Traveling tanpa suami sambil bawa tiga anak yang masih (agak) kecil-kecil keluar kota? HAHAHAHAHA. Terdengar nekat, kurang gawean, dan kayak mau bunuh diri.
But still…
I can do it loh gaes, lol. Iya, meski rasanya masih kayak gak percaya, aku kok mau-maunya bikin susah diri sendiri. Toh fakta membuktikan kalau ternyata aku bisa jalan-jalan ke Bandung, menikmati beberapa destinasi wisata disana, lalu pulang dengan selamat. Alhamdulillah…
Aku sempet membagi sedikit momen ini di instagram dan dapat tanggapan beragam. Err, sebetulnya hampir semua kasih emot tepuk tangan atau salut gitu sih. Mungkin karena apa yang aku lakuin ini emang jarang banget terjadi ya. Makannya dimata orang lain aku kayak hebat banget, padahal mah… ya emang hebat! HAHAHAHA.
Temen-temen yang follow dan suka lihat instagramku sepertinya pada tahu kalau aku udah cukup terbiasa pergi bawa tiga anak sendirian tanpa suami. Normalnya sih sekedar belanja bulanan ke Lulu atau di momen-momen tertentu kami nyusulin ayahnya ke Jakarta. Yah, paling jauh sampai situ doang sih, dan enggak pernah sampai yang berhari-hari gitu.
Tapi gimana lagi, seminggu sebelum pergi, Cucup dengan wajahnya yang tanpa ekspresi itu bilang kalau dia kudu dinas luar ke Pangkalan Bun selama empat hari, dari senin dan pulang kamis. Duh, semisal dia perginya di hari biasa dimana anak-anak sedang sekolah, enggak masalah mau seminggu juga. Tapi kalau dia pergi ketika anak-anak di masa liburan? O’o tydak boyeehh! It is a big problem for me. Aku enggak mau sendirian aja di rumah.
Dulu sempat beberapa kali pergi ke Jogja sendiri, tapi bawa anak satu aja. Masih cincaylah kalau cuman satu ye kan? Apalagi si abang masih piyik. Cuma ya, kalau sampai tiga anak digembol semua, siapa yang enggak keder coba?
Itulah sebabnya aku diam-diam WA abangku yang tinggal di Bandung. Aku bilang ke dia kalau Cucup mau dinas dan aku mau kabur kesana dulu. Syukur, he and his wife were very welcome with this idea. Mereka malah senang kalau kami datang berkunjung.
Tidak Sedih Meski Ditinggal
“Oi, oi, Ayah mau pergi keluar kota nih selama empat hari!” kata aku kasih woro-woro pada tiga bocils yang lagi santuy di rumah. Mereka lalu menanggapi dengan kata “Yaah…” pakai nada lemes gitu. Padahal Cucup itu ya hampir setiap hari pulang malem dan cuma bisa ketemu pas pagi sama bocils, tapi ternyata pengumuman akan ketidakberadaannya tetap bawa perbedaan.
“Tenang, selama Ayah pergi kita juga pergi kok, ke Bandung!” lanjutku yang kemudian direspon dengan penuh semangat. Haduh emang dasar bocah, begitu dikasih tahu mau diajak jalan-jalan juga mereka yang tadinya letoy jadi antusias lagi. Wkwkwkwk.
So yeah, keputusanku untuk memilih pergi ketika Cucup juga pergi ternyata cukup tepat. Buat diriku maupun anak-anak. Setidaknya, kami jadi gak begitu sedih atau bingung mau ngapain kalau ditinggal dinas. Gimana bisa sedih kalau aku justru jadi sibuk banget nyusun itinary, pesen tiket dan nyari-nyari informasi tentang destinasi wisata di Bandung yang worth it untuk didatangi. Belum lagi packing, beli perbekalan dan segala ubo rampenya.
Aku juga lega karena Cucup ini termasuk ke dalam golongan suami yang mudah ridlo, mudah kasih ijin selama agenda yang aku kerjakan tujuannya jelas. Di bandung ada abangku yang merupakan mahram, juga iparku serta bayi mungil cantik yang jadi kesayangan kami. Selain itu, rumah abangku ini cukup besar, jadi kami bisa ikutan stay di sana tanpa membuat tuan rumah tidak nyaman. Makannya Cucup fine-fine aja.
