Bareng Traveloka, hidup jadi lebih cerah
– Madam A –
Pada bulan Maret tahun 2017 atau sekitar lima tahun lebih yang lalu, aku sempat membuat status Facebook seperti di bawah.
Aku ingeettt banget alasan kenapa aku menulis demikian. Waktu itu, aku sedang hamil anak ketiga tanpa rencana (orang lain nyebutnya kesundulan). Meanwhile aku juga masih punya bayi yang berusia 10 bulan dan juga balita berusia 5 tahun.
Jujur, aku tahu kalau konsekuensi wajar dari menikah adalah memiliki anak. Hanya saja aku enggak pernah menyangka kalau Allah akan kembali menitipkan amanah secepat itu. Saat aku baru saja mencoba release dari trauma pengalaman melahirkan yang hampir merenggut nyawa.
Jadi ceritanya ketika melahirkan anak kedua, aku positif DB (Demam Berdarah). Trombosit di dalam darahku anjlok jauh dibanding manusia normal. Demamku sangat tinggi dan di waktu yang bersamaan aku juga mengalami kontraksi karena HPL (Hari Perkiraan Lahir) sudah tiba. Dokter obgyn merujukku ke RS yang memiliki ICU dan peralatan lebih lengkap.
Long short story, sesungguhnya tim dokter yang terdiri dari spesialis obsgyn, anastesi, dan penyakit dalam sudah berembuk dan memutuskan bahwa aku harus menjalani operasi sesar pukul 7 pagi, dengan berbagai resikonya. Suami pun diberi tahu untuk siap-siap dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi setelahnya. Namun layaknya seorang suami dan ayah, dia kukuh memohon supaya kami berdua bisa selamat.
“Mohon bapak banyak-banyak berdoa saja.” begitu jawab salah satu dokter yang terlihat tegang karena kondisiku memang sulit dan berbahaya.
Menjelang tengah malam, ketubanku pecah. Dokter jaga dan perawat panik semua karena seperti yang aku bilang tadi, kami sudah berencana akan operasi sesar. Dokter obgyn buru-buru ditelepon. Tengah malam beliau datang, ngebut di jalanan karena tidak ingin terlambat. Begitu sampai, beliau menuntunku yang sudah tidak berdaya untuk mencoba mendorong si bayi keluar.
Melihat kedatangan dokter dan kata-kata positif yang disampaikan, aku seperti mendapat recharge energi sehingga mampu mendorong. Alhamdulillah, anak keduaku lahir dengan selamat ke dunia. Begitu menyaksikan dia menangis keras dan dinyatakan sehat, aku ambruk. Pingsan tak sadarkan diri. Lalu ketika bangun, hal pertama yang kulihat adalah suami yang penampilannya acak-acakan lengkap dengan mata berkaca-kaca.
Ternyata, aku pingsan cukup lama, lebih dari 20 jam. Tim dokter memasukkanku ke ICU saat itu juga. Anakku juga terpaksa masuk ke ruang perawatan khusus bayi karena keracunan ketuban. Kami berdua sama-sama dirawat dan baru bisa bertemu 8 hari setelahnya.
Dengan pengalaman melahirkan seberat itu, tidak disangka-sangka aku akan hamil kembali dengan jarak delapan bulan saja. Aku shock berat saat melihat bagaimana test pack menunjukkan garis dua begitu jelas.
Suami juga ikutan shock. Tapi dia siap bertanggung jawab. Ya pastinya wajib bertanggung jawab-lah, awas saja kalau enggak. Hanya saja, proses kehamilan, melahirkan, menyusui, dan segala ubo rampenya tersebut akan lebih banyak mempengaruhi kehidupanku dibanding kehidupan dia.
Apalagi berdasarkan dua pengalaman sebelumnya, setiap hamil aku selalu mual berat atau hyperemesis di trimester awal. Hanya sanggup tiduran karena untuk bangun saja pusing sekali. Nah, ketika hamil anak ketiga ini, aku merasakan hal yang sama. Bedanya, tanggung jawab bertambah karena harus mengurus balita lima tahun yang butuh perhatian dan bayi yang masih menyusui.
