Alan Efendhi mungkin tidak pernah menyangka, bahwa dirinya yang dulu hanyalah seorang anak lulusan STM bisa banting setir menjadi seorang petani sekaligus pengusaha Aloe Vera. Apalagi sampai memberdayakan masyarakat dan petani di desanya.
Sejak sekolah, Alan memang memiliki keinginan kuat untuk menjadi pengusaha. Begitu studinya selesai, Alan yang berasal dari Dusun Jeruklegi, Desa Katongan, Gunungkidul, Yogyakarta langsung pergi merantau ke Jakarta dan bekerja di sana.
Baca Juga : Hayu Dyah Patria Membuat Tanaman Liar Naik Kelas
Setelah bekerja, Alan merasakan kebosanan. Alan selalu merasa ingin pulang ke kampungnya dan membuka usaha di sana. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Alan lalu mengumpulkan hasil gajinya sedikit demi sedikit.
Namun, tidak hanya berhenti sampai di situ, Alan juga membaca banyak literatur. Alan tahu bahwa terjun ke dunia bisnis tanpa ilmu dan persiapan sama sekali itu berbahaya. Setelah meneliti dan memperkirakan banyak hal, lelaki ini akhirnya mengerucutkan pilihan menjadi tiga empat yaitu bisnis Anggur, Buah Naga, Pepaya California, dan Aloe Vera.
Pilihan jatuh kepada Aloe Vera. Tanaman yang terkenal banyak tumbuh di kawasan gurun ini bagi Alan, memiliki metode budidaya yang paling mudah dibanding tiga lainnya. Selain itu, Aloe Vera menjadi 1 diantara 10 tanaman paling laris di dunia. Prospeknya juga cukup bagus.
Seperti yang kita ketahui bersama, industri kosmetik banyak yang menggunakan Aloe Vera sebagai bahan dasarnya. Begitu juga industri farmasi, pupuk organik cair, dan makanan. Alan kemudian membidik dan memutuskan untuk fokus ke industri makanan dari Aloe Vera. Alan ingin menghasilkan produk-produk olahan lidah buaya yang tidak hanya lezat, tapi juga menyehatkan.
Tahun 2014, Titik Awal Perjuangan Alan Efendhi
Alan merasa bahwa bekal pengetahuan dan uang sebanyak 6 juta rupiah adalah bekal yang cukup. Lelaki ini kemudian pulang kampung. Modal uang yang dimiliki ia belikan bibit Aloe Vera dari Sidoarjo dan Pontianak, dua kota di Indonesia yang terkenal memiliki bibit Lidah buaya yang berkualitas.
Selain itu, Alan juga berbelanja peralatan lain seperti pisau, saringan, semua yang dibutuhkan untuk memulai bisnis. Menurut Alan, kawasan Gunungkidul yang notabene gersang dan kering cukup cocok untuk budidaya Aloe Vera.
Alan pun mulai bertani, menanam Lidah Buaya di tanahnya. Lelaki yang sudah pernah mendapatkan berbagai pelatihan ini mengatakan bahwa butuh waktu antara 12 hingga 15 bulan untuk bisa merasakan panen. Sambil menunggu hasil panen, Alan belajar untuk mengolah minuman.
Ketika masa panen tiba, Alan merasa snagat bahagia karena ada beberapa pelepah Aloe Vera yang beratnya mencapai hingga 2kg, padahal biasanya hanya sekitar 1 hingga 1,5 kg saja. Hasil panennya diolah dan pada tahun 2016 yang lalu, akhirnya Alan memiliki satu produk olahan yaitu Nata de Aloe Vera yang kemasannya masih menggunakan plastik diikat karet.
Secara terbuka, Alan bahkan membagi caranya mengolah Aloe Vera. Menurutnya, tanaman yang satu ini tidak terlalu sulit, hanya membutuhkan ketekunan saja. Berikut tisp mengolah Lidah Buaya dari Alan:
- Panen : Pilih pelepah yang sudah berumur 8-12 bulan. pelepah terbaik adalah yang berada di paling bawah.
- Pengupasan : Cuci pelepah dan kupas menggunakan pisau khusus. Bila tidak ada, menggunakan pisau biasa juga bisa.
- Pemotongan : Potong daging lidah buaya dengan bentuk dadu
- Peremasan : Setelah dipotong, nata dari lidah buaya harus diremas-remas agar lendirnya bisa keluar.
- Pencucian : Saat mencuci, wajib gunakan air mengalir hingga lendirnya betul-betul tiada baru kemudian disaring.
- Perendaman : Jika sudah bersih, rendam daging lidah buaya minimal 6 sampai 12 jam atau semalaman. Perendaman bisa menggunakan garam, kapur siri, atau asam sitrat.
- Perebusan : Tahap ini menjadi tahapan paling krusial karena kita harus menunggu air mendidih, masukkan nata lidah buaya dan rendam hingga air mendidih kembali atau sekitar 10 menit saja.
- Pengemasan : Nata Aloe Vera yang sudah jadi kemudian diberi pemanis atau sirup. Kemudian dibungkus menggunakan cup sealer.
Kendala Yang Dialami
Perjalanan Nata de Aloe Vera dari mulai merintis hingga sampai di titik ini tentu tidak selalu mulus. Ada rintangan-rintangan yang menghadang. Namun, semua itu bisa dihadapi oleh Alan. Dirinya sendiri mengaku bahwa kendala yang dihadapi cukup banyak.