Hari Pertama (Senin)
Aku memilih untuk berangkat ke Bandung hari Senin siang, pakai travel dari Daytrans. Sebetulnya travel ke arah Bandung tuh ada banyak, kayak Jackal Holidays, Baraya, X-Trans, Daltrans dan lain-lain. Tapi yang punya relasi BSD-Buah Batu aku cek aplikasi cuman ada Daytrans aja. Yaudah deh aku pesen 4 kursi paling belakang.
Daytrans BSD berangkatnya dari Indomaret ruko Versailles, deket pintu masuk tol situ. Berangkatnya juga tepat waktu, waktu keberangkatanku jam 12.45 dan dijadwalkan sampai jam 17.00 alias jam 5 sore. Sebelum pergi, aku udah rapat dulu sama anak-anak. Sounding ke mereka tentang apa-apa yang akan kami temui nanti di jalan dan di Bandung, dan apa yang harus mereka lakukan selama kami traveling.
Well, sebelum berangkat Cucup juga menyempatkan diri nemenin ngaji dan kasih wejangan ke anak-anak. Pesan dari dia simple sih, intinya dia bilang ke anak-anak kalau mereka harus nurut sama aku dan memudahkan aku. Ya gimanapun aku bakal full berempat doang selama dia di seberang pulau. Sounding kayak gini penting banget dilakukan.
Oke kembali ke cerita perjalanan. Tanpa menunggu lama travel mulai bergerak menjauhi wilayah BSD. Perbekalan pun mulai dibuka meski jam 11 siang tadi aku dan anak-anak sudah makan siang. Memang sih, kegiatan yang paling enak dilakukan selama perjalanan itu ngemil.
Terus, gimana rasanya naik Daytrans? Jaman sebelum pandemi, aku sempet naik travel ini dari Bandung ke BSD dan ngerasa nyaman banget. Tapi entah kenapa kenyamanan itu hilang selama perjalanan kemarin. Aku kayak masuk ke dalam kotak sabun terus dikocok-kocok gitu. Guncangannya kerasa banget. Terutama di jalan layang MBZ, sensasi dilempar-lemparnya sungguh wow.
Padahal aku berniat untuk istirahat selama perjalanan. Tapi boro-boro buat tidur, bisa duduk tenang tanpa muntah aja udah alhamdulillah. Aku bersyukur anak-anak perutnya juga kuat karena mereka gak pusing ataupun mual.
Pool Daytrans Buah Batu ada di dalam area Transmart Buah Batu. Ya Allah, legaaa banget ketika akhirnya armada berhenti dan kami bisa turun. Sambil menghirup udara Bandung yang saat itu lumayan segar karena abis hujan, aku mencoba menghilangkan kliyengan.
Banyak hal yang aku syukuri. Enggak ada drama kebelet pipis atau kebelet pup dari anak-anak. Perbekalan yang aku bawa untungnya cukup, alhamdulillah. Lokasi pool Daytrans ini lumayan dekat juga dari rumah abangku, sekitar 10 menit perjalanan aja pakai grab car.
Begitu sampai di rumah yang aku kenal, kami disambut ARTnya abangku dan juga Ulla, bayi mereka. Ulla tampak kaget dan langsung ketakutan melihat kami. Aku meringis kasihan, dia pasti shock berat karena rumahnya yang tenang tiba-tiba didatangi tiga orang sepupu yang selalu ribut, riuh, dan ramai. Hahaha.
Fast forward, kami mandi dan makan lalu berisitrahat sejenak. Ketika abangku dan istrinya datang, kami menyambut mereka. Lelah karena perjalanan, setelah sholat isya kami pun tidur karena esok harinya masih ada agenda yang mau dilakukan. Btw, saking sibuknya aku bahkan enggak sempat VC sama Cucup loh, wkwkwk.
Hari Kedua (Selasa)
Pagi pertama di Bandung kami lalui dengan jalan-jalan di sekitar komplek abangku yang ada di daerah Margabaru. Perumahan lama, jadi ya memang lumayan padat dan ramai di sana. Banyak penjual makanan yang udah standby pagi-pagi. Selama di Bandung, aku memutuskan untuk enggak diet dulu, jadilah nyobain sarapan pagi pakai kupat tahu. Hmm, endeus!