Aku enggak bisa hanya tiduran dan membiarkan anak-anak tidak terurus. Hamil, mengurus bayi, mengurus balita pula. Triple kombo sekali bukan ujian hidupku?
Merasa Ingin Menyerah
Pagi itu aku mencoba untuk menggosok gigi, namun entah kenapa rasa odol di mulutku jadi pahit sekali. Memicu rasa mual yang sedari bangun dirasakan. Tak sanggup menahan, akhirnya semua aku muntahkan. Begitu selesai muntah, kondisiku tidak membaik karena pusing. Maklum, aku kesulitan untuk makan apapun. Bahkan nasi padang yang begitu aku sukai pun tak lagi menggoda.
Berhari-hari aku kewalahan mengurus bayi. Mengganti popoknya merupakan perjuangan berat. Belum lagi ada si sulung yang juga minta perhatian. Tak lama kemudian anak keduaku jatuh sakit dan akhirnya dirawat karena muntaber plus diare. Si abang terpaksa dibawa ke kantor suami karena tidak ada yang bantu merawatnya sedangkan aku menemani si bayi.
Tidak ada satu kata pun yang bisa mendeskripsikan perasaanku saat itu. Anak sakit, tidak dapat berkumpul dengan keluarga, tidak bisa makan, mual, tidak berdaya melakukan apa-apa. Semua perasaan sedih, kecewa, merasa bersalah, gagal, marah, berkumpul jadi satu.
Aku sering menangis diam-diam saat malam. Simply, karena belum mampu menerima takdir yang sudah digariskan. Sering merasa enggak pantas menjadi orang yang dititipi amanah. Sering bertanya-tanya “Kenapa harus aku?” dalam setiap sujud.
Aku sangat ingin menyerah.
Bener-bener rasanya pengen udahan aja. Enggak mau peduli lagi sama apapun karena super duper capek. Aku stress berat. Lelah fisik dan pikiran. Aku sudah melakukan ibadah sebisa mungkin, tapi entah kenapa aku enggak lagi menemukan semangat untuk hidup.
Aku seperti zombie. Bangun, berjalan, beraktivitas, tapi lemah letih letoy. Spiritku seolah disedot sampai habis oleh Voldemort. Padahal Voldemort hanya ada di dunia Harry Potter, bukan di dunia nyata.
But, I was lucky because my husband never judging me. He knew that my struggles is real. He understand that my feelings are valid. Makannya , alih-alih memintaku untuk lebih banyak sholat dan dzikir, dia justru bilang, “Masih ada banyak sekali hal yang pengen aku lakuin sama kamu.”
Air mataku meleleh mendengar kalimat itu darinya. Sebuah kalimat yang bikin aku sadar, keberadaanku penting bagi orang lain.
Selain itu, aku juga jadi ingat kalau setelah menikah, kami tidak langsung merasakan bulan madu. Aku sibuk mempersiapkan pindahan ke kota lain, mengikuti tempat kerja suami. Kami baru merasakan honeymoon untuk pertama kalinya di Jatim Park, Batu, Malang. Itu juga karena suami ada acara kantor terlebih dulu. Nasiibb.
“Aku pengen ke Bali Ay, pengen honeymoon lagi. Pengen pergi berdua aja kayak dulu waktu di Malang. Pengen bisa makan seafood di pinggir pantai, nginap di villa yang ada kolam renang privat-nya, pengen semua itu.” timpalku karena teringat masa-masa di awal menikah dulu.
“Iya boleh, kita lakukan ya. Makannya kita bertahan dulu dengan kondisi saat ini yuk, nanti kita persiapkan, kita wujudkan. Jangan menyerah dulu” kata suami ketika kami sedang ngobrol berdua.
Fiuh, kalau diingat-ingat lagi rasanya memang aneh ya. Betapa mindset aku bisa berubah begitu cepat ketika kepikiran untuk jalan-jalan.
