Enggak heran kalau film Little Women menjadi nominasi hingga 6 kategori dalam Academy Award.
– Madam A –
Dari sekian banyak film yang masuk nominasi Oscar, hanya Film Marriage Story yang pernah saya tonton. Itupun nontonnya lewat hape di web indoxx1 tepat seminggu sebelum mereka tutup akun.
Padahal waktu jaman gadis dulu *eaa gadis* saya suka banget nonton. Twilight aja saya jabanin nonton kelima-limanya. Meski saya sebenernya suka gemes sama tokoh Bella yang plendat-plendet. Setidaknya masih ada babang James yang badannya kayak roti sobek itu kan?
Tapi sekarang, terutama sejak jadi emak-emak, mau nonton ko aras-arasen. Sering terjebak dilema, antara enggak punya waktu sama males karena kadang lebih milih untuk tidur dibanding nonton.
A mom always need more sleep.
Makannya, saya agak kesentil loh ketika cuma bisa plonga-plongo membaca ghibahan para ibu-ibu tentang drakor Crash Landing On You. Mereka sering nyebut-nyebut Kapten Ri Kapten Ri siapalah itu. Heran, mereka ini kapan ya nontonnya? Sambil nyetrika? Lha wong saya boker aja udah dicariin anak-anak. TV juga dikuasai mereka.
So, ketika hari Sabtu kemarin suami ngasih ijin saya keluar dari rumah, saya langsung kepikiran untuk nonton. Kebetulan ada 3 film bagus yang lagi tayang di bioskop; Milea suara dari Dilan, Birds of Prey, dan Little Women. Sebagai pecinta novel histrorical romance dan hal klasik yang membersamainya, tentu saya milih Little Women.
TENTANG FILM LITTLE WOMEN
- Judul : Little Women
- Sutradara : Greta Gerwick
- Durasi : 135 menit
- Pemain : Saoirse Ronan, Emma Watson, Florence Pugh, Eliza Scanlen, Laura Dern, Meryl Streep, dll
Film dibuka dengan adegan di mana Jo (Saoirse Ronan) masuk ke dalam sebuah kantor penerbitan. Setelah bertemu dengan orang yang dicari, dia menawarkan naskah cerpen yang, dia sebut buatan “temannya”. Padahal cerpen tersebut buatan Jo sendiri.
Dari sini, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa pada tahun 1800an perempuan memang sedikit sekali memiliki peran dalam ranah pekerjaan publik. Terutama pekerjaan yang memerlukan ‘otak’. Itulah sebabnya Jo tidak berani mengakui kalau cerpen yang dia tawarkan adalah hasil olah pikirnya.
Bapak dari pihak penerbit mengedit tulisan Jo. Sedangkan Jo menanti sambil berdebar-debar. Adegan edit mengedit ini ini asli membuat saya keingetan jaman jungkir balik ngerjain skripsi. Bedanya, dosen saya waktu itu lebih sadis. Enggak cuman asal corat-coret, beliau bahkan tega ngoreksi kerjaan mahasiswinya pakai tinta merah.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Jo mendapat kepastian. Tulisannya diterima. Dia mendapatkan upah sebesar 20$. Jo sangat bahagia, setelah menerima uang dia lalu berlari keluar dengan penuh semangat menuju rumah kos-nya di pinggiran kota New York. Fyi, selain menjadi penulis, Jo adalah guru dari dua orang anak kecil.
Adegan kemudian pindah dari New York ke Perancis, di sana ada Amy (Florence Pugh). Amy tinggal bersama sang bibi yang sering dipanggil Aunt March (Meryl Streep), beliau seorang wanita tua yang tidak menikah namun kaya raya. Amy sedang mengasah kemampuan melukisnya.
Amy memang memiliki mimpi untuk menjadi “Best Painter in The World”. Namun sayang, sebuah fakta sedikit demi sedikit menghantam mimpinya. Amy tahu kalau sebagus apapun karya yang dia hasilkan tetap tidak akan dipandang sebagus buatan laki-laki.
Adegan kembali berubah dengan cepat. Kali ini kita melihat bagaimana Meg (Emma Watson) sedang mengelus-elus sehelai kain berwarna hijau yang tampak lembut. Meg memang sedang berbelanja kain bersama seorang teman. Dia berniat untuk menjahitkan dua stel baju baru untuk kedua anaknya.
Sang teman berkata bahwa kain yang Meg pegang sangat bagus dan Meg pantas mendapatkannya. Meg yang tergoda akhirnya membeli kain tersebut. Sesampainya di rumah, Meg duduk termenung dan menyesal. Kain itu harganya 50$ dan bahkan belum dijahit, amat mahal untuk ukuran penghasilan sang suami yang hanya seorang guru.
