Setelah bertahun-tahun cuma jadi wacana, kemarin sabtu ini aku dan rombongan sirkus pergi ke Rangkasbitung. Akhirnya! Berangkat jam setengah 12 siang dari stasiun Cisauk dan sampai di tujuan sekitar jam 1 siang. Jujurly, aku enggak pernah nyangka kalau Rangkasbitung sejauh itu. Di sana aku makan siang, nongkrong-nongkrong dan tentu saja : mengunjungi Museum Multatuli.
Penasaran cerita lengkapnya? Simak terus sampai akhir ya, mumpung aku lagi pengen mengulas dengan maksimal! wkwkwkwk.
Keberangkatan
Selama seminggu kemarin Cucup dapet tugas untuk ikut diklat online sehingga dia bisa WFH. Satu sisi aku senang karena ini artinya uang transport dia utuh, tapi di sisi lain lihat dia dari pagi sampai kembali ke pagi kok ya senep juga. Apalagi kerjaan dia cuma di depan laptop, makan, terus sesekali main game.
Makannya, pada sabtu pagi yang cerah aku pasang mode prengat-prengut ke dia. Orangnya nanya basa-basi ini itu aku tanggepin dingin. Ngeuh sama perubahan sikapku akhirnya dia ngajak ngomong baik-baik dan setuju saat si abang (anak sulung kami) ngajakin jalan ke Rangkasbitung pakai KRL.
Baca Juga : Tips Menjaga Imunitas Saat Anak Sekolah Tatap Muka
Aku sendiri emang udah penasaran lama sama wilayah Parung Panjang, Maja, sampai ke ujung. Soalnya selama ini mainku ya cuma disini-sini aja, mentok sampai Cicayur dan Parang Panjang atau malah ke Jakarta. Berkunjung ke kabupaten lain yang masih ada di Provinsi Banten justru gak pernah.
Si abang adalah pecinta kereta kelas berat. Hobi dia nonton youtube kereta, perjalanan naik kereta, dan apapun yang ada hubungannya sama kereta. Dia pengen banget ngerasain naik KRL sampai pemberhentian terakhir. Penasaran ceunah. Seneng banget doski ketika tahu kami mengabulkan keinginannya.
Seperti yang ditulis di atas, aku berangkat jam set 12 siang dari Stasiun Cisauk. Kereta ke arah Rangkasbitung lumayan banyak, ada setiap setengah jam sekali. Jadi kalau ketinggalan ya gak perlu khawatir karena nanti akan ada kereta berikutnya.
Sebelum berangkat, aku mau kasih tahu kalau ada dua hal yang jadi pegangan aku ketika pergi jalan sama anak-anak :
- Sounding
- Hilangkan ekspektasi
Menerapkan dua hal ini penting banget biar aku gak marah-marah dan gak gampang stress. Bayangin wae, baru juga nyampe stasiun dan cari parkir gak taunya kereta udah datang. Terus gak lama kereta itu jalan lagi padahal kami udah lari sprint naikin tangga sampai bengek. Tapi ya piye, memang belum rejeki.
Supaya enggak bete-bete amat akhirnya kami naik kereta berikutnya yang berhenti di Parung Panjang dan sepakat untuk menunggu di sana saja.
“Di sana tenant makanannya lebih banyak.” bujuk Cucup.
Kenyataannya begitu sampai sana aku gak diajak makan juga. Dia malah pergi berdua sama si abang untuk sholat dzuhur. Memang suamiku itu cuma manis di bibir memutar kata tok. Sebel.
Oh iya, harga tiket KRL dari Cisauk ke Rangkasbitung hanya 6 ribu saja per orang. Anak-anak pakai kartu sedangkan aku pakai aplikasi Gojek. Lumayan terjangkau.
Anyway, waktu tiba kereta ke arah Rangkas cukup tepat. Salut eui sama commuter yang tepat waktu. Kondisi di dalam kereta juga lumayan padat, untung aja aku dan anak-anak tetap dapat tempat duduk. Sedikit intermezo, aku sering banget dapet cerita kalau KRL Rangkas ini kurang nyaman terutama dari segi ‘aroma’. Mungkin karena orang-orang yang naik pada berkeringat?
But well, aku harus setuju sama cerita teman-teman. ‘Aroma’ di dalam klereta yang kami naiki siang itu jauh dari kata harum. Apalagi kondisinya emang lagi panaaass banget sampai AC dan kipas angin aja gak begitu kerasa.