Hal-hal sederhana seperti “Oh iya, aku belum mencoba honeymoon kedua. Aku belum ngerasain diving di Bali. Aku belum nyicipin Sup Ikan Makbeng.” Ternyata bisa bikin semangat hidup yang sebelumnya ndlosor jadi terpompa kembali.
Berulang kali dipikirkan, aku semakin merasa rugi banget jika memilih menyerah tanpa pernah mencoba merasakan hal-hal yang aku sebutkan tadi.
Ternyata memang, aku enggak butuh tujuan hidup yang muluk-muluk. Aku cuma butuh tujuan hidup yang jelas menyenangkan supaya bisa kembali waras. Dan meski tujuan hidupku saat itu cuma satu, yaitu mewujudkan impian untuk jalan-jalan ke Bali berdua saja. Aku justru mampu memperbaiki pikiran yang sebelumnya begitu kacau balau.
Impian yang Belum Terwujud
Pada akhirnya, aku berhasil menata hati dan menerima takdir loh. Hebat banget kan? Ayo puji aku, hahaha. Enggak mudah soalnya melakukan hal itu, tapi ternyata aku bisa.
Terus, tahu enggak sih, begitu hati mengatakan “Yaudahlah yuk kita jalanin mau kayak apa aja, yang penting nanti bisa ke Bali.” Eh, beban yang sebelumnya kerasa beraaatt banget jadi jauuuhhh lebih ringan.
I feel much lighter. Capek jelas, tapi pikiran untuk menyerah sih enggak lha wong impiannya belum terwujud. Hihihi.
Time flies so fast. Saat usiaku benar-benar mencapai 30 tahun, ternyata Covid-19 menyerang bumi. Tahu sendiri kan tahun 2020 ada pembatasan dimana-mana. Tempat wisata ditutup, mau mudik aja dilarang. Berita isinya hanya tentang Covid. Suami setiap bulan sekali harus suntik serologi dan juga swab hanya untuk memastikan bahwa dirinya aman.
Meski nano-nano, pandemi juga mengajarkan banyak hal agar aku gak sembarangan bicara masalah nyawa lagi. Anakku punya asma, dan penyakit ini juga menyerang paru-paru, sehingga aku gak bisa main-main. Jaman dulu dia kena pneumonia aku jungkir balik cari RS, apalagi pas pandemi ketersediaan bed di RS terbatas. Jadilah aku termasuk yang ketat banget masalah prokes, patuh untuk tetap stay at home.
Tahun 2021 aku terpaksa pulang ke Jogja karena papa positif Covid-19. Seminggu dirawat, beliaupun wafat. Keluarga, terutama Mama sangat terpukul. Beliau akhirnya ngikut kami untuk sementara, bergantian dengan kakakku yang di Bandung.
Butuh waktu berbulan-bulan untuk sadar betapa besar lubang kehilangan yang timbul ketika orang kesayangan kita berpulang. Rasanya ingin sekali aku menampol diri sendiri karena dulu pernah punya keinginan untuk menyerah dan menyudahi. Kematian Papa sungguh membawa pelajaran yang berharga.
Pada tahun penuh duka dan ujian itu, aku masih belum berani juga untuk keluar. Hal paling penting yang butuh diusahakan adalah survive dulu bukan? Insya Allah kalau selamat, aku masih bisa jalan-jalan kemana saja nantinya.
Sekarang di tahun 2022 angka Covid mulai menurun. Pembatasan yang dulu diperlakukan ketat, mulai dilonggarkan. Mudik dibolehkan, tempat wisata dibuka, belajar di sekolah, bekerja di kantor. Roda kehidupan kembali bergerak meski belum sepenuhnya normal seperti sedia kala.
Sayangnya, lagi-lagi aku belum mampu mewujudkan impian karena kondisi finansial tidak memungkinkan. Anak pertama perlu bayar biaya kenaikan kelas, anak kedua masuk SD, anak ketika juga naik kelas. Meskipun ngebet banget ke Bali, aku harus tetap logis dan realistis masalah biaya.