Selesai makan dan balik lagi kerumah, aku mulai siap-siap karena rencananya anak-anak mau aku bawa berenang ke Margacinta Park. Kolam renang serta tempat bermain ini lokasinya dekat banget sama rumah kakakku, jalan kaki aja bisa sampai. Nah, berikut review singkatnya yah!
Margacinta Park
Harga tiket masuk berenang :
- Weekdays : Rp 50.000,00
- Weekend : Rp 70.000
Margacinta Park merupakan taman wisata yang letaknya di tengah kota. Mereka menyediakan waterpark dan juga area bermain lain serta foodcourt. Nawaitu aku datang kesana tentu saja untuk main air dan nyobain Mixue, es krim yang lagi heits banget itu.
Anyway, aku pergi berlima karena cucu dari ART abangku ikutan. Si cucu ini (sebut saja adek C) udah kelas 4SD dan dia suka bantu-bantu kerjaan di rumah. Aku ngajakin dia supaya ada yang bisa bantu jagain anak-anak selama bermain di kolam.
Saat pertama kali lihat di google, aku mengira Margacinta Park ini bakal segede Go Wet Waterpark. Tapi pas datang langsung ternyata lebih mungil. Ya enggak papa sih, enggak mengurangi kebahagiaan aku dan anak-anak. Mereka toh tetap excited karena akhirnya bisa mainan air.
Margacinta Park punya empat kolam :
- Kolam anak yang ada tong air dan aneka seluncuran
- Kolam sedang yang ada seluncuran tinggi
- Kolam dewasa untuk berenang berbentuk persegi
- Kolam anak dengan air hangat
Meskipun banyak yang bilang Bandung udah enggak dingin akibat perubahan iklim, saat berenang kemarin aku lebih banyak ke kolam air hangat karena kedinginan. Lemah banget emang akutu karena anak-anak mah tetap semangat.
Oh iya, aku dateng jam delapan pagi lebih dikit, bener-bener pas buka sehingga suasana masih sepi. Kolam berasa milik sendiri, air juga bersih. Si abang kepengen sewa ban dan aku iyain. Harga sewa per buahnya 35ribu bisa dipakai seharian.
Kamar mandi, ruang bilas dan ganti di Margacinta Park cukup bersih. Sayang ada beberapa pipa yang rusak serta pintu yang enggak bisa ditutup. Semoga segera dibenahi karena aku rasa, tempat bermain ini masih baru dan potensial banget.
Bandros (Bandung Tour on Bus)
- Harga tiket per orang : Rp 20.000,00
Sepulang berenang, aku sebetulnya lemes banget, ngantuk, dan pengen tidur. Tapi…enggak bisa. Anak-anak ribut banget dan itu bikin Ulla jadi enggak bisa tidur siang. Haduh, emang baterainya anak-anakku itu super power, udah main air lama tetep aja masih aktif dan bertenaga. Padahal emaknya mleyot dan rindu meremin mata.
Yaudahlah, toh mumpung di Bandung ini, mending manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Jadilah aku langsung ngajakin empat anak untuk naik Bandros alias Bandung Tour on Bus. Ini adalah pengalaman keduaku btw, sebelum pandemi aku udah pernah naik dan emang seru. Terutama saat di daerah Braga dimana kami dipepetin sama cosplayer pocong dan kuntilanak, wkwkwk.
Aku memesan grab dengan tujuan museum geologi. Sepengalamanku dulu justru lebih enak kalau naiknya dari seberang museum geologi. Oh iya, sedikit oot nih, grabcar atau gocar di Bandung tuh sangat gambling. Kadang bisa dapet yang enak, tapi sekalinya dapet yang bapuk, bapuuuk banget. Udah mobilnya gak nyaman, drivernya juga gak menyenangkan.
Anyway, balik lagi ke cerita naik Bandros. Aku dikasih tahu sama onty-nya anak-anak kalau jam operasional Bandros hanya sampai jam 4 sore aja. Lewat dari itu mereka udah gak jalan lagi. Buru-burulah aku berangkat. Begitu sampai alhamdulillah masih dapat tempat, tapi….. Tapi mereka enggak yakin bisa jalan atau enggak.
