Tak perlu bertanya pada orang lain, cukup yakinkan kalau dirimu itu hebat, Bu.
– Madam A –
Ibu, percayalah kamu hebat. Bunyi gedubrakan muncul dari kamar sebelah ketika saya sedang mencuci piring. Tak perlu menunggu lama, suara tangis Aylan pun membahana. Saya buru-buru mencuci tangan untuk mengecek apa yang sedang terjadi. Tepat sedetik sebelum memasuki kamar, Yuan si anak sulung memanggil. Bersamaan dengan itu, Luna si tengah terlihat asyik sekali merobek kertas dan menempelkannya di lantai menggunakan lem.
Saya meneguk ludah, bingung harus menanggapi yang mana dulu. Aylan menangis, Luna merusak lantai, Yuan yang butuh bantuan mengerjakan tugas, atau kembali mencuci piring dan membereskan rumah yang berantakannya melebihi kapal pecah? Padahal di saat yang bersamaan saya merasa lemas karena belum sempat makan.
Pada akhirnya saya memutuskan untuk masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya. Saya melemparkan diri ke arah kasur lalu buru-buru mengambil bantal untuk menutupi wajah. Saya berteriak, kencaaang sekali. Tapi karena terendam oleh bantal, teriakan itu tak begitu terdengar keluar.
Puas berteriak, saya pun menangis. Saya tumpahkan semua air mata lelah dan kesal ke bantal. Saya menangis dan menangis sampai akhirnya emosi yang tadi ambyar tercerai-berai bisa diatur kembali. Saya masih tersedu sedan ketika bunyi ketukan di pintu terdengar.
“Mama, mama kenapa? Kok kamarnya dikunci? Mama buka pintunya.” kata si sulung dari luar.
Saya meringis sambil menghapus air mata. Baru juga ditinggal lima menit, mereka sudah mencari mamanya?
“Sebentar ya Bang, Mama nenangin diri dulu. Abang tunggu aja di ruang tamu sambil main sama adik-adik. Nanti Mama keluar kok.” jawab saya.
Alhamdulillah, bersyukur sekali karena Yuan mau menuruti permintaan mamanya. Ketika hendak turun dari kasur, saya memperhatikan diri saya di cermin. Rambut dikuncir tak keruan, wajah tampak lelah, baju basah bekas cipratan air cuci piring. Penampilan yang betul-betul tak menarik.
Tidak hanya penampakan luar yang acak-acakan, emosi saya menghadapi tingkah laku anak-anak juga masih naik turun. Saya menghela nafas, masih bisakah saya menjadi ibu yang baik? Masih bisakah saya disebut sebagai ibu yang baik?
MENJADI IBU, TAK ADA SEKOLAHNYA
Saya ingat sekali bagaimana saat awal-awal menjadi Ibu, saya tak memiliki ilmunya. Menjadi ibu adalah konsekuensi logis dari sebuah pernikahan. Menikah, hamil, melahirkan dan walhaaa, you are a mother now.
Iya, status “ibu” secara otomatis tersemat begitu kita, para perempuan melahirkan. Sebuah status yang sesungguhnya mengandung tanggung jawab serta tugas yang begitu besar. Sebuah status yang begitu mulia dan berharga.
Pada saat awal-awal menjadi ibu, entah kenapa saya jadi semakin hormat dan sayang kepada Mama. Bagaimana mungkin Mama bisa menjadi ibu yang begitu luar biasa bagi keempat anaknya? Saya loh, yang baru ngurusin satu anak saat itu saja sudah begitu sering uring-uringan.
Saya tak pernah tahu kalau melahirkan ternyata sesakit itu. Saya tak pernah paham jika mengurus bayi adalah pekerjaan paling melelahkan di dunia. Mama tak pernah memperlihatkannya pada saya. Pada saat mengurus adik saya yang paling kecil dulu, Mama terlihat kuat dan baik-baik saja.