Kecewa? Enggak juga sih. Sebaliknya, aku justru bersyukur karena jadi masih punya alasan untuk semangat hidup. Ada mimpi yang aku peluk, menunggu untuk diwujudkan.
Menjaga Asa Liburan Ke Bali
Cara setiap orang menjalani hidup memang berbeda-beda. Kayak aku ini, jalani hidup karena punya tujuan mulia untuk mewujudkan honeymoon kedua. Aku serius btw, karena beneran punya kantong khusus di tabungan untuk hal ini.
Nah, sambil menunggu semuanya siap, menyusun rencana liburan bulan madu kedua dari sekarang sah-sah saja bukan? Supaya nanti ketika waktunya tiba, aku enggak perlu bingung lagi.
Tempat-tempat mana saja yang mau dikunjungi? Well, karena tema-nya honeymoon tentu saja aku pengen menelusuri destinasi wisata yang melambangkan cinta #tsaah. Biar tambah menghayati gitu loh. Ada makna tersurat, tersirat dan hikmah yang bisa diambil.
Apalagi, tempat yang aku tuju ini Bali, Pulau Dewata, Pulau yang terkenal menjadi tempat untuk memadu cinta. Cocok banget buat pasangan yang usia pernikahannya sudah dua digit seperti aku dan suami. Makannya, aku memutuskan untuk menjadikan tempat-tempat di bawah ini sebagai destinasi wisata tujuan bulan madu kami :
- Pantai Padang-Padang
Bali, merupakan pulau yang mendapatkan julukan Pulau Cinta dari aktris Julia Roberts. Teman-teman pasti udah pada familiar dengan film Eat, Pray, Love kan? Berdasarkan cerita di film tersebut, Julia mendapatkan cinta (Love) di Bali. Kemudian, salah satu lokasi syuting dari film tersebut adalah Pantai Padang-Padang.
Pantai yang terletak di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali ini katanya unik banget karena berada di balik tebing karang. Untuk menuju kesana, pengunjung harus menyusuri jalan yang berbentuk seperti goa dan menuruni tangga. Jalan ini sempit, hanya bisa dilewati oleh satu orang.
Tapi aku rasa, hal tersebut bukan masalah besar karena setelahnya, kita bisa menyaksikan bentangan pantai yang indah lengkap dengan pasir putih dan langit yang luar biasa biru. Orang menyebutnya vitamin sea, dan aku jadi paham kenapa sebutan pantai tuh demikian. Ya karena pemandangan dan suasananya itu magic banget.
Aku membayangkan di sana aku dan suami bisa menjejak pasir dan air berdua. Jalan bersisian sambil gandengan tangan. Uhuk, tolong jangan salty ya, bergandengan tangan memang salah satu hal mewah buatku karena biasanya kami menggandeng tangan anak-anak supaya mereka enggak kabur. Wkwkwk.
Betapa serunya memikirkan di sana aku dan suami bisa duduk selonjoran berdua di atas pasir, ngobrol ngalor-ngidul dan ketawa lepas tanpa beban. Melupakan sejenak segudang masalah lain di belakang. Kami berdua, menunggu matahari tenggelam sambil berpelukan. Romantis banget, eaaaa.
Cringe abis aku tahu, tapi ya gimana aku pengennya begini meski kok terkesan malu-maluin, hahaha.
And you know what guys? Ini aku baru sekedar membayangkan saja loh, tapi kok ya tetap bisa merasakan sensasi butterfly in my stomach. Deg-degan, excited, gak sabar. Dududu, baru membayangkan begini aja rasa bahagiaku udah kayak mau meledak, apalagi ngelakuin langsung ya?
- Sawah Tegallalang
Melancong ke Bali tidak lengkap tanpa mampir Ubud lebih dulu. Orang-orang bilang di sini udaranya sejuk karena masih banyak hutan yang rimbun. Nah, sebagai pecandu udara bersih dan pemandangan hijau aku juga memasukkan Tegallalang Rice Terrace ke dalam wishlist honeymoon-ku.
