Sex education yang disampaikan dengan bahasa yang tepat itu perlu, bukan tabu
– Madam A –
Assallammuallaikum, halo selamat pagi semuanya!
Kemarin saya mencoba iseng untuk share tulisan tentang sex education part 1 di sebuah komunitas yang ada di Facebook. Enggak nyangka ternyata tanggapannya bagus banget, disukai lebih dari empat ribu orang dan di share sekitar seribu lima ratus kali. Seneeengg banget rasanya. Terus saya penasaran, itu udah termasuk viral belum sih tapi?
*ngarep*
Ada beberapa side effect yang saya dapatkan setelah tulisan tersebut cukup booming. Pertama, banyak orang mencoba untuk add akun saya. Kedua, mendadak messenger saya kebanjiran pesan. Di sela-sela waktu ngurusin anak dan ngerjain kerjaan rumah saya tetap menyempatkan diri untuk baca kok, tenang saja.
Rata-rata pesan mereka itu ngajak kenalan. Kemudian mengucapkan terima kasih karena saya sudah menuliskan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Terakhir, mereka bertanya hal-hal yang terkait dengan sex education yang mereka alami dengan anak.
Saya cuma bisa nyengir sambil garuk-garuk kepala tiap baca pertanyaan mereka. Padahal kepala saya enggak gatal. Kayaknya pada salah paham nih, hahaha.
Begini, sebetulnya saya ini bukan psikolog ataupun psikiater. Enggak punya ilmu yang mendalam tentang hal itu juga. Saya hanya seorang Ibu Rumah Tangga biasa yang suka nulis apa yang saya alami di blog. Qadarullah, saya memiliki teman-teman yang peduli pada anak dan merasa perlu belajar menjadi orang tua. Dari situlah kami akhirnya membentuk kelas-kelas parenting yang rutin diadakan tiap beberapa bulan sekali.
Materi di kelas ini sangat penting dan menarik. Sebagai seseorang yang memiliki rentang ingatan sangat pendek, saya merasa butuh untuk menuliskannya di suatu tempat. Supaya kalau lupa, bisa saya tengok. Dan blog-lah yang kemudian terpilih.
Soalnya blog ini sifatnya lebih abadi, seabadi cintanya dia ke saya gitu loh #tsaaah
Meski demikian, saya berusaha banget untuk membantu menjawab pertanyaan teman-teman itu. Hanya saja, kalau memang pertanyaannya sulit banget dan enggak pernah saya temui, akan saya arahkan untuk langsung diskusi ke Bu Fithrie (Safithrie Sutrisno, psikolog yang menjadi mentor kami) sekalian. Maklum, di luar kapasitas ilmu dan pengalaman soale.
Oke, back to topic. Kali ini saya mau menuntaskan janji untuk membahas jawaban atas pertanyaan-pertanyaan anak terkait dengan sex education yang belum saya bahas di tulisan pertama. Tidak hanya itu, saya juga mau berbagi tentang sebuah cerita tentang kebingungan orang tua yang ketahuan oleh anak saat sedang berhubungan badan.
Kalian mau saya bahas yang mana dulu nih?
ANAK MELIHAT ORANG TUA BERHUBUNGAN, HARUS BAGAIMANA?
Curhatan ini saya dapatkan via messenger, real story. Saya sudah meminta ijin pada yang bersangkutan untuk menuliskannya di sini dan beliau setuju. Semoga saya, si ibu dan kita semua bisa mengambil ibroh dari kejadian yang beliau alami.
Saya seorang ibu usia 35 tahun punya anak cowo usia 14 tahun. Saya kebingungan menjelaskan sex education karena bagi kami itu hal yang tabu di perbincangkan. Trus pernah kejadian pas dia usia 5 sd, dia pernah pergokin kami sedang bersetubuh. Setelah itu kami tidak pernah membahas masalah kejadian itu. Dan kemarin ada kejadian, adiknya perempuan usia 9 tahun ditindih sama kakanya tersebut, sambil ditekan-tekan gitu. Ya Allah bu kaget banget, syok marah. Langsung saya marahi anak saya tersebut karena emosi. Sampai sekarang saya susah ngomongnya masalah sex education karena selalu kesel. Ko bisa dia gitu sama adiknya sendiri, padahal dia mondok, pulangnya setahun sekali. Selama ramadhan libur dia ada di rumah. Bagaimana cara ngomongnya ya bun.
*langsung kejang-kejang*
Ya Allah, speechless. Ketika membaca pesan ini, saya sampai jatuh terduduk di pinggir kasur. Istighfar dan mencoba kembali membaca pesan ini berkali-kali, harapan saya, curhatan si ibu ini hanya bercanda.
