Berhubung ini adalah tulisan pertama di tahun 2023, jadi judulnya agak panjang pun enggak papa lah ya. Sesekali suka-suka menulis tanpa mikir judul harus sesuai kaidah SEO, hahaha. Soalnya kangen banget nulis pengalaman pribadi kayak gini. Kebetulan kemarin aku emang pergi ke luar kota sendiri dan meninggalkan 3 anak ke ayahnya.
Lumayan seru ternyata, hehe.
Biasanya yang pergi keluar kota itu Cucup karena ada tugas atau acara. Tapi kemarin, untuk pertama kalinya sejak punya anak, gantian aku yang merasakan. Alhamdulillah Cucup mengijinkan dan support banget. Dia enggak masalah harus ngurusin anak-anak sendirian untuk beberapa hari.
Drama Sebelum Berangkat
Sebelum ini, aku juga pernah ninggalin anak-anak karena sakit dan harus dirawat di RS selama dua malam. Aku sendirian di RS, gak ada yang nemenin. Tapi gak masalah juga toh ada perawat yang standby 24 jam dan bisa dimintain bantuan. Meanwhile, Cucup stay di rumah bersama para krucils.
Ketika itu, hampir tiap jam kami teleponan, entah untuk ngomong kangen, atau sekedar nanyain kondisi. Alhamdulillah anak-anak paham dan cukup manut sama ayahnya sehingga kondisi di rumah kondusif meski aku enggak ada.
Nah, kalau yang kemarin jelas ada drama-dramanya dikit. Keluargaku gitu loh, tanpa drama rasanya kok kurang kumplit. Kayak sayur tanpa garam, kayak aku tanpa kamu, #tsaahhh.
Waktu tahu aku mau pergi ke Jogja, anak-anak super excited. Tapi begitu aku bilang kalau bakal pergi sendiri, mereka kayak sayur kangkung yang direbus ke dalam air panas, layu, lemas, lunglai. Ada yang marah, ada yang nangis, ada juga yang bilang kalau aku enggak adil dan curang. Hadeehh, hahaha.
Tapi, alhamdulillah setelah dijelaskan pelan-pelan, mereka paham dan akhirnya menerima.
“Yaudah, tapi harus bawa bakpia kukus dan bakpia matcha.” kata ketiganya kompak. Aku mengangguk menyanggupi permintaan mereka.
Masalah anak-anak beres, tinggal masalah sama Cucup. Seperti yang sudah aku bilang di atas, Cucup itu support. Hanya saja, dia itu terlalu cinta sama aku, sehingga sebagai suami bucin yang setia dia sempet bilang, “Aku itu mau loh nganterin kamu sampai Jogja, bukan cuma sampai stasiun Gambir aja.”
Diomongin kayak gitu aku jelas meleleh dong. Selama ini kalau pergi jauh biasanya kami memang sama-sama, seperti ketika Papaku wafat gegara Covid-19 di tahun 2020 lalu. Aku berniat berangkat sendiri ke Jogja untuk ngurusin orang tua, tapi Cucup mengambil keputusan untuk cuti dan ikut mendampingi. Dia enggak mau aku struggling sendirian.
Masalahnya, aku kemarin udah beli tiket kereta, yang kalau dibatalin entah masih bisa atau enggak plus bakal kena potong sebesar 25%. Bagi kaum mendang-mending seperti aku, 25% dari 500 ribu itu lumayan banget buat dibeliin skin care.
Cuma, melihat keseriusan di wajah Cucup (wajahnya nelongso banget pengen nemenin aku, uhuk), yaudah akhirnya aku manut sama dia. Mau dibatalin tiketnya juga monggo wae, toh dia yang nanggung ini. Beneran dong, namanya juga takdir ya, tiketku ternyata enggak bisa dibatalkan karena udah masuk ke batas 3 jam sebelum keberangkatan.
Jadi, sedikit catatan buat yang belum tahu, ada 2 cara membatalkan tiket kereta. Pertama, datang langsung ke stasiun dan melelakukan pembatalan di loket. Kedua, lewat aplikasi KAI Acces dengan catatan harus dibatalkan minimal 3,5 jam sebelum keberangkatan.