“Ya begitulah Jeng jadi ibu tuh. Mungkin Mama udah salah ya enggak pernah ngajarin. Eh, enggak perlulah ngajarin, harusnya Mama ngasih tahu ke kamu ya apa saja yang bakal dihadapi setelah punya anak.” begitu kata Mama terhadap saya ketika saya mengeluh kelelahan mengurus anak.
Saya meringis. Bukan salah Mama juga sebetulnya. Bisa jadi, ketika pertama kali menjadi ibu, Mama pun kaget. Bisa jadi juga Nenek tidak pernah mengajari Mama cara menjadi ibu. Begitu terus polanya sehingga saya dan ibu-ibu lain yang seumuran jadi sangat kacau ketika tahu betapa berat sesungguhnya tanggung jawab seorang ibu.
MESKI BEGITU, SEORANG IBU TETAP SUPER LOH
Pada saat menonton episode awal Crash Landing On You, ada adegan di mana si tokoh perempuan bernama Yoon Se Ri jatuh berguling-guling dan menabrak sebuah pohon. Se Ri yang kesakitan secara spontan memanggil ibunya.
Adegan tersebut membuat saya merenung. Bukan kenapa-kenapa, masalahnya adalah saya sering sekali melakukan hal yang sama seperti Se Ri. Setiap saya merasa sedih, sakit, takut, entah kenapa bibir ini otomatis memanggil Mama. Kata “Mama” seolah menjadi mantra yang meringankan atau membuat saya merasa lebih baik. Iya enggak sih?
Pernah ketika masih gadis dulu (((GADIS))), saya mengalami sakit gigi. Nyeri cenat-cenut sekali sampai membuat saya tak bisa tidur. Karena tidak tahan, saya pergi ke kamar orang tua dan memanggil Mama. Begitu Mama bangun, saya langsung menangis sekeras-kerasnya hingga Mama menjadi bingung.
Mama sama sekali tidak marah meski dibangunkan tengah malam. Beliau hanya meminta agar saya kumur-kumur dengan air garam dan membimbing saya kembali ke tempat tidur. Di sana mama mengelus-elus pipi, rambut dan punggung saya, berusaha menenangkan.
Ajaib sekali, rasa sakit di gigi masih ada, tapi berkurang jauh. Saya merasa bahwa Mama memahami ketidaknyamanan anaknya. Mama memang tidak memberi obat, namun belaian, perhatian, dan pengertiannya meringankan sakit gigi anaknya. Saya pun berhasil tidur kembali dengan nyenyak malam itu.
Mama seperti penyihir. Namanya adalah mantra, sentuhannya merupakan ramuan, dan setiap kata-kata positif darinya menimbulkan semangat. Mama adalah pusat dunia keluarga saya waktu itu. Saya, kakak, dan adik sering ditinggal dinas oleh Papa. Namun, rasanya biasa saja. Tapi begitu Mama tidak ada di rumah, entah kenapa rasanya seperti ada yang kurang.
Saya sempat berpikir, bisakah setidaknya, minimal banget, saya menjadi seorang ibu seperti Mama?
“Kamu enggak akan jadi kayak Mama Jeng, kamu akan jadi ibu yang jauh lebih baik dibanding Mama.”
Itulah kata-kata yang dilontarkan Mama untuk menjawab keraguan saya. Mama percaya, kalau saya, putrinya ini mampu menjadi ibu yang baik untuk cucu-cucunya.
Hal terbaik yang bisa diberikan oleh orangtua kepada anaknya adalah kepercayaan. Mama percaya pada saya, maka tugas saya adalah menjaga kepercayaan beliau.
Tahun demi tahun pernikahan telah dilalui dan kini, setelah delapan tahun pernikahan, saya menjadi Ibu dari tiga orang anak. Asli, beneran deh enggak pernah terbayang saat muda dulu kalau saya bakal jadi ibu dari tiga orang anak. Di usia 28 tahun.
Kebayang enggak sih hidup bersama tiga anak yang usianya berdekatan?
No words can describe wis pokoknya, hahaha. Yang pasti, kehidupan di rumah jadi heboh dan ramai setiap hari. Saking hebohnya, uban semakin sering muncul di kepala. hihi.
