“Happy Birth Day untuk bumiiilllll!!!”
Sarah mengerjap-kerjapkan matanya, tampak terkejut melihat ruang kerjanya yang mungil kini dipenuhi rekan kerjanya seperti Maura, Bobi dan beberapa asisten chef lain beserta kue dan bunga yang terhampar di meja.
“Waaaaawwwwwww” Sahut Sarah Sumringah, senyum ceria mengganti ekspresi terkejutnya. “Aku dapat surprise”
Maura, si bos langsung maju mendekat dan mengecup pipi Sarah yang sebelah kanan “Selamat ulang tahun sahabatku, maaf ya terlambat beberapa hari. kamu tau sendiri kan kondisi di sini kayak apa”. Katanya dengan nada meminta maaf.
Sarah tersenyum lagi “yaelah, gitu doang dipikirin. santai aja kaliiii”. Kata Sarah sambil memeluk Maura, dia melihat Bobi yang juga berjalan mendekat dari balik bahu bosnya itu.
“Mbak Sarah, hepi-hepi ya. Selamat ulang tahun dan selamat atas kehamilannya. Itu ada kue dari orang-orang yang di kitchen.” kata Bobi sambil menunjuk sebuah kue tart yang ditutup seluruhnya oleh ganache coklat, kesukaan Sarah. “Aku juga sebenernya pengen nyium mbak Sarah, tapi daripada entar digaplok, dilindes dan dibuang ke angkasa sama mas Andrian, aku mundur” candanya lagi.
Sarah terkekeh geli, dia menatap kue tart dan bobi bergantian, rasa haru menyeruak di dadanya. “Ah, kamu mah bisa aja bob. Makasih banyak buat kuenya, tau aja kalian kue favorit aku”
“Oke!” Maura tiba-tiba menangkupkan kedua tangannya dan memberi komando, “silakan semua kasih selamat ke bumil terus balik kerja ke tempat masing-masing yaa. Ingat, kita masih harus kejar orderan supaya hasilnya tepat waktu dan konsumen nggak kecewa”
Satu per satu orang memberi selamat pada Sarah, sambil ada yang mengelus perutnya karena ingin ketularan hamil. Sarah hanya tersenyum manis sambil membalas mendoakan. ketika akhirnya semua orang sudah keluar dan hanya tersisa Maura di ruangannya, Sarah mengangkat alis, bertanya.
“Eh, elo nggak papa? gue tahu baru-baru ini kalau elo hamil. Khawatir gue, dari kemarin elo lembur dan jalan-jalan naik-turun tangga” Tanya Maura blak-blakan.
Sarah mengangguk “Nggak papa kok, santai aja. Gue bahkan nggak ngerasa mual parah atau ngerasa berbeda dengan gue yang dulu. Insya Allah gue masih sanggup ngerjain segala macem sih” jawabnya.
“Iya, tapi gue tetep khawatir, bulan depan kerjaan lo gue kurangin ya. Elo nggak boleh kecapekan” Tandasnya.
Sarah mengulum senyum dan mengangkat bahu melihat kekhawatiran sahabatnya ini, sungguh dia merasa beruntung memiliki atasan sebaik Maura. “Terserah elo aja, kalau elo yakin” kata Sarah Jahil
Maura mencubit pipi Sarah “gue yakin banget kaliiii, nah elo habisin itu kue ya, gue balik ke atas nemuin klien dulu”
Sarah tiba-tiba menarik tangan Maura yang hendak keluar ruangan “Ra, makasih banyak ya buat ini semua”
Sekarang, gantian Maura yang tersenyum “Take it easy darl” katanya sambil tersenyum kemudian menutup pintu, meninggalkan Sarah kembali sendirian di ruangannya.