Sawah-sawah di Tegallalang memang tampak cantik sekali karena disusun rapi menggunakan sistem terasering. Sangat memanjakan mata dan menentramkan jiwa. Sesuatu yang aku cari jika mendapat kesempatan untuk liburan.
Selain menjadi latar film Eat Pray, Love, sistem irigasi bertingkat yang disebut “Subak” ini juga menjadi salah satu UNESCO World Heritage list. Mbak Julia Roberts pernah sepedaan di sini dan aku juga ingin melakukan hal yang sama. Yaa mana tau kan aku jadi ketularan tenar kayak beliau, wkwkwk.
Tapi selain itu, aku juga mau coba main ayunan yang menguji adrenalin di Aloha Ubud Swing. Biar jantungku deg-degan karena alasan lain gitu, gak melulu karena berduaan sama suami. Hihihi.
- Museum Le Mayeur
Sudah pernah dengar kisah cinta seorang pelukis Belgia dengan penari Legong keraton dari Bali? Kisah ini nyata, cukup populer karena rumah beliau sampai diresmikan menjadi museum untuk mengabadikannya.
Adalah Adrien Jean Le Mayeur yang berasal dari Belgia dan Ni Nyoman Pollok. Keduanya bertemu di sebuah rumah di Banjar Kelandis. Berprofesi sebagai pelukis, Le Mayeur pun meminta Ni Pollok menjadi model lukisannya. Kala itu usia Ni Pollok 15 tahun.
Selesai melukis, Le Mayeur berangkat ke Singapura untuk memamerkannya. Acara pameran tersebut sukses besar dan setelah itu dirinya pun kembali ke Bali. Di sini, dia membeli sebidang tanah dan membangun rumah di Pantai Sanur. Waktunya sehari-hari dihabiskan untuk melukis.
Lambat laun, keduanya saling jatuh cinta. He’s fall for her so deep. Saking cintanya, Le Mayeur sampai mengubah rencana dan memilih untuk menikahi Ni Pollok di tahun 1935. Pasangan tersebut melanjutkan hidup dengan melukis dan menjadi model lukisan. Hasil lukisan yang terbaik tidak dijual dan justru dipajang di rumah mereka sendiri.
Gadis-gadis Bali memang terkenal sangat cantik dan menarik. Tapi aku sendiri begitu penasaran, secantik apakah Ni Pollok ini? Sehebat apakah kemampuan melukis Le Mayeur hingga menarik perhatian Bader Djohan, Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan pada tahun 1956. Sang Menteri bahkan meminta agar rumah pasangan Le Mayeur-Ni Pollok dijadikan museum.
Aku sangat suka dengan kisah cinta seperti mereka. Salah satu hal penting yang dibutuhkan dalam hidup itu memang cinta kok. Cinta yang benar mampu membuat hidup seseorang menjadi lebih baik. Aku pengen tahu lebih banyak tentang mereka, meneguk resep-resep rahasia agar kisah cintaku dan suami pun bisa seabadi itu.
- Warung Mak Beng
Another reason to stay alive : menikmati seafood di Warung Mak Beng. Apa sih istimewanya Warung Mak Beng, lha wong kebanyakan sajiannya kebanyakan semacam ikan goreng, sop kepala ikan, nasi, dan sambel saja? Toh kita bisa bikin sendiri di rumah?
Well, awalnya aku kepengen karena lihat postingan salah satu teman yang sedang makan di sini. Tapi setelah tahu kalau warung ini sudah buka bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka, rasa ingin mencoba itu meningkat tajam.
Ya, pengelola Warung Mak Beng saat ini merupakan generasi ketiga yakni cucu dari sang pendiri, Ni Ketut Tjuki. Mereka menjaga resep legendaris setiap sajian dengan begitu baik sehingga kata orang-orang yang sudah kesana, kelezatannya tak pernah berubah.