Berhubung rencana pembatalan gagal, kami berdua pandang-pandangan sambil nyengir. Sepertinya emang udah takdir kalau aku harus berangkat sendiri. Toh tujuan aku kesana juga udah jelas, aku bakal fokus untuk nyelesein suatu hal, bukan cuma jalan-jalan. Mau enggak mau, Cucup pun ikhlas ngelepasin aku berangkat.
Aku dianter sampai stasiun tanah abang dan berangkat naik ojol. Habis buat apa juga nemenin ke Gambir kan? Lha wong di sana dia enggak megang tiket yang artinya gak bisa ikut masuk sampai ke dalam juga.
Rasanya Pergi Keluar Kota Sendirian
Jujur nih ya, akupun sebetulnya kurang nyaman pergi sendiri. Beneran deh, sejak menikah aku itu bisa dihitung pakai jari pergi keluar kota sendiri. Biasanya selalu ada Cucup di sampingku. Pergi sama dia itu rasanya aman, kalau ada apa-apa, dia selalu bisa diandalkan.
Tapi aku singkirkan perasaan itu, I need to learn to be strong. Untung aja waktu berangkat, bangku sebelahku diisi sesama perempuan. Entah anak kuliahan atau udah kerja, yang pasti kami enggak ngobrol. Mungkin karena udah jam setengah sepuluh malam sehingga kami hanya fokus sama urusan sendiri-sendiri dan tidur.
Ini adalah perjalanan pertamaku sejak pandemi keluar kota pakai kereta. Aku baru inget kalau Taksaka malam tuh AC-nya dingiiiin beuudhh. Meski udah pakai selimut, tetep aja adem. Alhamdulillah perjalanan cukup lancar dan tidurku nyenyak. Aku betul-betul memaksa tubuhku untuk tidur karena tahu besoknya bakal pergi-pergi seharian.
Sekitar jam setengah 4 pagi akhirnya aku sampai di stasiun Tugu. Sambil nunggu subuh, aku duduk, cuci muka, dan ke kamar mandi dulu. Ternyata, banyak juga penumpang yang ikut nungguin subuh di stasiun. Setelah beres sholat, baru deh Amah (mama mertua) telepon ngabarin kalau bakal menjemput bareng Abah (bapak mertua), aku disuruh nunggu di depan.
Eh iya, stasiun Tugu sekarang nyaman buat nunggu. Begitu keluar, jalan ke arah kiri udah ada deretan kursi buat duduk penumpang atau penjemput. Sambil nonton drakor, gak lama keduanya datang. Rumah mereka emang cukup dekat dari stasiun.
Habis itu, kami muter-muter Jogja sembari ngobrol. Sumpah aku terharu banget, padahal aku ini cuma menantu, tapi dianggap kayak anak sendiri. Mulai dari dijemput, diajakin ngobrol, sampai sarapan bareng bertiga di warung soto langganan dekat stasiun Tugu.
Sepuluh tahun lebih jadi menantu mereka, alhamdulillah aku enggak ada kagok-kagoknya pergi cuma bertigaan gini. Tanpa anak-anak, tanpa Cucup. Momen yang langka dan aku nikmatin banget. Kapan lagi bisa jadi anak tunggalnya mertua kan? Hahaha.
Selesai dengan mertua, aku pulang ke rumah Cucup di Karangwaru, bertemu dengan saudara yang lain, bersih-bersih, kemudian cus ke rumahku di daerah Minggiran. Aku bertemu dengan Mamaku dan langsung jalan ke tempat-tempat tujuan kami.
Mencoba Menikmati Pergi Sendiri
Aku pikir pergi sendirian tuh bakal menyenangkan. Well, memang menyenangkan sih meski rasanya tetap saja ada yang kurang. I don’t feel complete. Rasanya sedikit sepi dan enggak bener-bener yang bahagia gitu loh.
Untungnya di sana aku benar-benar super sibuk. Sampai balik lagi ke rumah udah malam. Aku langsung bersih-bersih, sholat dan tidur. Eh, sempet VC bentar sih sama anak-anak yang ngerengek kangen dan pengen nyusulin ke Jogja, ahaha.
Hal lain yang jada catatanku ketika pergi sendiri adalah aku jadi punya quality time sama Mama. Kami berdua ngobrolin macem-macem tanpa takut bakal didengar sama anak-anak. Kami jadi lebih lepas dan leluasa. Sesuatu yang pastinya enggak akan bisa aku lakukan kalau anak-anak ikut. Hehe.