*dueenggg*
“Kita nunggu ada sepuluh orang ya minimal, kalau kurang dari itu, gak jadi jalan.” kata salah satu bapak-bapak bagian tiket.
Anak-anak auto manyun, aku apalagi. Ajegile, untuk bisa mencapai ke sana tuh pakai perjuangan yang gede loh. Bisa kalian bayangin kecewanya kami kalau sampai Bandrosnya memilih enggak jalan?
Untunglah dalam waktu yang enggak begitu lama, ada beberapa orang datang dan naik ke Bandros. Demi melihat jumlah peminat yang cukup tinggi, Bandros pun diberangkatkan. Yeiiii hula-hula!
Aku lupa siapa nama pemandu kami hari itu. Yang aku ingat beliau bapak-bapak berambut gondrong pakai bucket hat. Cara dia ngomong menarik dan enak didengar. Sepanjang perjalanan kami disuguhi ikon-ikon kota Bandung mulai dari tempat lokasi syuting Dilan sampai ke Braga. Jalanan padat padahal itu hari biasa. Heran akutu, mereka ini tidak bekerja atau gimana? *bertanya pada rumput yang bergoyang*
Anyway, aku agak kecewa sama Bandros kali ini. Saat melewati jalan Braga, kami enggak dipipit ke orang-orang bercosplay. Mereka ada di sebelah kanan jalan, sedangkan kami di kiri jalan. Sedih, kurang seru pisan rasanya. Enggak ada momen jerit-jerit gimanaa gitu, padahal itu yang dicari. Hiks.
Hari Ketiga (Rabu)
Pada hari ketiga aku berencana untuk pergi ke dua tempat : Saung Angklung Udjo dan Snowpark Bandung yang ada di jalan Sudirman. Sebelum pergi, aku menghubungi Angklung Udjo terlebih dulu karena berdasarkan pengalaman, mereka ini harus reservasi karena khawatir penuh. Mereka aku kontak via WA.
Eh, ternyata bener penuh dong untuk pertunjukan di sesi pagi. Pihak sana bilang kami bisa beli tiket on the spot untuk yang sesi sore karena pada waktu tersebut, biasanya pengunjung tidak begitu ramai. Aku yang awalnya berencana ke Angklung Udjo duluan langsung switch rencana. Apalagi abangku dan istrinya ngajakin untuk makan siang bareng di Captain Seafood Bandung.
Akhirnya, aku memilih untuk ke Snowpark dulu. Rencana selanjutnya tergantung situasi dan kondisi kami di lapangan nanti. Oke deh, tanpa menunggu lama, berikut review singkatnya!
Snowpark Bandung (Panama Park)
Harga tiket masuk :
- Weekday : Rp 50.000/30 menit
- Weekend : Rp 70.000/30 menit
Aku tertarik main kesini gara-gara lihat snapgramnya mbak Vicky Laurentina. Harganya jauh lebih murah dibanding Snowpark-nya Transmart yang seorang bisa 200k ituh. Bayangkan, di sini dengan bayar 200k saja aku bisa main berenpat, di sono cuma bisa buat satu orang.
Btw, karena lokasinya agak jauh dari rumah Margabaru, kami sempat ketiduran di grabcar dan dibangunin sama bapak grabnya. Alhamdulillah beliau baik sekali. Tahu banget kalau bawa tiga anak sendirian enggak mudah, hahaha.
Fyi, harga tiket 50k itu sudah termasuk sewa boot dan mantel ya. Jadi sebelum masuk area bersalju, kami diwajibkan mengukur kaki terlebih dulu, memakai sepatu boot dan juga mantel. Oleh petugas kami pun diberitahu bahwa waktu bermain di dalam kurang lebih tiga puluh menit saja.
“Oh, kalau mau lebih gak boleh ya Mas?” Tanya aku.
“Kalau gak begitu ramai boleh saja sih Bu, tapi itu pun kalau kuat juga.” jawab mas-mas penjaga kalem.
Woh, emang bakal sedingin apa? Pikirku. Jebul emang dingin banget gaes. Sampai nol derajat celcius.