Rahasia lain kenapa menu-menu ikan di Warung Mak Beng terasa istimewa adalah karena ikan yang digunakan adalah ikan segar hasil tangkapanan nelayan setempat di perairan Bali. Jadi, jangan heran kalau kerenyahan dan kekayaan bumbu pada sop ikan di sini tuh juara. Terlebih, ini jenis makanan favorit suami. Rasanya pasti sangat seru kalau kami berdua bisa menikmati sajian spesial di sini saat honeymoon kedua.
Aduh, menulis tentang makanan memang penuh cobaan ya. Soalnya bayangan di pikiranku jadi terisi penuh dengan gambaran sop ikan dan ikan goreng dicocol sambal yang dinikmati dengan sebakul nasi hangat. Hmmm, delicious!
Rencana Honeymoon Kedua Bareng Traveloka
Aku itu dulu pernah mendengar semacam quote yang bunyinya “Impian akan tercapai jika kita merencanakannya dengan sungguh-sungguh.”
So, selain menabung dan mengondisikan keadaan di rumah, aku juga membuat itinerary traveling penelusuran penuh cinta ala-ala, haha.
Kenapa harus bikin duluan? Supaya aku bisa menghitung budget, memperkirakan waktu, dan menjadikannya sebagai momen paling berkesan.
Aku sempet ngobrolin ini sama suami, dan dia berpendapat untuk menyerahkan masalah ini ke aku. “Kamu atur aja, aku percaya sama pilihan kamu pokoknya.” Hihihi dasar. Tapi yaudah sik, aku justru lebih leluasa buat menentukan akomodasi apa aja yang mau dipakai.
- Transportasi
Domisiliku saat ini ada di Tangerang, ratusan kilometer jauhnya dari Pulau Bali. Ada dua cara yang bisa dipakai yaitu jalur darat atau jalur udara. Berhubung nawaitunya adalah honeymoon kedua, aku gak mau terlalu capek di perjalanan dan malah tepar di sana.
Kebutuhan akan transportasi enggak berhenti sampai sini ya. Selama di Bali nanti aku bakal butuh kendaraan supaya mudah mobile kemana-mana. Pilihan paling enak memang rental mobil aja. Semisal hujan enggak kehujanan, panas enggak kepanasan.
Punten, aku enggak akan pusing sama dua hal diatas karena ada Traveloka! Aplikasi gaya hidup yang menyediakan berbagai akomodasi untuk perjalanan. Di bawah ini buktinya :
Enggak hanya menyediakan tiket pesawat, kereta api, travel, atau bus, kita bahkan bisa memesan layanan antara jemput bandara langsung dari sini. Memudahkan sekali ya, kita jadi enggak bingung begitu mendarat. Kayak Sultan, udah diantar jemput aja kemana-mana, hahaha.
Anyway, pilihan maskpai yang tersedia juga beragam banget. Kita tinggal cap cip cup mau pilih pakai maskapai apa, jam berapa keberangkatannya. Kata aku sih, paling asyik memang beli tiket di Traveloka karena jika jeli, kita bisa pilih tiket yang menyediakan gratis kupon hotel dan gratis Kupon Xperience. Untungnya jadi dobel-dobel.
Pemesanan tiket bisa dilakukan untuk Pulang-Pergi sekalian. Terus semisal di dalam perjalanan ada sesuatu yang membuat kita harus stay lebih lama atau pulang lebih cepat, tinggal reschedule aja. Ada opsi ini di Traveloka, sooo simple!
Masalah pesawat beres, lanjut ke sewa kendaraan yuk. Aku agak kaget karena pas cek Traveloka, lengkap sekali pilihan kendaraan yang tersedia untuk disewa selama di Bali. Ada motor dan juga mobil. Jenis motor dan mobilnya pun vartiatif. Belum lagi ditambah free food voucher, apa gak tambah ngiler?