Adegan kembali ke New York. Jo menerima kabar dari Marmee (Laura Dern) kalau adiknya yang paling kecil yaitu Beth (Eliza Scanlen) sakit parah. Jo pun buru-buru pulang menggunakan kereta.
Dalam perjalanan, Jo tertidur dan bermimpi tentang masa tujuh tahun sebelumnya. Masa di mana dia menjalani kehidupan bersama 3 saudara perempuannya yang lain yaitu Meg si kakak tertua, Amy adiknya, dan Beth adik terkecilnya. Mereka berempat dijuluki The March Sister.
The March Sister tinggal di sebuah rumah sederhana bersama ibu mereka yang dipanggil Marmee dan seorang pelayan wanita, Annie kalau enggak salah namanya. Ayah mereka tidak ada di tempat karena pergi memenuhi panggilan negara untuk berperang.
Kebayang enggak sih empat perempuan dalam usia remaja tinggal bareng hebohnya kayak apa? Pasar aja kalah.
Meski bersaudara, keempatnya punya hobi yang berbeda. Jo suka menulis, Amy suka melukis, Meg suka bermain peran, dan Beth suka bermain musik. Semua kemampuan ini mereka salurkan dengan membuat sebuah teater kecil-kecilan.
Pada suatu malam, Jo mendampingi Meg untuk hadir ke sebuah pesta dansa. Meg yang cantik dengan mudah langsung membaur ke dalam kerumunan pesta. Sedangkan Jo yang tidak begitu nyaman dengan keramaian melipir ke ruangan lain. Di sinilah dia kemudian bertemu dengan Laurie (Timothi Chalamet).
Jo mengobrol dengan Laurie hingga akhirnya dia memutuskan berdansa berdua di luar ruangan. Gerakan dansanya unik dan ulalaaaa, kocak! Kayak abis dapet durian runtuh gitu. Kebetulan, Laurie ini yatim piatu dan tinggal di rumah kakeknya yang, tetanggan sama March bersaudara.
Pada pesta dansa tersebut, kaki Meg terkilir. Tengah malam Laurie pun mengantar dua gadis ini pulang dengan kereta kudanya. Kedatangan Laurie, Meg, dan Jo disambut riuh di rumah oleh kedua saudarinya yang lain. Laurie yang selama ini kesepian, begitu takjub dan terpukau dengan kehebohan March bersaudara.
Waktu berlalu. Kali ini kita dibawa menyaksikan Amy yang sedang bersekolah. Di sana, teman-teman Amy memintanya untuk menggambar sang guru. Amy pun menyanggupi karena dirayu dengan beberapa butir lemon kesukaannya. Ketika sedang sibuk menggambar, Amy ketahuan.
Hari beranjak siang, Laurie yang sedang belajar dengan guru privat di rumah merasa bosan. Dia tiba-tiba naik ke atas kursi, mengangkat kakinya dan nyeletuk.
“Ada anak perempuan di luar.”
John Brooke (James Norton) si guru privat pun ikut menoleh ke arah jendela. Laurie langsung melongok dan menemukan Amy sedang mondar-mandir di bawah jendelanya. Reflek, Laurie pun memanggil Amy.
Amy yang sepertinya sedang kebingungan mendongak, air mata memenuhi wajahnya. Dia memperkenalkan diri lalu mengatakan bahwa dirinya tak berani pulang karena dia dikeluarkan dari kelas. Lalu sambil menangis, dia memperlihatkan telapak tangannya yang berdarah, bekas dipukul rotan.
Laurie yang kasihan langsung meminta Amy agar masuk ke dalam rumah, lalu memanggil anggota keluarnya yang lain. Marmee dan March bersaudari langsung mendatangi rumah Laurie. Mereka memeluk Amy, Marmee yang sangat marah melihat putrinya dilukai sedemikian rupa berjanji agar Amy tak perlu lagi sekolah di sana.
Lalu cerita demi cerita bergulir, bergantian antara masa kini dan masa lalu. Jo akhirnya tiba di rumah. Rumah yang dulunya tampak penuh itu sekarang terasa sepi karena tinggal Beth, Marmee, dan Annie yang tinggal di sana.
Masalah dimulai ketika kondisi Beth semakin memburuk dan Jo kehilangan semangatnya untuk menulis. Meg bertengkar dengan sang suami, yaitu John Brooke. Meg menyakiti hati John dengan mengatakan bahwa dirinya lelah hidup dalam kondisi miskin.
Amy di sisi lain, memutuskan untuk berhenti meraih mimpinya karena semakin memahami bahwa perempuan selamanya tidak akan pernah mampu bersaing dengan laki-laki. Apalagi Aunt March mengatakan bahwa Amy adalah satu-satunya March yang memiliki kemampuan untuk menikah dengan pria kaya.