Pintu masuknya cuma satu dan yang boleh buka-tutup cuma mas penjaga. Semisal di dalam nanti kami pengen keluar sebelum tiga puluh menit, kami tinggal pukul pintunya saja dan nanti akan dibukakan.
Begitu masuk, hawa dingin langsung menerpa. Terus pas kami amati, ternyata ruangan di dalam enggak begitu besar. Cuman berbentuk kotak gitu. Di sana ada dua titik meluncur, sebuah rumah-rumahan iglo dan juga terowongan super mini berbentuk papan kayu. Ada pohon lampu dan dinding-dinding yang dihias dengan nuansa salju. Musik yang disetel di ruangan juga oke, dapet banget lah feel-nya.
Anyway, kami cuma berempat aja loh di dalam ruangan itu. Belum ada pengunjung lain datang sehingga berasa milik pribadi, wkwkwk. Kami jadi bisa main seluncuran dan juga lari-lari dengan leluasa. Gak perlu antri, bebas milih papan, bebas lempar-lemparan salju.
Ketika bermain, beberapa kali butiran es dalam jumlah cukup banyak menyelip ke sepatu bot atau sarung tangan. Anak-anak langsung menjerit kedinginan. Mau enggak mau aktivitas berhenti sejenak karena salju yang terselip harus dikeluarin secepat mungkin.
Hal yang sama terjadi juga ke aku. Effort yang dibutuhkan untuk bisa mengambil gambar atau video itu besar. Kulitku enggak tahan ketika terpapar langsung di dalam ruangan tanpa pelapis dalam jangka waktu lama, maksimal satu menit. Itupun aku harus buru-buru pakai sarung tangan lagi untuk menetralkan suhu tanganku yang kebas.
Pakai masker juga bikin wajah dan hidung kita terjaga dari suhu dingin. Aylan sempat copot masker dan pipinya langsung merah gitu. Anaknya ngeluh gak nyaman. Tapi begitu masker dipakai lagi, dia kembali normal.
Kami main cukup lama, berkali-kali meluncur dari yang gagal sampai berhasil mulus. Masuk-masuk ke dalam iglo dan batang pohon, ambil foto disana-sini sampai akhirnya ada pemberitahuan kalau waktu bermain sudah hampir habis. Anak-anak protes, mereka bilang masih ingin main sebentar. Aku ketuk pintu dan bilang ke mas penjaga minta tambahan waktu sepuluh menit maksimal. Alhamdulillah dibolehkan.
Nah, pada momen waktu tambahan ini, ada beberapa pengunjung baru yang ikutan masuk. Ruangan jadi terasa lebih ramai dan berwarna. Anak-anak tetap asyik bermain sampai aku merasa bahwa telapak kakiku mulai mati rasa. Padahal aku pakai kaos kaki sebelum dilapisi sepatu boot loh, tapi ternyata memang dingin sekali sekali. Anak-anak merasakan hal yang sama hingga akhirnya kami memutuskan selesai.
Begitu keluar, mantel yang kami lepas dimasukan ke dalam sebuah ember. Nantinya akan langsung masuk mesin cuci dan pengering. Jadi pemakai berikutnya bisa merasa tenang karena mantel sudah dalam kondisi bersih, bukan bekas pakai.
Anak-anak seneng banget aku ajakin ke sini. Ini adalah pengalaman pertama mereka main salju. Lumayan, latihan sebelum berkunjung ke negara empat musim beneran. Aaminn!
Saung Angklung Udjo
Harga Tiket Pertunjukan :
- Dewasa : Rp 80.000 / weekdays
- Anak : Rp 60.000 / weekdays
Selesai bermain salju kami melanjutkan perjalanan ke Captain Seafood Bandung. Disana abangku dan istrinya sudah menunggu untuk makan siang bareng. Sajian kepiting disini Masya Allah enak banget, terutama untuk menu Kepiting Asap, bumbunya super endeus.
Lokasi Captain Seafood yang sebelahan sama PrimaRasa bikin aku memutuskan untuk belanja oleh-oleh lebih dulu sebelum memutuskan mau pulang atau ke Angklung Udjo. Secara personal, dibanding Kartika Sari, aku lebih suka sama produk-produknya PrimaRasa. Terutama brownies dan pisang ijo coklatnya.