Allah…
Saya merenung. Ada perasaan marah yang tiba-tiba muncul. Ini bagaimana sih orang tuanya? Kok tidak hati-hati sampai anak harus melihat hal yang tidak semestinya?
Mendadak, saya jadi ingat kasusnya Rian Jombang (eh, bener enggak nulis namanya?). Konon, Rian ini jadi gay karena saat kecil dulu melihat orang tuanya berhubungan. Pada saat itu, yang dia lihat ibunya seperti kesakitan karena tindakan ayahnya. Memori masa kecil ini terbawa terus hingga dewasa dan mengubah orientasinya sebagai lelaki normal.
Allah…
Ayah bunda, tahukah kalian kalau Islam sangat ketat mengenai hal ini? Tentu kita masih ingat aturan tentang anak usia 10 tahun harus dipisahkan tidurnya dari orang tua maupun kakak adiknya, baik itu sesama lelaki atau perempuan. Lalu, ada lagi aturan tentang etika meminta ijin yang dilakukan pada tiga keadaan :
- Sebelum sholat fajar (subuh) karena manusia pada saat itu sedang di tempat tidur mereka
- pada waktu dzuhur, karena waktu itu orang biasanya sedang menanggalkan pakaiannya bersama istrinya (tidur siang)
- Setelah sholat isya karena waktu itu adalah untuk tidur dan istirahat.
Islam mengatur hal ini agar seorang anak tidak masuk secara tiba-tiba dan melihat kedua orang tuanya dalam kondisi tidak pantas. Kebayang enggak sih, apa yang ada di dalam kepala mereka kalau sampai melihat kedua orang tuanya berhubungan?
Jijik? Penasaran? Takut? Bingung?
Ayah, Bunda, jangan pernah menganggap hal ini sepele. Jangan merasa aman bila saat terpergok, anak masih kecil. Jangan berpikir bahwa anak-anak tidak bisa berpikir dan mengingat, mereka itu bisa banget. Faktanya, pertama kali Rian melihat orang tuanya melakukan hal tersebut, usianya 4 tahun loh!
Baca Juga : Ranjang dan Cerita di Baliknya
Saya sengat sedih saat kembali membaca curhatan seseibu ini, karena setelah ketahuan, orang tua tidak melakukan apapun terhadap anaknya. Padahal si anak sudah kelas 5 sd. Sudah bisa menerima dan memahami penjelasan anaknya.
Ya Allah… tahukah teman-teman, apa yang dilihat oleh si anak ini adalah aib orang tua? Bagaimana bila dia keluar dan bercerita pada teman-temannya sesama anak kecil tentang apa yang orang tuanya lakukan?
Betapa bingung anak ini, jika tiba-tiba gambaran itu muncul di benaknya dan ia membayangkan pemandangan di kamar orang tuanya itu?
Lalu, terbukti kan, sebuah penyimpangan terjadi ketika dia sudah punya perasaan cenderung pada lawan jenis, karena sebelumnya ia pernah melihat sebuah hubungan seksual? Dalam kasus ini, adik perempuannya menjadi korban.
Jujur, sebelumnya saya memang pernah menanyakan hal ini pada bu Fithrie secara personal. Harap maklum, mau nanya di kelas kok masih malu-malu kucing. Saat itu yang dilakukan beliau hanya menarik nafas.
Gini loh, saya pernah tinggal di rumah petak. Tahu kan rumah petak? Rumah kontrakan yang isinya cuma ruang tamu, kamar tidur, dapur dan kamar mandi aja. Kondisi demikian kadang membuat pasangan suami istri yang sudah punya anak agak bingung kalau mau berhubungan.
Mau di kamar, ada anak. Di ruang tamu? Duh, itu ada jendela yang langsung keliatan keluar. Di dapur? Udah penuh dengan peralatan masak je. Akhirnya, pilihan balik lagi ke kamar. Nungguin anak tidur. Ya kalo anaknya bener-bener tidur, kalau ternyata anak cuma pura-pura tidur padahal orang tua udah enggak tahan mau tanding gimana?
Paling-paling pakai selimut atau anak digeser posisi paling pojok, habis itu bantal ditumpuk-tumpuk di sebelahnya biar enggak kelihatan. Duh, kok jadi buka kartu pengalaman pribadi ~
“Ajeng, tolong simak baik-baik jawaban ibu ya.” kata Bu Fithrie
“Siap bu!” jawab saya, hampir-hampir ambil gerakan hormat,
“Tapi, ibu mau Ajeng betul-betul berusaha agar jangan sampai pernah terpergok berhubungan dengan Yusuf oleh anak-anak.”