***
Andrian menyetir dengan membabi buta, memarkir mobil, membanting pintu dan segera berlari ke arah ruang IGD di sebuah rumah sakit Ibu dan Anak yang cukup terkenal di kotanya. Lima belas menit yang lalu dia mendapat telepon dari Maura kalau Sarah terpeleset dari tangga, jatuh dengan pantat yang meniban lantai terlebih dahlu. hanya benturan normal, tapi dengan kondisi Sarah saat ini hal itu menjadi berbahaya. Terbukti tidak lama kemudian Sarah mengeluh merasakan nyeri di perutnya dan disusul dengan darah yang mengalir dari paha sampai ke betisnya. Maura yang panik langsung membawa Sarah ke RS dan menelepon Andrian di tengah jalan. Begitu mendapat kabar, Andrian langsung meninggalkan rapat dan pergi saat itu juga.
Andrian membuka ruang IGD, bertanya dengan tergesa-gesa pada salah satu perawat dan langsung menyibak tirai yang berada di pojok ruangan. Di dalamnya dia menemukan Sarah sedang terbaring dan diperiksa sepertinya oleh seorang bidan, disampingnya ada Maura yang tampak amat sangat pucat.
“Andrian!” Panggil Sarah sambil mengulurkan tangan, ketika menyadari suaminya sudah tiba.
Andrian langsung menerima uluran tangan Sarah, mengamit dan menciumnya “Hei, gimana keadaannya?” tanya Andrian dengan sorot mata khawatir.
Sarah menggeleng, wajahnya kalut dan air mata mulai menggenang di matanya “Aku tadi kepleset, jatuh..kemudian kemudian perutku sakit, sakit sekali, nyeri tak tertahankan dan darah keluar terus-terusan dari dalam..”isaknya
“Aku takut Andrian..aku takut..bagaimana kalau..kalauu..”Sarah tercekat, tak sanggup melanjutkan kata-katanya.
“Ssshhhh..sudah” Sergah Andrian, “Aku udah disini sekarang, kamu nggak sendirian. Jangan pikirkan hal-hal yang lain, semua akan baik-baik saja, oke?”Kata Andrian berusaha menenangkan, dia mengeratkan pegangan tangannya pada Sarah.
Saat itu, Sarah mengetahui dengan jelas bahwa Andrian pun takut pada hal yang sama : mereka takut kehilangan calon buah hati mereka..
***
Pada akhirnya, Sarah harus melakukan prosedur kuretase. Hasil USG yang baru saja dilakukan menunjukkan bahwa Janin yang dikandung Sarah koyak, dan terjadi pendarahan di beberapa titik sehingga Sarah terus menerus mengeluarkan darah. Tindakan harus segera dilakukan agar Sarah tidak kehabisan darah. Andrian dengan sigap langsung menyetujui apa saja yang dibeberkan oleh dokter, hati dan pikirannya kacau, dia sudah kehilangan janin mereka dan tidak ingin Sarah ikut menghilang juga, apapun yang penting Sarah selamat.
Kini Andrian duduk gelisah menunggu di ruang tunggu sementara Sarah menjalani prosedur kuretase. Hatinya terasa diremas saat terakhir kali dia melihat Sarah, Sarah sedang memanggil-manggil dan menggapai-gapaikan tangan padanya.
“Andrian, Andrian!” Panggil Sarah keras sebelum kasurnya didorong menuju ke ruangan. Tangan Sarah menggapai-gapai tangan Andrian, mencari kekuatan, mencari perlindungan.
Andrian meraihnya, menggenggam tangan Sarah dengan begitu erat dan tidak berhenti memberi tahu bahwa Sarah tidak perlu takut karena dirinya ada disitu. Pada akhirnya, Andrian harus melepaskan Sarah ketika perawat hendak menutup pintu, meminta untuk menanti di ruang tunggu yang dituruti olehnya dengan murung.
Inikah rasanya ketika kehilangan sesuatu yang bahkan belum menjadi miliknya?
***
Sarah membuka matanya, hal pertama yang di sadari adalah bau obat dan desinkfektan yang agak menyengat. Perlahan dia menoleh ke samping kiri, melihat bagaimana infus darah memasuki tangannya dengan lancar.
“Hei, sudah bangun?”
