“Bro, ada surat buat kamu” kata mas-mas penjaga warung fotokopi. Aufar mengernyit ketika tangannya terulur menerima sebuah amplop putih dengan tulisan ‘For Aufar’
Lelaki itu membolak-balik amplop yang ada di tangannya. Tidak ada nama pengirim. Aufar memandang wajah si mas-mas dengan tatapan bertanya, tapi si mas-mas itu hanya mengangkat bahu dan berkata dengan nada menggoda.
“Iya, itu dari gadismu”
Aufar mengibaskan tangannya mendengar jawaban itu. Walau segila apapun perbuatannya kemarin, Rania bukanlah gadisnya. Lama Aufar memandangi amplop tersebut. Namun akhirnya setelah berpikir sejenak, Aufar memasukan surat itu ke dalam tasnya. Dia mengacungkan jempol kepada mas-mas penjaga foto kopi dan berlalu…
****
Dear Aufar,
Hai kamu sedang apa? Aku tebak kamu pasti sedang tidur-tiduran sambil baca surat ini, bener enggak? Kalo bener sih alhamdulillah, yang pasti aku bukan cenayang loh, yakinlah.
Aufar, awalnya aku ragu-ragu sekali untuk menulis surat ini. Maaf, maafkan aku karena tidak menyerahkannya langsung. Aku takut sekali kalau nanti niatku akan luntur dan batal menyerahkannya ke kamu.
Aufar, aku ingat sekali saat pertama kita bertemu, memalukan. Aku hampir jatuh dan berguling, orang-orang menertawakan dan hanya kamu yang membantuku untuk berdiri. Sejak saat itu, aku terpesona. Ah, aku malu menulisnya, tapi sejak saat itulah aku mulai mengagumi kamu. Dan itu adalah alasan utama kenapa aku ingin kenal kamu lebih dekat. Konyol memang, dan alay sekali kalau boleh ditambahkan.
Selanjutnya, seperti yang sudah kamu ketahui aku banyak mencari informasi tentang kamu. Beberapa orang mengatakan kalau Aufar adalah orang yang ramah, suka menolong dan baik hati meskipun agak cuek, . Dari cerita mereka aku jadi tahu meskipun kamu tuna wicara, mereka yang mengenalmu tidak pernah merisaukan hal itu.
Aku adalah orang yang sangat memahami sifatku sendiri. Aku manusia yang mudah penasaran dan bersikap spontan. Seperti kata-katanya Dewi Lestari ‘’my curiosity could kill a lion’. Aku prihatin sekali karena beberapa saat yang lalu, kamu adalah objek utama rasa penasaranku.
Saking penasarannya aku sampai mendaftar kelas kursus bahasa isyarat. Sungguh tidak pernah kuduga mempelajari hal tersebut ternyata membawa kenikmatan tersendiri. Percayalah Aufar, aku sangat menikmati tiap menit yang kuhabiskan untuk mempelajari kemampuan berbahasa isyarat..
Tahukah kamu Aufar, aku menemukan dan mempelajari begitu banyak hal dari situ. Secara tidak langsung aku bisa merasakan bahwa menjadi orang yang kekurangan secara fisik pastinya tidak mudah. Aduh, kekagumanku semakin bertambah mengetahui kamu sanggup melakukannya. Parahnya, aku tak bisa berhenti memikirkan hal ini Aufar.
Aku takut dengan rasa sukaku yang makin bertambah padamu Aufar. Sulit sekali untuk mengendalikan rasa suka kita pada seseorang.Silakan sebut aku lebay, tapi aku sering membaca buku ataupun artikel di majalah tentang bahayanya sebuah rasa yang tak bisa dikontrol yang sanggup menjadi mesin penghancur masa depan. Tidak, tentunya aku tidak mau hal itu terjadi padaku ataupun padamu. Karena itu, aku memutuskan untuk menghentikan sejenak aliran rasa ini. Aku sadar sekali, sebagai anak kecil kelas dua SMA, aku sangat rentan melakukan hal-hal yang salah dan tidak pantas.
Aufar, aku sangat bahagia dengan kunjungan kamu kemarin ke kelasku. Aku rasa, hal itu berarti sesuatu bukan? Mungkin semacam perhatian?
Aku begitu senang tapi setelahnya muncul rasa takut. Saat aku bertanya pada hati kecilku, aku merasa tidak sanggup melanjutkan rasa ini. Aku takut, aku terlalu pengecut. Bagian yang waras dari otakku mengatakan kalau berbahaya sekali jika rasa ini membesar di waktu yang tidak tepat.
Ya Tuhan, sakit sekali rasanya mengambil keputusan ini. Kamu harus tahu Aufar bahwa pilihan untuk mundur bukanlah sesuatu yang mudah terutama untukku yang selalu mendapatkan segalanya. Aku orang yang egois Aufar, tapi untukmu entah kenapa aku merasa sanggup untuk menahan diri.
Aufar, mari kita menjalani waktu kita sendiri-sendiri. Aku dengan persiapanku menuju kelas tiga dan kamu dengan persiapan kelulusan. Aku dengar selentingan kalau setelah lulus kamu tidak mau kuliah, tapi langsung terjun ke dunia bisnis. Itu sebuah tantangan yang sangat berat. Kamu membutuhkan semua pikiranmu untuk fokus. Aku yakin kamu pasti mampu meraih kesuksesan.
Untuk saat ini, ijinkan aku menyerah pada keadaan.Akan tiba saatnya nanti, ketika aku sudah mampu menunjukan pada Ayah dan Bunda bukti keseriusanku untuk kuliah aku ingin sekali menemui . Atau mungkin, aku malah ingin kamu menjadi pihak yang menemukanku. Mau kan?
Iya, memang aku sudah gila karena berharap sampai sejauh itu. Mungkin, mungkin karena entah bagaimana aku bisa tahu kalau aku mulai mendapat tempat di hatimu. Tidak, jangan membantah. Kedatanganmu kemarin, itu bukti tak terbantahkan. Boleh percaya atau tidak tapi aku merasakannya Aufar, aku merasakannya sejak pertama kali melihatmu.
Aku sudah berkomitmen akan menjaga rasa ini untukmu. Terserah teman-temanku mau bilang apa, tapi bagiku kamu adalah cinta monyetku yang pertama, dan terakhir aku harap.
Aku tidak tahu seperti apa rintangan yang akan kita hadapi di masa depan. Bagaimana pun, aku kan bukan peramal, hahaha. Tapi aku merasakannya kok, kalau kita akan tersambung lagi. Dan yakinlah Aufar bahwa saat itu, aku akan menikmati sepenuh hati pengejaranmu.
Maafkan aku karena belum mencintaimu saat ini, nggak tahu kalau dua tahun lagi.
See you when I see you,Kiss Kiss
Rania.