Oke, rasanya pengen garuk-garuk tanah dan nyebur ke dalemnya saat beliau bilang begitu. Malu.
“Bila ketahuan dalam kondisi tidak berpakaian, pertama sekali yang harus dilakukan adalah tutupi badan dan minta anak menunggu di luar kamar.”
Yes, langsung raih seprei atau selimut atau apapun untuk menutupi tubuh kita. Sampaikan pada anak untuk keluar kamar terlebih dahulu dan menunggu di luar. Ini penting, agar anak tidak lari keluar sambil histeris.
“Ajak anak untuk duduk bertiga, jangan ada orang lain. Minta maaf, minta ampun sama Allah dan minta maaf pada anak.”
Ajak anak duduk di antara ayah dan bunda, peluk atau usap kepalanya. Jangan ada marah atau emosi negatif. Ucapkan kata-kata sayang. Lalu usahakan terjadi dialog ini:
“Nak, mama dan papa minta maaf. Minta maaaaaffff sekali karena kamu harus melihat yang tidak boleh dilihat siapapun. Tolong maafkan kami.”
“Tadi itu, papa dan mama ngapain?”
“Tadi itu papa mengungkapkan perasaan cinta papa ke mama, dan mama menerimanya. Itu tadi sesuatu yang hanya boleh dilakukan oleh suami istri dalam pernikahan.“
“Oh, jadi tadi itu papa sedang mencintai mama?”
“Iya nak, tapi yang tadi itu hanya boleh papa lakukan ke mama. Hanya ke mama saja.”
“Oh gitu, jadi papa enggak boleh lakuin hal tadi ke aku?”
“Enggak boleh nak. Papa hanya boleh lakukan ke mama, karena papa dan mama suami istri.”
“Kalau aku ngelakuin itu ke adek boleh?”
“Enggak boleh nak, yang boleh melakukan hanya suami istri yang sudah menikah.”
“Tapi aku kan sayang sama adek ma!”
“Iya nak, tapi ungkapan sayang ke adek hanya boleh peluk, tepuk bahu saja, itupun kalau dibolehkan sama adek. Yang seperti tadi hanya boleh dilakukan suami istri.”
“Oh gitu.”
“Sekali lagi papa dan mama minta maaf ya nak. Mama dan Papa menyesal sekali karena kamu melihatnya. Padahal itu enggak boleh, maafkan kami nak.”
Apakah sampai di sini teman- teman pembaca sudah mendapatkan poinnya? Itu loh, poin-poin utama yang harus disampaikan ke anak sudah saya tebalkan.
Masih bingung? Yaudah coba saya buatkan lebih detail lagi. Jadi, yang harus disampaikan orang tua pada anak bila mereka melihat orangtuanya berhubungan adalah :
- Jangan berbohong. Jangan! Jangan pernah bilang kalau kalian tadi habis olahraga, atau kepanasan makannya buka baju atau apapun, jangan! Ingat, anak itu menduplikasi orang tuanya. Kalau kita berbohong, saya khawatir anak akan meniru. Tidak menutup kemungkinan suatu hari nanti tiba-tiba anak buka baju dengan alasan : aku kepanasan ayah, aku lagi olahraga bunda. Matek! Jadi bumerang kan?
- Minta maaf! Minta ampun sama Allah! Penting itu! Singkirkan ego kalian wahai orang tua yang masih suka terbawa pola asuh jaman dulu. Anak itu tanggung jawab orang tuanya, kalau sampai mereka lihat kalian berhubungan, maka itu salah kalian yang tidak hati-hati. Jangan malah marah-marah ke anak, kebalik banget itu. Justru anak kalian yang harusnya marah dan bilang, “Papa dan Mama kalian jahat karena sudah membuatku melihat apa yang tidak pantas dilihat!”
- Percakapan di atas akan membuat anak memahami bahwa perbuatan yang dilakukan oleh orang tua hanya boleh dilakukan suami istri dalam pernikahan. Ini membuatnya mampu berpikir bahwa, kalau yang seperti itu dilakukan oleh yang belum menikah berarti enggak boleh.
- Kata “Papa menunjukkan cinta pada mama.” memberi pengertian pada anak bahwa hal tersebut bukan sesuatu yang menyeramkan ataupun mengerikan. Efeknya, anak tidak akan trauma. Kembali lagi ke kasusnya Rian Jombang, okay?
- Penguatan harus disampaikan dengan santai, tenang. Papa dan Mama tidak grogi ataupun salah tingkah, takut, dan marah. Saya khawatir kalau kita tidak selow, anak justru curiga.