Tiga anak, tiga kepala, tiga kepribadian, dan tiga keinginan berbeda. Ketiganya ini sangat aktif, pemberani, namun membutuhkan Mama. Dalam sehari bisa kali ya setiap anak menyebut kata Mama seribu kali. Mama ini, Mama itu, Mama aku butuh ini, Mama aku butuh itu, pokoknya Mama, Mama, dan Mama.
Sering saya merasa stress dan lelah harus menghadapi mereka bertiga. Apalagi kalau ketiganya membuat masalah dalam waktu bersamaan. Ya Allah, rasanya pengen kabur aja ke kolong kasur.
BELAJAR MENJADI IBU
Saya menjadi ibu dalam masa yang berbeda dengan Mama. Saat ioni, media belajar ada dimana-mana dan ilmu parenting pun menjadi sesuatu yang mudah didapatkan.
Saya tahu, saya adalah seseorang yang egois. Saya suka menghabiskan kulit ayam KFC tanpa menyisakannya untuk suami. Saya pemalas, berantakan, dan terkadang susah menahan sabar. Payah pokoknya.
Tapi sejak mempunyai anak, entah kenapa keinginan untuk berubah menjadi lebih baik sangat besar. Saya tidak bisa terus menerus menjadi sosok egois, pemarah, pemalas, dan sebagainya itu.
Saya memaksa diri untuk belajar parenting langsung melalui ahlinya. Saya pun belajar mengolah makanan sendiri, dan membuat alat peraga belajar. Kehadiran anak-anak entah kenapa, membuat kemampuan personal saya meningkat pesat.
Hal yang sama terjadi pada banyak ibu lainnya. Pernah saya membaca cerita seseorang yang dulu sering clubbing, begitu menjadi ibu dari anak perempuan langsung insyaf. Sepupu saya sendiri, dulunya benci sekali makan sayur. Namun sekarang, setelah menjadi ibu dia memaksa diri untuk mau makan sayur. Agar anaknya juga ikutan makan sayur.
Saya sendiri sedang berjuang untuk menyelesaikan pekerjaan rumah terbesar : menahan emosi. Itulah sebabnya kenapa setiap kali anak-anak membuat masalah, saya lebih memilih mundur dan mengatur perasaan terlebih dahulu sebelum menghadapi mereka.
Tidak apa saya menangis, tidak apa saya harus meredam teriakan, semua itu lebih baik dibanding marah-marah bukan? Bagaimanapun, saya ingin belajar menjadi ibu yang baik.
Tak apa masakan saya itu-itu saja, tak apa rumah berantakan seperti habis disapu badai. Selama anak-anak sehat dan saya tidak marah-marah kepada mereka, saya cukup yakin, saya masih menjadi ibu yang baik.
Kalian setuju kan?
BU, ANAK YANG SEHAT ADALAH KARUNIA TERBESAR
Selelah-lelahnya merawat tiga anak, lebih lelah lagi merawat satu anak sakit. Percayalah, saya mengalami itu.
Anak aktif tandanya pertumbuhan mereka sedang pesat, otaknya berkembang, begitu juga dengan kemampuan motoriknya. Saya memiliki tiga anak dan ketiganya ini perlu saya jaga.
Berdasarkan pengalaman, apabila ada satu anak sakit, penularan mudah sekali terjadi pada anak-anak yang lain. Entah karena mereka itu sangat dekat sehingga meski sakit tetap kontak atau memang imunitas anak-anak yang sehat jadi menurun karena saya terlalu fokus mengurus si sakit.
Anak sakit itu ruginya banyak sekali, mulai dari kehilangan waktu, kehilangan biaya, kehilangan kesempatan. Apalagi kalau anak sakit, biasanya saya meminta si Ayah untuk cuti. Kondisi rumah di setiap lini jadi betul-betul terganggu.