Harga sewanya pun masih sangat-sangat masuk akal banget kan, terhitung murah malah. Terus apabila takut nyasar, ada pilihan rental mobil plus driver sekaligus. Tapi untuk kita-kita yang memang lebih tertarik keliling sendiri, gak perlu pakai driver pun bisa.
Aku sendiri kepikiran untuk sewa mobil dan motor. Maklum, pengen ngerasain naik Vespa eui, si motor antik nan mahal. Kan asyik ya menjelajahi area dekat hotel sambil pelukan berdua di atas motor gitu. Well, aku yang meluk dia sih maksudnya, hihihi.
2. Hotel
Mau menginap di mana? Sebuah pertanyaan yang akan dijawab oleh Traveloka dengan baik. Setidaknya aplikasi ini menyediakan 2 pilihan menginap untuk perjalanan kita yaitu Hotel dan Holiday Stays.
Apa bedanya Holiday Stays dan Hotel, bukannya sama-sama tempat menginap? Well, Holiday Stays merupakan layanan produk terbaru Traveloka yang meliputi akomodasi dengan mengedepankan nuansa liburan yang lebih privat, yaitu villa, apartemen, private homes, guest house atau homestay, glamping, dan resort.
Suami sebetulnya memang lebih suka yang privat karena dia kepengen berenang berdua tok sama aku tanpa aku perlu memakai jilbab. Kalau perlu pakai baju seksi sekalian malah, mumpung cuma berdua ini. Biar gampang kalau mau grepe-grepe ceunah, WAHAHAHAHA.
Maklum, namanya juga honeymoon kedua. Toh udah halal ini buat ngapa-ngapain semaunya. Di rumah sendiri loh kami gak bisa berduaan seenak jidat karena ada anak-anak. Aku dan suami memang menjaga banget, kami tampil mesra tapi ya bukan yang senonoh gitu. Mau kisseu aja sembunyi-sembunyi dulu.
Jadi sepertinya pilihanku bakal jatuh ke layanan Holiday Stays, pengen nyari villa-villa yang mungil tapi udah ada kolam renang dan pastinya tertutup.
Royal Gardens Villa and SPA Bali ini jelas masuk ke dalam list! Villa privat dengan 1 tempat tidur dan kolam renang. Lokasinya di Ubud, cukup terjangkau dari sawah Tegallalang. Kita bisa loh request sarapan yang dimasukin ke dalam kolam renang. Breakfast at pool gitu. Kayak apa ya rasanya? Oh Tuhan, semoga aku betul-betul bisa menjawab pertanyaanku sendiri suatu hari nanti.
3. Tiket Destinasi Wisata di Bali
Pantai Padang-Padang, Sawah Tegallang, Museum La Meyeur, dan juga Warung Mak Beng adalah destinasi wisata yang kepengeeenn banget-banget-banget aku kunjungi selama di Bali. Tapi selain itu, aku juga sangat terbuka dengan berbagai opsi atraksi wisata yang lain.
Aku bisa menemukan ini di menu Traveloka Xperience. Traveloka Xperience sendiri merupakan sub-brand dari Traveloka yang merupakan platform pemesanan berbagai produk aktivitas dan hiburan di kota-kota yang ada di dalam negeri maupun luar negeri.
Misalnya nih, aku mencari aktivitas apa saja di Bali yang tiketnya dibeli secara online. Eh, yang keluar ternyata banyak banget. Ada Bali Safari Park, Taman Air Spa Kuta, Full-Day di GWK, bahkan Day Cruise One Day Tour juga ada.
Ommona, harus berapa lama aku stay di Bali buat nyobain itu semua? Tiga hari doang kayaknya enggak cukup. Tapi kalau lebih dari tiga hari, aku gak sanggup membayangkan anak-anak yang bolak-balik neleponin untuk tanya kapan aku pulang, Wkwkwk.
Terus, aku juga jadi dilema karena pas menjelajahi Traveloka Xperience, banyak banget Kawasan wisata yang cocok buat anak-anak. Tapi tapi tapiii, tapi nggak papa lah ya kalau mamanya sesekali mewujudkan mimpi untuk honeymoon kedua dulu.