- Penjelasan ini bisa disampaikan pada anak dengan rentang usia anak bisa bicara dan remaja.
Nah, beberapa saat setelah saya beri tahu, ibu ini kembali mengabari. Alhamdulillah beliau dan si anak sudah mengobrol baik-baik.Awalnya masalah saya kira sudah selesai. Tapi tapi tapi, ternyata belum. Bahkan lebih parah karena yang membuat saya kembali ingin nyusruk ke dalam lobang adalah…
“Ternyata kejadian kemarin pemicunya ada teman-teman yang ngajakin nonton video porno, makannya mungkin timbul rasa ingin mempraktekan…”
Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah…
Mak, Pak, sini tak bisikin, kecanduan pornografi itu lima kali lebih parah dibanding kecanduan narkotika!
Ini saya tahu dari dr. Aisyah Dahlan. Ketika itu saya hadir dalam kajian beliau.
Ini sebabnya Islam memerintahkan para lelaki untuk menjaga pandangan.
Ayah Bunda, kalau anak-anak kita sudah mulai berani melihat video porno, maka sebagai orang tua kita wajib banget khawatir. Wajjiiibb bangettt.
Kenapa? Karena otaknya bisa rusak!
Orang yang sudah kecanduan pornografi, maka kemampuan kerja otaknya akan menurun. Sulit untuk fokus dalam menjalani aktivitas sehari-hari karena ada bagian otaknya yang “mlengse”. Pikirannya sudah penuh dengan bayang-bayang cerita dan gambar porno.
Banyak waktu dan uang terbuang percuma. Awalnya hanya sekedar melihat gambar. Lambat laun melihat gambar sudah tak lagi merangsang otaknya, maka pilihannya beralih dengan melihat video. Akhirnya pergi ke warnet untuk mencari atau mengeluarkan uang yang tidak sedikit hanya demi membeli video porno.
Waktu berlalu dan video sudah terasa hambar. Video tidak lagi terasa memuaskan. Akhirnya muncul niat untuk mencoba sendiri…
Karena tidak mungkin melampiaskan pada orang lain, maka yang diincar adalah orang-orang terdekat. Bukan yang sudah dewasa, terlalu beresiko, sehingga anak-anak yang lebih lemah dibanding dirinya jadi sasaran…
Ya Allah, i’m more than speechless.
Ayah Bunda please, kalau ini sampai terjadi pada anak-anak kita maka segera bawa mereka ke psikolog atau konselor keluarga. Bila dibiarkan, maka anak anda akan menjadi korban atau bahkan pelaku pelecehan seksual karena tidak lagi mampu menahan nafsunya.
Jangan abai. Jangan cuci tangan dengan menyerahkannya anak pada orang lain. Anak akan merasa dibuang. Padahal, di saat-saat seperti inilah mereka butuh didampingi.
“Bunda, bagaimana saya menyampaikan pada si adik tentang perbuatan yang dilakukan si kakak padanya?” lagi, ibu tersebut bertanya.
Saya terdiam. Jujur, ini sudah di luar kemampuan ilmu pengetahuan dan pengalaman saya. Saya masih belum tahu bagaimana cara menghadapi anak kecil yang menjadi korban pelecehan seksual oleh keluarganya sendiri (dalam kasus ini, adalah kakaknya).
Saya mencoba membayangkan trauma besar yang dialami si adik. Dia yang begitu polos dan lugu, sangat bahagia melihat sang kakak berada di rumah setelah sekian lama tinggal di pesantren.Bisakah kita membayangkan kengerian seperti apa yang dia rasakan saat tiba-tiba sang kakak menarik tangannya, menindih tubuhnya?
Bulu kuduk saya langsung berdiri, dan mendadak tubuh saya lemas.
Ya Allah ampuni kami yang belum bisa menjaga amanah dari-Mu ya Allah…ampuni kami..
Saya tidak kuat menghadapi kasus ini, sehingga langsung saja saya mengontak Ibu Safithrie Sutrisno. Saya sampaikan apa yang ibu ini ceritakan pada saya. Saya juga memaparkan advise apa saja yang telah saya berikan.
“Tolong Ajeng sampaikan pada ibu ini untuk langsung menghubungi Ibu ya nak. Ini masalah serius, tidak bisa hanya dilakukan secara online, biar ibu yang memberi tahu.” tulis bu Fithrie dalam pesan balasannya.
Saya mendesah lega. Korban pelecehan seksual jelas butuh perawatan dan pendampingan lebih serius. Terutama bila mereka masih anak-anak.