Untungnya anak-anak gak ngeluh sih. Mereka happy-happy aja. Seneng akutu lihat anak-anak pada bakoh, naik moda transportasi umum malah bahagia gak ada ngeluh-ngeluhnya. I’m a proud Mama!
Assalamuallaikum Rangkasbitung
Jam 1 siang kereta mendarat dengan mulus di stasiun Rangkas. Aku sempet takjub karena ternyata Rangkas lebih jauh jaraknya dibanding Jakarta kalau dari Cisauk. Lepas dari stasiun Parung Panjang, perjalanan dari stasiun satu ke stasiun lainnya juga lebih lama. Rata-rata diatas 10 menit. Tapi pemandangannya lumayanlah, masih ijo-ijo sawah dan semak.
Oh iya, ketika sampai posisi aku tuh lagi tidur. Makannya begitu keluar dari KRL masih agak linglung. Kayak bingung ini tuh dimana ya sist? gitu.
Stasiun Rangkas lumayan besar, ada pedagang CFC, Alfaexpress, Croffle, dan tentu saja Roti’o. Sayang musholanya mungil, toilet juga cuma ada satu. Gak sesuai sih sama jumlah pengunjung yang lumayan banyak secara mereka juga melayani kereta lokal ke arah Merak.
Baca Juga : Cerita Traveling Bawa Tiga Anak Sendirian Ke Bandung
Aylan yang waktu itu kebelet pup kami minta untuk tahan karena antrian ke toilet cukup panjang. Kejem sih tapi mau gimana lagi coba. Jangan sampai waktu kami habis cuma buat nunggu toilet doang. Kan rugiii. Syukur waktu itu bocahnya nurut.
Oh iya, di perjalanan tadi Cucup dan aku udah diskusi tentang tempat untuk makan siang. Dia kasih lihat beberapa rekomendasi tempat makan yang lumayan nyaman dan deket deket sama stasiun. Terharu aku, Cucup ini kalau masalah makan keputusannya selalu dikasihin ke aku supaya gak salah pilih dan kena semprot, wkwkwk.
Long short story, kami berlima jalan kaki ke arah restoran yang katanya cuma 7 menit saja dari stasiun. Cuma ya itu, bagian paling membagongkan adalah ketika Cucup tiba-tiba nyeletuk “eh” sambil ngecek hape. Sumpah, perasaanku langsung enggak enak kalau udah denger dia ngomong kayak gitu.
“Salah jalan Cin. Harusnya lewat belakang, bukan lewat sini.” kata dia tanpa rasa bersalah.
Aku langsung memble. Jam 1 siang pas matahari lagi kuat banget memancarkan cahaya, di tengah-tengah pasar yang lumayan ramai dan gak begitu bersih, dalam kondisi perut lapar. Ya Allah, tolonglah hamba-Mu ini.
Berulang kali aku memanjatkan doa minta dikasih kesabaran biar gak ngejitak Cucup saking gemesnya. Untung aja doaku kali ini diijabah langsung. Aku bener-bener bisa bersabar. Masya Allah Tabarakallah…
Please itu yang sering bilang kalau perempuan enggak bisa baca maps, tolong diralat ya. Fakta membuktikan bapack-bapack juga bisa salah. Di saat-saat genting pula. Hufthh…
So yeah, meski sambil dibumbui Aylan yang rewel dan Yuan yang enggak berhenti bicara di sepanjang perjalanan, akhirnya kami sampai di tempat yang dituju : Restoran Parahiangan. Dibanding Rumah Makan Ramayana, Warung Nasi Ka Oyo, dan Mie Ayam Uun, restoran tujuan kami memiliki pilihan menu lebih banyak.
Restoran Parahiangan Rangkasbitung
Meski namanya restoran, kondisi bangunannya menurutku agak mengenaskan. Jauuhh kalau dibanding sama restoran yang ada di Cisauk. Masih mending yang di Cisauk banget, huhuhu. Tapi ya masih lumayanlah buat makan dan istirahat.
Menu yang dijual lumayan variatif, ada bakso, mie ayam, sop-sopan, soto-sotoan, pepes-pepesan, sampai bandeng bakar juga ada. Aku memesan soto daging, si abang mie ayam, Cucup pepes ayam dan pepes jamur, sedangkan duo bocils bandeng bakar.
Rasa makanan yang dihidangkan so far so good sih, bukan yang extraordinary banget. Tapi porsinya memang besar sehingga pas banget buat kami sekeluarga yang memang sedang kelaparan.