Alan tidak menampik bahwa pada saat dia memulai usaha ini, lingkungan sekitar tidak selalu mendukungnya. Semua niat baik tidak serta merta dianggap baik. Ada orang-orang yang mencibir, meremehkan, bahkan berusaha menjegal. Alan hanya berjuang untuk tetap meluruskan niat dan membuktikannya. Pada akhirnya, masalah tersebut tertatasi.
Kendala berikutnya datang dari si lidah buaya yang dia tanam sendiri. Jadi, meski cukup mudah dibudidayakan, lidah buaya juga memiliki tantangan. Pada musim hujan, jika penanganannya tidak tepat, lidah buaya bisa membusuk karena terendam air. Nah, untuk mengatasinya, Alan membuat gulan-gulan atau meninggikan tanah yang dipakai alas lidah buaya. Solusi lainnya adalah membuat parit di sekitar lidah buaya agak air mengalir ke cekungan.
Kemudian pada musim panas ketika debit air menurun cukup drastis, lidah buaya bisa mati jika terlalu kering. Tetap membutuhkan air dalam jumlah yang cukup. Alan sendiri menggunakan air PAM yang jika pemakaiannya cukup banyak, berarti biaya bisa membengkak. Solusi dari masalah ini adalah dengan memindahkan lidah buaya ke dalam pot atau membuat cekungan di bagian alas lidah buaya sehingga air terkumpul kesana, tidak lari kemana-mana.
Masalah berikutnya adalah permodalan. Alan mengakui bahwa jika memiliki modal yang lebih besar, usaha tersebut akan lebih nyaman dijalani. Namun Alan tetap berjuang memutar modal dan keuntungan sehingga peralatan-peralatan yang dibutuhkan terbeli.
Selanjutnya mengenai rantai distribusi. Ada pasang-surut penjualan di sini. Terutama karena di awal usaha, Nata de Aloe Vera hanya mampu bertahan selama tiga hari saja. Lebih dari itu banyak yang melakukan retur karena warnanya berubah, aromanya berbeda, dan lain sebagainya.
Alan kemudian mendapatkan pelatihan tentang higienitas dan packaging sehingga usia produk yang dulunya cuma tiga hari, kini bertahan hingga 3 bulan. Hal ini membuat pendistribusian juga bisa lebih panjang, baik itu dengan pengiriman luar kota ataupun pengiriman dalam kota.
Cara Alan Membuat Usahanya Tetap Berjalan
Selain melakukan perbaikan dari segi kualitas, distribusi, marketing, dan hal-hal lainnya, Alan memberikan dua tips yang membuat dia tetap bisa teguh membangun usaha Aloe Vera.
Pertama adalah sedekah. Alan mengakui bahwa usahanya sangat terbantu karena mendapatkan support dari berbagai lembaga salah satunya Dompet Dhuafa. Pada lembaga-lembaga itulah Alan menyisihkan keuntungan Nata de Aloe Vera.
Cara kedua adalah memuliakan orang tua. Menurut Alan, di dalam doa-doa yang dipanjatkan oleh kedua orangtuanya, ada keberkahan di sana. Doa-doa itulah yang membantu Alan dapat selalu menemukan solusi atas masalah yang dihadapi.
Mendapatkan Penghargaan SATU Indonesia Awards
Saat mendaftar untuk SATU Indonesia Awards, Alan menyatakan bahwa salah satu latar belakngnya adalah karena keprihatian akan kondisi kesehatan masyarakat. Beberapa kasus seperti diabetes, gagal ginjal, dan obesitas meningkat cukup banyak di lingkungannya. Hal ini membuat tekad Alan untuk membuat makanan serta minuman yang aman dikonsumsi dan mengandung nutrisi semakin bulat.
Selain itu, usaha Alan juga banyak melibatkan masyarakat. Usahanya saat ini telah bermitara dengan 125 petani di Kabupaten Gunung Kidul, Klaten, Bantul, dan Sleman. Alan bahkan membuka kebunnya untuk didatangi agar menjadi edukasi bagi mereka yang ingin melakukan hal yang serupa. Alan pun tidak pernah pelit berbagi ilmu bisnis.
Baca Juga : Ritno Kurniawan, Penggagas Ekowisata Air Terjun Nyarai
Kini, produk dari Gunung Kidul tersebut bahkan sudah menembus pasar International seperti Australia, Malaysia, dan Singapura meskipun masih lewat pihak ketiga. Aturan-aturan bisnis yang diterapkan di Indonesia pun telah dipenuhi oleh Alan.
Atas dedikasinya membangun bisnis yang sehat serta melibatkan masyarakat, Alan Efendhi diganjar penghargaan SATU Indonesia Awards 2023 di bidang Kewirausahaan. Hal ini tentu merupakan suatu kebanggan tersendiri.
Bagi anda yang ingin mencicipi atau mengetahui produk ini lebih jauh, anda bisa berjalan-jalan ke instagram Rasane Vera, nama brand yang akhirnya diambil oleh Alan.
Apa yang dilakukan oleh Alan tentu menjadi sebuah inspirasi bagi pemuda dan pemudi Indonesia lainnya. Dalam kondisi terbatas, kreativitas tetap harus tanpa batas. Belum lagi semangat pantang menyerah Alan yang membuatnya mampu mendirikan Rasane Vera.