Lalu saya pun meyakinkan si ibu ini untuk menghubungi dan berkonsultasi dengan bu Fithrie secara langsung. Saya yakinkan kalau untuk berkonsultasi dengan beliau, si ibu tidak perlu mengeluarkan biaya.
Sampai hari ini, saya tidak tahu apakah si Ibu sudah terkoneksi dengan Bu Fithrie atau belum. Yang pasti, saya sudah menyampaikan pada si Ibu kalau hal ini harus dilakukan secepat mungkin mengingat urgensinya.
Untuk sementara, kasus selesai sampai di sini.
BELAJAR TENTANG SEX EDUCATION DENGAN IKUT KELAS PARENTING
Saya sudah menyampaikan di pembahasan tentang sex education part 1 kalau hal ini sangat berbeda dengan belajar melakukan sex. Sex education artinya mengarahkan anak-anak kita tentang seksualitas pada tubuhnya.
Pemahaman kalau anak laki berbeda dengan perempuan. Pemahaman tentang rasa malu. Pemahaman tentang menjaga dan merawat alat reproduksinya. Pemahaman tentang bagaimana orang lain seharusnya memperlakukan diri kita.
Kita adalah orang tua yang fakir ilmu. Jadi, budaya tabu menghalangi kita untuk memberikan pendidikan yang benar tentang seksualitas pada anak.
Barangkali sampai di sini dulu cerita saya tentang sex education part 2. Mohon maaf sekali, sebenarnya saya sudah mulai menulis tentang hal-hal seperti, kemesraan seperti apa yang boleh dilihat anak, bagaimana kalau anak perempuan sering menggosok-gosokan bgian kelamin di pinggir meja atau kursi, penjelasan tentang menikah pada anak, dsb.
Barangkali ada teman-teman yang masih mau bertanya silahkan meinggalkan pertanyaan atau komentar di kolom bawah ya.
Akhir kata, terima kasih banyak telah menyimak tulisan ini. Mohon bantuan doa dari teman-teman agar kasus si ibu yang saya tulis dalam cerita ini bisa segera selesai, anak gadisnya sembuh dari trauma dan anak bujangnya bisa kembali normal lepas dari candu pornografi.
Aaamin Aaamin ya Allah…
6 Komentar. Leave new
Aku dulu banget terutama saat single menganggap semua edukasi itu rabu tapi setelah punya anak dan ikut kajian ttg Sexy education jd memandang betapa pentingnya dan ini ga ngomongin soal kepornoan tp pendidikan seks.aku coba terapkan ke anakku sejak usia setahun. Aku memang blm pnya pengalaman sebanyak kak Ajeng makanya nnti jangan bosan katanya yah hehe
Kak kalo anak laki2 usia 3 tahun pegang penis nya dan diprintilin gitu, gimana jelasinnya. Saya bilangin ke anaknya gak boleh dipegang2 nanti sakit/bengkak. Bener gak kak?
Halo, yang buna lakukan sudah betul. lakukan berkali-kali sambil tarik tangan anak menjauh dari penisnya ya bunda 🙂
Huhuhu mba ajeng aku juga serem ikh denger ceritanya. Banyak orang tua yang belum menyadari bahwa sebenarnya mempelajari ilmu parenting itu harus. Akhirnya kalau udah kejadian kayak gini repot sendiri dan banyak yang jadi korbannya huhuhu. Banyak PR parenting yang harus kita kerjakan ya 🙈. Kalau nggak nanti repot kalau anak udah gedenya
Merinding aku mbak. Ya Allah semoga aku dimampuman juga menjaga dan mendidik titipanNYA ini. Aaamiiin
Ya Allah mbk ajeng ini terjadi sama anak saya 😭😭😭😭😭..sdh 3 hr 3mlm saya tidak bisa tidur apa yg saya harus lakukan..kejadian bermula saat adek usia 6thn bilang..mama kakak ngenyot nenen ku..dan si kakak usia 12thn naik kls 6 sd..saya kaget shock..saya emosi..nangis..saya marah saya pukul anak saya apa maksudnya dia ngaku..klo dy pernah di kasih liat temen nya video porno yg notabene temen nya umurnya lebih muda 1thn dr dia..pdhl temen nya itu kita kenal baik dgn bpk ibunya…saya marah saya suru ngaku..dan adek saya tanya adeknya di tindih tp tdk memasukkan alat vitalnya menggosok2 ke paha dekat alat vital adeknya…apa yg harus saya lakukan kejadian ini baru terungkap 3hr yg lalu 😭😭😭😭..apa saya bisa hubungi ibu fitri juga ..mohon balasan nya