Sarah menoleh ke kanan, ke arah suara yang sudah begitu dikenalnya..dia menemukan Andrian. Andrian, suaminya tersayang yang biasanya selalu tampil cool, jail dan menyebalkan sekarang berdiri dengan sedikit menunduk. Raut wajahnya tak terbaca, penampilannya berantakan dan rambutnya kusut. Andrian terlihat seperti habis menghadapi badai.
Sarah mengulurkan tangan kanannya yang terpasang infus, hendak merapikan rambut Andrian yang tidak tertata. Saat Sarah menyentuhnya, Andrian hanya terdiam.
“Kamu kacau banget…”kata Sarah serak
“Suamiku…”lanjut Sarah perlahan, dia ragu-ragu hendak melanjutkan. Rasa takut menggayuti pikiran Sarah, oh..tapi dia harus berani untuk bertanya, harus berani.
Sarah berdehem sekali, memandang mata hitam obsidian Andrian yang tidak pernah membuatnya bosan “Janin..gimana janin kita?” tanyanya, merasa lega karena pertanyaan itu bisa keluar dari mulutnya dengan lancar.
Andrian terdiam sejenak, dia mengambil kursi dan duduk di sebelah kasur Sarah. Lembut, Andrian ganti membelai kepala Sarah, merapikan helai-helai rambut basah karena keringat dan memijat pelipis Sarah, mencoba membuat istrinya nyaman.
“Janin kita tidak bertahan sayang..dia..dia koyak…” Balas Andrian, menjawab pertanyaan Sarah. “Dokter mengatakan, mungkin saja sejak awal janin kita memang tidak sekuat janin biasanya walaupun sehat… sehingga sedikit benturan bisa berakibat fatal padanya” Andrian menyampaikan hal tersebut sambil mencium pelipis Sarah. Kemudian dia merasakan tubuh Sarah bergetar, ada tetesan basah mengalir dari pipi Sarah. Tiba-tiba saja Andrian merasakan kedua pundaknya sudah digayuti oleh Sarah dan Sarah menaruh wajah di lehernya.
“Maaf..maafkan aku..maafkan aku..maafkan aku..maafkan aku..maafkan istrimu yang bodoh ini” bisiknya penuh air mata.
Andrian memosisikan tubuhnya agar bisasejajar dengan Sarah di atas kasur, memeluknya erat, menaruh dagu di atas puncak kepalanya “Sssttt..sudah, jangan bicara apapun lagi ya. Ini namanya takdir, kita memang belum ditakdirkan memilikinya..sudah..sudah Sarah, jangan menyalahkan dirimu seperti itu” Andrian berkata dengan sabar. Sesungguhnya, Andrian tahu bahwa dirinya juga merasakan sakit karena kehilangan, tapi Sarah..apa yang dialami Sarah lebih dari rasa sedih dan sakit yang dirasakannya.
“Kamu hidup, itu sudah lebih dari cukup buatku, paham?” tegas Andrian ketika menempalkan dahinya ke dahi Sarah “Aku tau kamu sedih, jujur..akupun sedih Sarah. Tapi kita bisa melaluinya, kita akan melaluinya. Bersama-sama. ya?”tanya Andrian.
Air mata Sarah kembali mengalir tak terbendung, tapi tak urung dia mengangguk. Ya, mereka akan melaluinya.
Tapi sekarang, saat ini Sarah hanya ingin memeluk Andrian, bergayut dan menumpahkan seluruh kesedihannya berdua. Sarah merapatkan diri “Kamu juga boleh menangis kalau mau, aku janji nggak akan kasih tahu siapapun”Kata Sarah dengan suara kecil.
Sudut bibir Andrian terangkat sedikit, dia tersenyum kecil “Ya Sarah..ya” balas Andrian lembut
kemudian mereka berdua berpelukan lama, meresapi rasa kehilangan dan akhirnya saling melengkapi dan memberi kekuatan. Saat ini, mereka akan berduka, hanya saat ini…