Hidup keempat bersaudara itu benar-benar berubah sekarang. Keempatnya tak lagi berkumpul dan berbagi segala hal.Mereka bahkan tinggal di kota yang berbeda. Semua sedang berjuang menghadapi mimpi dan harapan yang nyaris kandas.
Jadi, mampukah Jo, Meg, Amy, dan Beth bertarung melawan kondisi mereka masing-masing dan meraih bahagia? Penasaran sama endingnya? Biar lebih seru, mending nonton sendiri aja yaaa!
REVIEW JUJUR FILM LITTLE WOMEN
Film ini adalah jenis film yang membuat saya ingin nonton berkali-kali. Superb!
Padahal, Little Women yang ini adalah adaptasi ketujuh setelah pada tahun 90an dulu pernah ada filmnya, bahkan ada seriesnya pula! Anjay Greta Gerwig, bisa bikin film adaptasi tapi tetap punya ruh sendiri.
Saya hampir terus-terusan menitikkan air mata di sekitaran 30 menit terakhir. Bukan cuma sedih, bahkan adegan-adegan bahagianya pun terasa begitu mengharukan.
March bersaudara tidak melulu menunjukkan kekompakan. Amy pernah membakar cerpen buatan Jo karena dia iri ketika Jo tidak mengajaknya pergi menonton teater. Jo, yang sebelum-sebelumnya digambarkan sangat menyayangi keluarga ternyata bisa marah.
Kemarahan itu dia tunjukkan dengan tidak mengajak Amy meluncur bersama Laurie di kolam es meski sebelumnya mereka telah berjanji. Amy pun menyusul Jo dan Laurie. Amy yang tidak berhati-hati jatuh ke dalam sisi danau yang esnya rapuh.
Tegang banget saat nonton gimana Jo berjuang nyelametin Amy. Selanjutnya bisa ditebak, Jo betul-betul menyesal telah mengabaikan adiknya itu. Cara Jo menunjukkan penyesalan memang bikin mewek, tapi juga menghangatkan hati.
Oh iya, saya harus jujur kalau di awal-awal sempat merasa bingung dengan alurnya yang maju mundur. Tapi lama kelamaan akhirnya bisa paham kok karena Greta memainkan palet yang berbeda antara masa lalu dan masa kini.
Tidak hanya cerita, dari sisi wardrobe pun film ini memanjakan mata. Ya ampun, bener-bener deh itu kostumnya ucul-ucul bangetttt!! Saya suka sekali model pakaian jaman dulu yang sebenernya mirip-mirip sama gamis jaman sekarang. Kancing blouse berderet dari bawah leher sampai ke bawah gaun serta rok yang mengembang khas bangsawan.
Bahkan ketika pergi ke pantai pun, mereka tertutup sampai ke mata kaki.
Kemampuan akting para aktor pun patut diacungi jempol. Saya mengamati bagaimana Jo menulis dengan kedua tangan, kanan dan kiri. Jadi, jaman dulu tuh belum ada pulpen atau pensil yang model pilot kayak jaman now. Mereka menulis menggunakan pena yang dicelup tinta.
Jo yang gila menulis ini, ketika lagi fokus nulis bener-bener udah enggak mikirin apapun. Pokoknya nuliiiisssss aja, tangan kanan pegel dia pindahkan pena ke tangan kiri. Repeat. Paham sih, namanya penulis kalau lagi banjir ide emang kayak gitu, enggak bisa ditahan lagi.
Pokoknya, kuatkan hati kalau mau nonton film ini karena kisahnya begitu hangat dan emosional.
QUOTE INSPIRASIONAL
Banyak quote bagus dari film ini. All Hail Greta Gerwik, yang sanggup bikin hampir semua ucapan yang keluar dari mulut para tokohnya bernyawa. Berikut saya tuliskan beberapa supaya enggak lupa.
“Women, they have minds, and they have souls, as well as just hearts. And they’ve got ambition, and they’ve got talent, as well as just beauty. I’m so sick of people saying that love is all a woman is fit for.”
—Jo March
“I’m just a woman. And as a woman, I have no way to make money, not enough to earn a living and support my family. Even if I had my own money, which I don’t, it would belong to my husband the minute we were married. If we had children they would belong to him, not me. They would be his property. So don’t sit there and tell me that marriage isn’t an economic proposition, because it is.”
—Amy March
“I may not always be right. But I am never wrong.”
—Aunt March
“Just because my dreams are different than yours doesn’t make them unimportant.”
—Meg March
“I want to be great or nothing.” — Amy March
Penasaran enggak nih sama filmnya? Nonton yuk, mumpung masih ada di bioskop!
1 Komentar. Leave new
ini resensi film atau sinopsis?