibuka secara resmi dan sudah menerima tamu.
Pada awal kawasan wisata tersebut dibuka, hanya ada 5 orang yang bergabung menjadi pemandu wisata. Orang tersebut memandu para tamu untuk masuk ke dalam kawasan hutan hingga ke air terjun. Untuk sampai ke Nyarai, dibutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga jam berjalan kaki. Pemandangan yang akan ditemui oleh para tamu pun tidak kaleng-kaleng, mulai dari indahnya area persawahan hingga serunya ketika menyeberangi sungai.
Butuh waktu yang tidak sebentar bahkan hingga dua tahun sampai masyarakat di sana mau menerima sepenuhnya ide dari Ritno tentang membuat kawasan Hutan Lindung Gamaran menjadi tujuan wisata alam. Bapak Asril Kapolo Mudo yang merupakan Ketua Adat Desa Pasie Lewah, Padang Pariaman turut menyampaikan sulitnya jalan yang harus ditempuh oleh Ritno.
“Awalnya memang sulit karena orang di sini belum paham masalah Nyarai. Jadi, ada bentrok antara pemuda dengan orang tua. Saya dan Ritno meyakinkan masyarakat karena di sini sebagian ada yang sudah maju (pikiran, mindset), sebagian lagi belum.”
Kini, setelah berhasil meyakinkan warga, Ritno membentuk kelompok sadar wisata bernama Lubuk Alung Adventure. Ada berbagai paket wisata minat khusus yang mereka tawarkan kepada pengunjung. Paket wisata yang paling menarik minat dan disukai oleh wisatawan adalah tracking ke Air Terjun Nyarai dan rafting di sungai.
Perkembangan wisata di sana ditandai pula dengan jumlah pemandu yang mulanya 5 orang kini menjadi 150 pemandu dengan 7 diantaranya bahkan sudah memiliki lisensi sebagai pemandu internasional. Anda bahkan bisa melihat-lihat paket panduan wisata yang ditawarkan di lestarialamrafting.com
Ritno juga menyampaikan bahwa 80% dari para pemandu merupakan mantan pembalak liar. Salah satunya adalah Sep Malion Dolarman. Menjadi pemandu wisata menurutnya menghasilkan lebih banyak uang dan rasa tenang dibanding ketika menebang kayu dulu. Sudahlah kerjanya berat, terancam ditangkap pula jika ketahuan. Bekerja sebagai pemandu membuat dia bisa membiayai adiknya untuk kuliah, selain itu pekerjaannya pun lebih ringan.
Hambatan Yang dihadapi oleh Ritno
Pada tahun 2021, Ritno mencatat setidaknya ada 100 ribu wisatawan yang datang, dengan 20 ribu orang diantaranya merupakan wisatawan asing. Sebuah prestasi yang tentu saja sangat menakjubkan, terutama jika ditilik ke belakang, ada begitu banyak hambatan menghadang.
Perjalanan Ritno hingga ke titik kesuksesan tentu bukan tanpa ujian. Bahkan jika diingat-ingat kembali, ide untuk membuat Hutan Lindung Gamaran menjadi wisata alam pun ditolak. Butuh perjuangan dan pendekatan hingga akhirnya diterima.
Apakah selesai sampai di sana? Tentu saja tidak! Ritno bercerita bahwa ketika sedang memandu tamu, tak jarang ada orang-orang yang tiba-tiba muncul dan melakukan penghentian. Orang-orang ini, adalah mereka yang masih tidak setuju dan takut jika mata pencahariannya terganggu dengan usaha Ritno.
Belum lagi ada fitnah-fitnah buruk yang dihembuskan oleh beberapa warga yang tidak suka kepada Ritno. Lebih parahnya, ada orang-orang suruhan yang bahkan diminta untuk merusak tatanan manajemen dari kelompok sadar wisata bentukan Ritno.
Ancaman kepada dirinya tidak membuat Ritno gentar. Tapi ancaman dan penghentian tiba-tiba yang dilakukan kepada para wisatawan tentu membuatnya malu. Tamu yang berniat untuk jalan-jalan pun menjadi ketakutan dan memilih mundur. Bagi Ritno, hal ini tentu sangat fatal.
Ritno kembali melakukan pendekatan kepada para tetua desa, dia menyampaikan bahwa tidak ada niat buruk dari aktivitas wisata yang dilakukan. Baginya, keamanan adalah salah satu faktor penting suksesnya wisata di sebuah daerah.
Ritno juga mengaku bahwa sesekali masih menemui para pembalak yang melakukan aktivitas illegal logging di Hutan Gamaran ketika sedang memandu tamu. Namun mau tidak mau, Ritno hanya bisa mendiamkannya saja sementara sampai mereka tertarik untuk menyimpan gergaji dan beralih ke profesi lain.
Menjadi pemandu wisata pun bukan sesuatu yang mudah. Ritno harus melatih dan membina para pemandunya mulai dari nol. Oleh karena itu, ketika ada tamu datang, Ritno harus menyertakan satu orang calon pemandu dalam rombongan tersebut agar bisa belajar secara langsung bagaimana cara berbicara, emnjawab pertanyaan serta melayani para tamu.
Berkat kegigihan Ritno dalam membuka kawasan Hutan Lindung Gamaran dan Air Terjun Nyarai, masyarakat sekitar pun terkena efek manisnya. Selain dilibatkan sebagai pemandu, ada pula yang membuka warung, menjadi tukang ojek, atau menjadi penjual souvenir kenang-kenangan khas tempat tersebut.
Ritno Kurniawan Mendapatkan Apresiasi dari SATU Indonesia Awards
Dedikasi yang Ritno Kurniawan lakukan selama bertahun-tahun membangun kawasan ekowisata hingga mengurangi hingga 80% aktivitas pembalakan liar dan membangun ekonomi warga akhirnya mendapatkan penghargaan bergengsi SATU Indonesia Awards pada tahun 2017 di bidang lingkungan.
Baca Juga : Marwan Hakim, Pengentas Putus Sekolah di Aikperapa, Lombok Timur
Hal ini tentu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi Ritno maupun seluruh warga di sana. Putra daerah yang belajar di kota, pulang, dan akhirnya berhasil membangun serta membawa perubahan yang sangat berarti di tempat asal.
Bahkan ketika pandemi tiba, Ritno tidak berhenti bergerak. Bersama masyarakat, dia bergerak membagukan masker kain gratis dan menyalurkan berbagai donasi kepada warga yang terdampak. Aktivitas wisata pun tetap berjalan dengan mematuhi protokol yang ditetapkan.
Kini, Ritno bisa bernafas dengan lega karena keindahan Hutan Lindung Gamarang tetap terjaga. Baginya, hutan merupakan sebuah peradaban sehingga ketika kita menjaga hutan, itu berarti kita sedang menjaga peradaban.