Selesai dari PrimaRasa aku ngecek jam dan ternyata masih jam 2 siang lebih dikit. Perjalanan dari lokasiku ke Angklung Udjo sekitar 15-20 menit sedangkan pertunjukan dimulai jam 15.30. Setelah berhitung-hitung akhirnya aku memutuskan untuk ke Angklung Udjo aja dibanding pulang. Ada jeda waktu cukup lama bisa dipakai sholat dan istirahat.
Begitu sampai lokasi tujuan, aku baru tahu kalau ticket box baru melayani pembelian jam 15.00, jadi aku dipersilahkan menunggu. Pilihanku untuk istirahat di sini ternyata tepat karena memang tempatnya nyaman banget. Bangunannya banyak yang terbuat dari bambu gitu, kelihatan estetik, adem dan khas banget karena angklung kan memang dibuat dari batang bambu juga.
Tempat sholatnya nyaman, terus ada mini kafe yang jual beberapa kudapan kayak batagor atau mie kocok gitu. Anak-anak bahkan diperbolehkan main di area pertunjukkan dan foto-foto di sana. Mereka mencoba memainkan angklung yang ada di panggung.
Oh iya, ketika beli tiket kita akan mendapatkan kalung berbentuk angklung mini sebagai souvenir, gemash! Anak-anakku yang tiga orang itu sampai pada rebutan, wkwkwk.
Fast forward, pertunjukannya ternyata makan waktu sekitar satu setengah jam. Dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, terus tarian tradisional, drama yang kocak banget ceritanya, nyanyi bareng, dan main angklung bareng. Para pemain yang tampil semuanya merupakan murid-murid dari padepokan Udjo. Keren banget karena ada yang masih kecil usia 5 tahunan gitu.
Pembawa acara pertunjukan di Angklung Udjo juga sangat classy. Santai, renyah, bilingual, dan enggak ngebosenin blas. Apalagi pas dia ngajarin kami untuk bermain angklung, sangat-sangat mudah dimengerti. Lha wong yang anak-anak kayak Yuan, Luna, dan Aylan aja bisa paham kok.
Buatku, destinasi wisata terbaik yang aku kunjungi jatuh ke Saung Angklung Udjo. Nilai edukasi dapet, hiburan juga dapet. Anak-anak jadi bisa kenal angklung secara langsung sambil belajar memainkannya. Luna dan Yuan bahkan banyak banget tanya-tanya tentang tarian yang ditampilkan sampai aku pusing sendiri jelasinnya, hahahah.
Tapi, ada satu catatan kecil yang kalian harus tahu. Di sini kita gak bisa order goride atau grabride, ojeknya masih konvensional. Dulu kayaknya ada masalah atu gimana sampai akhirnya para driver memilih untuk menghindar. Tapi kalau grabcar masih bisa sih, tenang.
Hari Keempat (Kamis, Pulang)
Tibalah saatnya aku harus kembali lagi ke Cisauk. Seperti yang sempat aku tulis, kepulanganku kali ini menggunakan moda transportasi kereta. Jadi aku membeli 4 tiket kereta api Argo Parahyangan relasi Bandung-Gambir di jam 9 pagi. Yuan si pecinta kereta super duper excited dan gak sabar untuk naik.
Aku betul-betul berterima kasih sama abangku dan juga istrinya yang mengijinkan kami main ke Bandung , menginap, dijemput di tempat wisata, diajak makan, dimasakin, pokoknya atas semua akomodasi yang diberikan. Iparku bahkan sengaja masak pagi-pagi untuk kami, terharuuu. Huhuhu.
Seru banget ternyata ya main ke rumah saudara. Meski mereka berdua kerja dan aku juga jalan-jalan sendiri, tapi kami menyempatkan untuk ngobrol di malam hari ketika anak-anak sudah tidur. Lebih asyik lagi karena alhamdulillahnya kami memang satu frekuensi, jadi nyambung aja gitu pas ngobrol.