Besoknya pun sama, aku kembali pergi keluar ke tempat-tempat yang memang sudah direncanakan untuk didatangi. Di hari kedua, aku udah lebih enjoy pergi sendirian. Enggak terlalu sepi atau kepikiran anak-anak, terlebih Cucup juga selalu ngasih tahu kalau mereka berempat aman dan nyaman di Cisauk.
Sore hari ketika semua agenda alhamdulillah sudah terlaksana, aku pun packing, bersiap untuk kembali pakai kereta Taksaka malam. Emang kalau di Jogja tuh waktu berasa cepet banget. Tapi setidaknya aku sempat belanjain Mama kebutuhan sehari-hari dan ngajakin beliau ngemil gelato di Monggo Chocolate & Gelato House. Aku sempet nulis reviewnya loh, dibaca yak. Hahaha.
Apresiasi Untuk Suami
Setelah berpetualang selama dua hari di Jogja untuk menyelsaikan berbagai urusan, akhirnya aku kembali. Naik Taksaka malam, sampai Gambir sekitar jam setengah 4 pagi dan langsung cus ke Tanah Abang. Ndilalah stasiunnya belum buka gaes, tapi aku tetap tenang karena bisa menunggu di dalam.
Ada kursi tersedia di sana, dan lampu dalam stasiun juga sudah menyala terang. Jadi, meski sendirian aku merasa aman karena di sana ada beberapa petugas keamanan yang berjaga sambil ngerokok dan ngopi. Mereka ngasih tahu kalau pintu masuk baru beroperasi jam setengah lima pagi.
Sambil menunggu, aku nonton drakor. Terus begitu pintu dibuka aku masak dan sholat subuh dulu, baru deh menunggu dengan sabar kereta pertama. Sekitar jam setengah 6 pagi aku sampai stasiun Cisauk, dijemput sama cintaku yaitu Cucup, hahaha. Kangen dan lega banget rasanya ketika bisa ngelihat langsung wajahnya yang tanpa ekspresi itu.
“Kamu kangen enggak?” tanyaku dalam perjalanan pulang ke rumah.
“Ya kangen dong.” jawab dia. Sayang banget ekspresi wajahnya enggak kelihatan. Aku penasaran padahal, pengen tahu sekangen apa dia sama aku lewat ekspresi wajahnya. Haha.
Sampai rumah, aku langsung diserbu anak-anak. Aku kangen banget sama mereka. Bersyukur juga karena mereka dalam kondisi sehat. Waktu aku tanya-tanya, mereka ternyata merasa fine-fine saja meski hanya berempat sama Cucup di rumah. Cucup memastikan mereka bersih dan juga kenyang.
Duh, aku jadi jatuh cinta lagi sama suamiku. Dulu aku sering marah-marah dan meremehkan dia. Aku bilang kalau dia enggak bakal bisa kayak aku, sukses ngurus anak-anak meski sendirian. Ternyata dia mampu membuktikan kalau kata-kataku salah. Dia bisa menghandle urusan rumah tanpa kehadiranku.
Mau ngasih ucapan terima kasih lewat perbuatan yang bentuknya kasih sayang, waktunya enggak cukup karena dia harus ngantor. Aku sendiri juga pegel minta ampun. Yaudah akhirnya aku cuma ngucapin terima kasih sama dia, sambil mencium pipinya.
Thank you udah mengurus anak-anak
Thank you udah mengijinkan aku pergi
Thank you for being such a supportive husband
I love you…
So that’s all, ceritaku tentang pergi keluar kota sendirian dan meninggalkan 3 anak ke ayahnya. Alhamdulillah dilancarkan dan dimudahkan banget. Coba dong aku jadi mau tahu, kalian juga pernah punya pengalaman yang sama atau enggak nih?
1 Komentar. Leave new
aaaak pasti jadi aneh deh biasanya digelendotin para bocah trus pergi sendiri 2 hari.
tapi jadi quality time yaa buat diri sendiri dan buat mama plus mertua.
aku yang belanja ke warung sendiri aja berasa aneh, suka ditanyaain mana anak-anak.