Anyway, yang bikin kami nyaman adalah keramahan si ibu pemilik terhadap aku dan anak-anak. Pegawainya juga komunikatif banget. Saat kami tanya-tanya tentang transportasi untuk ke alun-alun mereka langsung ngasih tahu untuk naik angkot yang warnya merah-ijo. Mereka kayak seneng gitu waktu tahu kami sengaja datang ke Rangkas untuk jalan-jalan.
“Nanti bilang aja sama supirnya kalau ibu mau ke alun-alun. Entar diturunin di sana.”
Wuih, demi mendengar kata angkot anak-anak langsung senang, apalagi si Teteh dan Aylan yang memang belum pernah naik angkot sampai sekarang. It’s gonna be a new experience for them!
Ada Apa Saja di Alun-Alun?
Biaya angkot kami berlima dari tempat makan ke alun-alun adalah 15 ribu. Masih terjangkau banget karena kalau jalan lumayan jauh. Si Teteh super excited naik angkot, hahaha. Dia kayak terpukau gitu dengan susunan tempat duduk di dalamnya. Terus meski enggak pakai AC, hawa di dalam tetep adem karena anginnya siwer-siwer.
Sepanjang perjalanan aku mengamati jalanan. Ternyata ada Pizza Hut Delivery di sini, Kopi Janji Jiwa, Kopi Kenangan juga tersedia. Restoran all you can eat juga ada. Jadi merasa bersalah karena sebelumnya aku udah suudzon, huhu maaf.
Sekitar 10 menit kemudian kami sampai. Alun-alun Rangkasbitung cukup besar dan ramai. Ada anak-anak sekolahan yang lagi latihan basket dan belajar baris berbaris. Habis itu ada juga pojok pujasera buat yang mau cari makan. Seperti biasa, gedung DPRD dan Masjid Agung terletak di samping alun-alun.
Setelah berjalan memutari alun-alun tersebut sekali, kami memutuskan untuk mengunjungi Museum Multatuli yang ada di situ.
Mengunjungi Museum Multatuli
Hayo, pada tahu enggak siapa itu Multatuli? Jangan-jangan pada gak kenal sama beliau.
Jadi, ada seorang Belanda bernama Eduard Douwes Dekker. Beliau menulis sebuah novel satir yang berisi kritik atas perlakuan buruk para penjajah terhadap orang pribumi di Hindia Belanda melalui novel Max Haveelar. Eduard menulisnya menggunakan nama pena Multatuli.
Nah, kebetulan banget pas aku datang kemarin itu Museumnya udah mau tutup. Tapi alhamdulillah penjaganya baik. Aku dikasih tahu kalau masih punya waktu lima belas menit lebih untuk masuk dan lihat-lihat. Hore!
Kalau dilihat dari bangunannya, museum ini masih baru gaes. Kelihatan kinclong gitu cat-nya, gak kusem sama sekali. Begitu masuk rasanya adem banget karena memang full AC, terus barang-barang yang dipamerkan juga lumayan banyak. Mulai dari artefak kapal belanda, kopi, pala, rempah-rempah sampai foto-foto Multatuli.
Museum ini memang enggak begitu besar, tapi nyaman. Apa ya, biasanya museum itu kuno sehingga membawa kesan serem gitu. Tapi Museum Multatuli ini enggak. Mungkin karena pencahayaannya terang dan itu tadi, bangunannya baru.
Si abang yang tahun ajaran ini dapet pelajaran sejarah seneng banget. Dia baca semua tuh informasi-informasi yang ditempel di artefak. Super excited lihat foto-foto dan peta yang digambar di dinding.
Oh iya, untuk masuk ke museum ini kita enggak perlu bayar ya. Gratis aja asal isi buku tamu. Museum Multatuli sebelahan banget sama Perpustakaan Saidjah Adinda. Hanya sayang, perpustakaannya sudah tutup sejak jam 11 siang kalau akhir pekan, huhu. Padahal anak-anak penasaran pengen naik dan baca- buku.
Oh iya, di luar ada patung Multatuli lagi asyik baca buku ditemani dengan patung Saidjah dan Adinda (nama tokoh dalam novel Max Haveelar). Saat malam hari, patung ini akan diterangi lampu-lampu sehingga terlihat menarik.
Selain perpustakaan dan museum, ada kantinnya juga loh di belakang. Nyempil, enggak kasat mata eh kelihatan maksudnya. Pas aku intip, yang pada jajan anak-anak muda sih.
Review keseluruhan dari aku terhadap Museum Multatuli sih kece banget ya. Lokasinya strategis, gedungnya terawat, bayarnya gratis, pamerannya menarik. Meski termasuk mungil untuk ukuran museum tapi kelebihan lainnya banyak. Cocok jadi salah satu destinasi yang wajib dikunjungi kalau main-main ke Lebak.