Anak-anak di satu sisi senang bisa naik kereta dan pulang, tapi di sisi lain ya sedih banget karena ninggalin Ulla. Apalagi Ulla udah kenal sama mereka bertiga dan mau main bareng. Luna setiap pagi nyiapin tempat bermain Ulla dan glundungan berdua. Begitu juga dengan Aylan. Makannya, ketika kami udah di mobil dan siap untuk pergi, mereka heboh banget dadah-dadah ke Ulla.
Oh iya, untuk pengalaman hari keempat aku pengen review singkat Stasiun Bandung dan rasanya naik kereta api Argo Parahyangan. Cekidot!
Stasiun Bandung
Kaget, itu deh yang kayaknya aku rasain waktu masuk ke stasiun Bandung sekarang. Terakhir kesana, menurutku stasiunnya B aja kayak Stasiun Tugu Jogja gitu. Tapi sekarang, wuaahh tampak modern! Ada eskalator, spot khusus foto, bahkan penunjuk arahnya pun jadi kece kayak di Bandara. Makin rapi, makin nyaman buat dikunjungi.
Bapak-bapak porter di sana juga ramah. Ketika aku menolak karena ingin ngajarin anak-anak bertanggung jawab sama barangnya sendiri, mereka tetap ramah dan tidak maksa. Toh meski tanpa porter, eskalatornya juga nyaman buat bawa barang. Kami sukses masuk ke kereta tanpa kendala berarti.
Kereta Api Argo Parahyangan
Harga Tiket :
- Eksekutif : Rp 135.000,00/tiket
- Ekonomi : Rp 90.000/tiket
Jujur, ini adalah pengalaman pertamaku naik kereta api jarak jauh sejak pandemi di tahun 2019 lalu. Sebelum-sebelumnya aku menghindari banget naik kereta bila memang enggak ada kepentingan mendesak. Tapi karena kondisi sekarang sudah membaik banget, aku sangat excited.
Saat baca-baca aturan naik kereta aku cukup was-was karena Luna baru vaksin pertama. Aku khawatir karena disana ditulis di atas 6 tahun yang masih vaksin 1 harus swab antigen dulu. Aku sendiri bukannya enggak mau melengkapi vaksin Luna, cuma ya jadwal untuk vaksin kedua masih tanggal 13 Juli, masih lama. Nakes yang nyuntik Luna pun melarang penyuntikan vaksin kurang dari tanggal yang ditentukan itu tidak boleh.
Makannya, ketika tiket kami berempat kemarin di scan di pintu masuk, ada alat yang tiba-tiba berbunyi. Petugas langsung tanya, “Siapa yang masih vaksin satu?”
Aku langsung nunjuk Luna, “Anak saya yang kedua pak.”
“Oh, kalau yang ini sih enggak papa. Silahkan masuk saja Bu.” jawab si petugas yang kemudian bikin aku sangat lega. Kayaknya kalau anak-anak yang belum vaksin lengkap, mereka masih membolehkan. Tidak menyulitkan.
Alhamdulillah, kami pun bisa duduk nyaman di dalam kereta. Gerbong kereta yang aku naiki kayaknya baru atau memang terawat karena kondisinya bagus banget. Kursi nyaman, toilet bersih, AC adem, puas pokoknya. Sampai ketika kereta berjalan meninggalkan kota Bandung perlahan-lahan, aku dan anak-anak ngerasa bahagiaaaaa banget. Hahaha.
Oh iya, sejak awal, aku udah berencana untuk nyobain makan di kereta. Pengen aja ngajakin anak-anak ngerasain makan di dalam gerbong restoran kereta yang lagi jalan. Mereka pasti teruwow-uwow.
Tapi ternyata gaes, justru aku yang ternganga. Gerbong restoran kereta api Argo Parahyangan ini bersih, kinclong, dan cakep. Mana ternyata ada mushola mini juga di situ. Wuaa, bener-bener kudet akutu saking lamanya gak naik kereta.
Tanpa menunggu lama, aku pesen makanan sama pramugari yang sedang bertugas. Menu makanan yang dijual di atas kereta lumayan variatif. Ada nasi rames, nasi goreng, nasi gudeg, juga nasi ayam krispi. Aku sendiri memesan nasi rames dan nasi ayam kripsi untuk anak-anak. Harga per porsi Rp 38.000,00. Masih masuk akal banget menurutku.
