“Aufar!” Seru Rania penuh semangat, akhirnya setelah behari-hari menunggu, mencari informasi dan menguntit layaknya burung hantu yang mengincar mangsanya gadis itu bisa menemukan orang yang ditunggunya.
Lelaki yang dipanggil Aufar itu menghentikan langkahnya. Perlahan-lahan dia menoleh ke belakang, ke arah datangnya suara. Dahinya mengernyit ketika melihat sosok gadis koprol yang dulu dibantunya berdiri kini sedang berlari mengejarnya. Aufar menghela nafas sesaat dan kembali melanjutkan langkahnya.
“Hei tunggu dulu, Aufar! Aufar!” panggil Rania dengan suara terengah-engah karena habis berlari dan mencoba menjajari langkah Aufar. “Hei” Rania menarik-narik lengan kemeja orang yang mengacuhkannya.
Sekali lagi, langkah Aufar terhenti, dia menoleh ke arah Rania. Aufar sengaja memasang raut wajah kesal, tapi entah kenapa gadis di hadapannya justru tersenyum.
“Hai, kamu Aufar kan? Kenalkan, aku Rania!” Sahut gadis itu sambil mengulurkan tangan.
Aufar hanya menaikkan sebelah alisnya sebagai jawaban. Rania menggigit bibir, mencoba menyembunyikan kegugupannya.
“Aufar. Aku. Rania.” Rania menengadah, memandang langsung ke arah bola mata yang kembali membuatnya terpana. “Maaf, apakah bicaraku terlalu cepat? Apakah kau kesulitan memahami kata-kataku?” Tanya Rania dengan hati-hati.
Ya, Rania mengetahui kalau Aufar adalah seorang tuna wicara. Rania sempat khawatir apakah itu artinya Aufar juga tuna rungu, tapi ternyata tidak. Pendengaran Aufar masih bagus, hanya sejak lahir memang ada kelainan pada pita suaranya. Sangatlah sulit bagi Aufar untuk mengeluarkan sebuah suara lirih sekalipun. Rania mengetahui hal itu dari anag tukang fotokopi yang tidak jauh dari sekolah mereka. Yah, seoang wanita muda yang sedang jatuh cinta lebih jago melakukan penelusuran dibanding detektif bukan?
Aufar hanya melambaikan tangannya, menyuruh Rania menjauh.
“Tidak, aku telah mencarimu berhari-hari dan aku tahu kau bisa mendengar ucapanku dengan baik, jadi jangan menghindar” kata Rania gigih. “Anggukan saja kepalamu kalau jawabannya ya dan menggelenglah kalau jawabannya tidak”
Aufar kembali menatap Rania sambil membetulkan letak ransel di punggungnya.
“Namamu Aufar kan?”
Lelaki itu mengangguk
“Aku Rania, kau masih mengingatku bukan?”
Lelaki itu mengangguk
“Maafkan aku, tapi aku ingin mengucapkan terima kasih. Terima kasih sudah bersedia membantuku berdiri, menolongku sehingga terlihat tidak terlalu memalukan” Kata Rania tulus.
Lelaki itu tertegun sejenak kemudian mengangguk lagi. Rania yakin walau hanya sesaat tadi dia melihat sorot kelembutan dari mata Aufar. Hanya sesaat karena mata itu kembali menatapnya acuh tak acuh.
“Aku ingin mengenalmu lebih jauh, bolehkah?”
Sebuah kernyitan muncul di dahi Aufar, dia menggeleng dan mengibaskan tangannya.
“Tidak, aku serius. Aku sungguh-sungguh ingin mengenalmu. Aku ingin menjadi temanmua. Ayo berteman”
#onedayonepost #tantangancerbung #bingung #embuh #kacau