Selesai eksplorasi museum dan sekitarnya, kami keluar karena para pegawai yang bertugas sudah siap-siap pulang. Di depan museum ada beberapa kursi yang bisa dipakai untuk duduk-duduk. Sambil menunggu waktu ashar tiba kami bersantai di sana.
Aku, Cucup, dan anak-anak ngobrol seru sambil ditemani angin sepoi-sepoi, seporsi tahu sumedang dan juga churros. Harga makanan ringan di sana aku rasa sama aja dengan di Cisauk. Pedagang Starling (Starbak Keliling) mondar-mandir menjajakan dagangannya ke kami.
Adzan ashar tiba, kami beranjak ke arah masjid Agung untuk sholat. Bangunan masjid ini agak tua kalau menurutku karena dindingnya pada bocel-bocel. Terus kurang terawat karena banyak toilet yang rusak, lantainya juga gak begitu bersih. Sedih, beda banget sama museumnya tadi.
Jangan Ragu Untuk Main Ke Rangkasbitung & Mengunjungi Museum Multatuli
Selesai sholat kami kembali menaiki angkot yang mudah banget ditemukan di dekat alun-alun. Biaya dari alun-alun ke arah stasiun pun sama, cuma 15 ribu saja untuk kami berlima. Angkotnya sendiri berhenti di pinggir jalan tidak jauh dari stasiun.
Sedikit pengetahuan tentang stasiun Rangkas, pintu masuk penumpang kereta api lokal dan KRL dibedakan ya gaes. Kalau dari arah datangnya angkot, kami memang harus berjalan lebih jauh lagi. Tapi tenang, pintu keluarnya sama kok.
Alhamdulillah begitu masuk stasiun, kereta tujuan Tanah Abang sudah tersedia. Kami langsung memilih kursi dan duduk dengan nyaman. Penumpang ke arah Tanah Abang sore itu gak begitu banyak, gerbong yang aku naiki malah sepi banget sehingga anak-anak juga bisa leluasa jalan-jalan dulu sebelum kereta berangkat.
Sedikit kesimpulan dari jalan-jalanku kemarin ini, pastinya sih jangan ragu untuk datang ke Rangkasbitung ya. Terutama buat temen-temen yang suka menjelajah pakai kereta. Di sini kotanya memang kecil, tapi lumayan nyaman kok. Meski gak bawa kendaraan pribadi kita tetap bisa keliling-keliling, thanks to angkot.
Semisal kalian lebih nyaman pakai gojek atau grab pun bisa. Tersedia tempat khusus untuk naik grab/gojek. Terus, tempat-tempat yang asyik dikunjungi paling dekat ya alun-alun, museum, dan perpustakaan. Tempat makan di sini pun banyak, tinggal pilih aja sukanya apa.
Aku sempat kepikiran pengen nyoba ke wisata Baduy dalam atau wisata Baduy luar, tapi dari Rangkas pun masih jauh banget gaes. Pakai mobil pun butuh waktu tambahan satu setengah jam lagi. Sebetulnya bisa aja kalau memang serius mau kesana, asal siap untuk menginap.
Oke deeh, sekian dulu ceritaku tentang perjalanan ke Rangkasbitung dan Museum Multatuli. Nanti jalan-jalan kemana lagi ya yang bisa dijangkau pakai KRL? Any idea?
4 Komentar. Leave new
Seru banget jalan-jalan ke Rangkasbitung dan Museum Multatuli. Bisa naik KRL yang harganya terjangkau. Aku pernah juga sih ke daerah Rangkas, pakai KRL dari Tanah Abang kalau nggak salah, memang harganya murah.
Btw, alhamdulillah aku masih tahu dong siapa Multatuli. hehe.
Keren banget kelihatannya musium Multatuli ini.. Asli saya lupa tentang Multatuli ini mbak, klo ngga diingatkan itu adalah nama pena Douwes Dekker..
Semoga musium ini terus terawat dan menjadi saksi bisu sejarah yg abadi..
Penasaran sama Suku Baduy.
Rangkasbitung ternyata bisa banget dijangkau dengan mudah menggunakan KRL yaa..
Berangkat pagi dan pulang mruput, seneng jalan-jalan explore Rangkasbitung.
Wah! Family trip yang begini yang bakalan jadi punya kesan tersendiri buat sebuah keluarga ya, Mba. Ngga bakalan lupa gimana usaha lari sprint buat ngejar kereta. Sweet moment banget..
Apalah sampai di tujuan bisa menikmati tripnya ^^