Ada beberapa upaya yang saya lakukan untuk menjaga kesehatan anak-anak, terutama di masa pandemi. Upaya tersebut antara lain :
- Menyediakan makanan bergizi
- Bermain
- Menjaga kebersihan
- Tidur teratur
- Memberi vitamin tambahan
STIMUNO, SUPLEMEN TAMBAHAN TERBAIK UNTUK ANAK
STIMUNO adalah IMUNOMODULATOR yang memiliki sertifikat Fitofarmaka. Imunomodulator artinya stimuno mampu menyeimbangkan sistem imun. Meningkatkan yang kurang dan menekan yang berlebih.
Sedangkan sertifikat Fitofarmaka berarti Stimuno dibuat dari bahan alami. Ekstrak tanaman bernama Phillantus Niruri atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Meniran. Nah, untuk setiap takar Stimuno (5ml) mengandung ekstrak Meniran seberat 25 mg.
Kenapa sih saya bilang Stimuno ini menjadi suplemen tambahan terbaik? Karena Stimuno telah melalui uji klinis di Indonesia untuk keamanan dan khasiatnya. Sampai saat ini, sudah ada penelitian yang menyebutkan bahwa STIMUNO dapat digunakan untuk “PEMAKAIAN JANGKA PANJANG”.
Hal ini dibuktikan melalui Uji Klinis pada kasus TB Paru dengan penggunaan hingga 6 bulan dan menghasilkan efikasi dan profil keamanan yang baik. Seluruh hasil studi STIMUNO menunjukkan dapat digunakan sebagai imunomodulator untuk memperbaiki sistem imun dan meningkatkan keberhasilan terapi infeksi, termasuk infeksi virus.
Jadi, supaya lebih jelas, saya rangkum ya beberapa manfaat Stimuno dalam menjaga sistem imun tubuh :
- Bahan baku 100% herbal
- Bekerja langsung pada sistem imun
- Teruji klinis khasiat dan keamanannya
- Aman digunakan dalam jangka panjang
SEDIAAN DAN ATURAN PAKAI STIMUNO
Saat ini Stimuno tersedia dalam 3 macam rasa yaitu anggur, beri, dan original. Anak-anak suka yang mana? Suka semuanyaaa!!!
Padahal Yuan itu lebih pemilih dibanding kedua adiknya, tapi sejak pertama kali mencicipi Stimuno, dia langsung jatuh cinta. Enggak ada drama penolakan blas. Seneng eui.
Btw, Stimuno ini aman ya untuk anak-anak dengan usia setahun keatas. Orang dewasa kalau mau ikutan minum juga bisa, ada kok Stimuno Forte untuk bapak-bapak dan Ibuk-ibuk.
Ada sedikit cerita lucu, pernah anak-anak pura-pura sakit supaya saya bisa memberikan mereka Stimuno 3x di hari itu, wkwkwk. Dasar anak-anak, hahaha.
Alhamdulillah, hampir tiga bulan stay at home dan rutin memberikan suplemen tambahan ke anak-anak, mereka beneran terjaga kesehatannya. Yuan ini punya asma, tapi bahkan di saat puasa, asmanya jadi jarang kambuh.
IBU SUPER & ANAK YANG SEHAT
Saya harus mengakui kalau di awal-awal pandemi, mencari Stimuno menjadi cukup sulit. Setidaknya di apotik daerah saya. Ini menjadi bukti kalau Stimuno sudah mendapat kepercayaan di hati masyarakat.
Pandemi Covid-19 di Indonesia sepertinya masih akan panjang. Meski kita berharap agar semua ini cepat selesai.
Saya hanya ingin berpesan, Bu ayok kita sama-sama berdamai dengan kondisi “the new normal” saat ini. Saya paham, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, beribadah dari rumah dalam jangka waktu yang lumayan lama bisa membuat kita lebih stress.
Tak apa rumah berantakan, tak apa masakan itu-itu saja, biarkan anak bermain di halaman. Mau sehancur apapun kondisi di rumah, selama anak sehat dan bahagia, Ibu adalah Ibu Super dan Ibu Hebat.
Mari kita saling mendukung dan saling menjaga ya Bu. Mudah-mudahan Pandemi ini segera berlalu, dan jangan lupa untuk selalu konsumsi #StimunoPenjagaImun sebagai ikhtiar supaya #GakTakutSakit
#Stimuno #MomiXStimuno