Next kami pun makan di kereta. Seru banget karena mejanya lebar, bangku juga enak didudukin. Sambil makan kami sambil ngobrol dan ngelihatin pemandangan di luar jendela yang ijo dan biru. Masya Allah…
Tips & Trik Sukses Traveling Tanpa Suami Sambil Bawa Tiga Anak
Bawa tiga anak traveling tanpa suami keluar kota berhari-hari menurutku meski enggak mudah tetap bisa dinikmati kok. Hal pertama yang perlu dilakukan supaya agenda ini bisa berjalan dengan baik adalah ridho suami. Semisal Cucup enggak kasih izin kemarin itu, aku juga pastinya gak berani pergi. Ridho suami adalah sesuatu yang sangat penting buatku.
Hal kedua yang perlu disiapkan adalah tahu dengan pasti situasi dan kondisi lokasi tujuan. Aku cukup familiar dengan Kota Bandung karena sempat beberapa kali main kesana sehingga bisa mengira-ngira disana seperti apa. Ketika membayangkan Bandung, aku merasa yakin bahwa aku bisa. Nah, keyakinan inilah yang kemudian membuat Cucup mudah memberi izin. Kalau akunya sendiri enggak yakin, Cucup pasti lebih memilih aku stay di Cisauk aja.
Hal ketiga adalah kesiapan fisik serta mental. Aku betul-betul memastikan kondisiku serta anak-anak sehat karena rumah yang mau kita datangi tuh punya bayi. Amit-amit, jangan sampai kami memaksakan diri kesana sambil membawa penyakit. No way, big no, mending aku stay di rumah aja daripada ngasih resiko ke orang lain. Selain itu, kalau aku gak fit di sana malah rugi karena jadi stay di rumah aja, gak bisa kemana-mana.
Hal keempat yaitu lower our expectation. Ketika melangkah, aku gak punya ekspektasi apapun. Aku justru menyiapkan ruang di hati untuk kegagalan atau hal-hal tidak terduga. Kayak lagi enak-enak makan, tahu-tahu Aylan minta pup. Terus baru cuci tangan, minta pup lagi karena ternyata belum tuntas. Atau mereka bertengkar, atau gagal gak bisa masuk ke salah atau tempat yang sudah direncanakan atau apapun itulah.
Mempersiapkan hal-hal terburuk justru membuatku lebih nyantai ketika masalah datang. Mindset-ku juga berubah, ketika ada sesuatu diluar harapan aku cuma mikir, “Oh cuma gini doang, entar juga kelar masalahnya.” gitu.
Hal kelima adalah sounding, sounding, dan sounding. Sebelum berangkat, sounding dulu, di perjalanan sounding tentang tempat tujuan, di tempat tujuan sebelum beraktivitas sounding lagi. Anak-anak ini, asal udah dikasih tahu lebih dulu biasanya relatif mudah untuk diajak kerja sama. Mereka juga jadi punya bayangan tempat tujuannya nanti itu kayak apa, harus ngapain.
Begitulah, kurang lebih lima hal diatas ini yang jadi peganganku untuk bisa menikmati liburan meski Cucup enggak ikutan. Tetep bisa ketawa dan merasakan bahagia walau berempat saja.
Anyway, saat naik kereta Cucup nanyain kapan aku sampai stasiun Gambir. Ternyata dia berencana untuk nyusulin ke Gambir dulu begitu landing di Soetta. Setelah ngumpul di Gambir, baru deh bareng-bareng menuju Cisauk. Aaaa so sweet, hahaha.
Aku gak cerita ke anak-anak tentang ini, biar aja jadi surprise. Nah, pas alhamdulillah kami sampai di Gaambir dengan selamat, aku agak nunda-nunda gitu ke pintu keluar. Pas udah diluar juga lebih milih untuk duduk nyaman dulu. Anak-anak pada protes, kok aku letoy banget. Tiba-tiba saja ayahnya manggil dan anak-anak langsung teriak kaget. Seneng banget mereka karena akhirnya bisa ketemu Cucup.
So yes, it is a happy ending for all of us. Setelah hari-hari yang heboh, akhirnya kami kembali lagi ke kehidupan semula….yang juga gak kalah hebohnya! Yeaai!