Well, karena masalah akomodasi sudah terpecahkan semua, ini dia aku persembahkan : My 3 Days Trip Bali Itinerary
Emang paling bener itu punya aplikasi Traveloka di smartphone deh. Cukup satu, tapi bisa mengakomodasi segala macem kebutuhan kita akan hiburan dan jalan-jalan. Udah gitu, cara pembayarannya beraneka ragam, pilihannya super duper buanyak, informasi yang ada lengkap, proses refund atau reschedule juga mudah. Rencanakan liburan di Traveloka sangat aku rekomendasikan.
Makin Semangat Hidup Dengan Rencana Liburan Bareng Traveloka
Kalian yang sedang merasa di bawah, merasa gagal, merasa gak mampu ngapa-ngapain, gak bisa menerima takdir, bahkan ingin menyerah untuk hidup, please-please-please, jangan pupus harapan. Coba pelan-pelan temukan kembali tujuan hidup kalian.
– list tempat-tempat yang ingin kalian kunjungi sebelum usia 30.
– List makanan-makanan yang harus dicoba sebelum usia 35.
– list hal-hal sederhana yang ingin dilakukan dalam waktu 5 tahun ke depan.
Cukup mulai dari hal-hal kecil saja. A very tiny step is enough karena aku tahu untuk bangkit dari keterpurukan itu butuh tenaga serta kemauan yang besar.
Nih ya, seandainya lima tahun yang lalu aku enggak kepikiran untuk punya mimpi ke Bali, bisa jadi aku masih berenang-renang dalam keterpurukanku. Aku sungguh enggak menyesal telah berani untuk mengubah mindset karena nyatanya, kehidupanku setelah anak ketiga lahir pun alhamdulillah sangat bahagia.
Kalian bisa melakukan hal yang sama seperti aku : menulis tentang mimpi untuk pergi liburan. Boleh di status medsos, boleh di blog, boleh di diary, boleh di manapun. Coba deh tuliskan.
Percayalah, efek psikologisnya enggak main-main. Scrolling-scrolling tentang berbagai akomodasi dan destinasi wisata yang ada di Bali menggunakan Traveloka misalnya, bikin aku sadar, begitu banyak hal-hal luar biasa dan menakjubkan di luar sana yang menunggu kita untuk mencobanya.
Sekarang, ketika aku menengok status impian ke Bali lima tahun yang lalu, aku jadi senyum-senyum sendiri. Betapa manusia itu sangat dinamis. Dulu aku begitu sulit menerima kehamilan, eh sekarang anak yang disebut “kesundulan” itu justru jadi kesayangan. Aku dan suami pun bertambah kompak karena mampu mengatasi berbagai masalah yang ada.
Aku juga bangga kepada diri ini. Setidaknya waktu itu aku menemukan satu alasan harus bangkit, harus bangun lagi, harus berjuang, harus kuat. Meski memang belum terwujud, aku yakin tiba kok saat paling tepat.
So, dear kamu yang sedang down, cobalah dengarkan suara hati kamu yang tak pernah mau menyerah itu. Suara hati yang lantang mengatakan bahwa kamu bisa melalui semua. Jalani hidup dengan caramu #LifeYourWay dan susun kembali prioritas hidupmu.
Semoga aku, kamu, kita semua bisa terus berjuang untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tertunda, bersama Traveloka!
Sumber tulisan :
– https://www.kompasiana.com/bariyanto/5500b6aca33311e772511bd7/pulau-bali-sekarang-berjulukan-pulau-cinta
– https://www.indonesia.travel/id/id/destinasi/bali-nusa-tenggara/ubud/sawah-terasering-tegallalang-bentangan-permadani-hijau-di-ubud
– https://travel.tempo.co/read/1403087/museum-le-mayeur-di-bali-kisah-wisatawan-belgia-jatuh-hati-kepada-ni-pollok