Perjaka menurut KBBI memiliki arti laki-laki yang belum berumah tangga, bujang atau jaka. Tapi, buatku yang memiliki suami orang Kalimantan (Suku Banjar), Perjaka merupakan singkatan dari Peranakan Jawa Kalimantan.
Beberapa waktu yang lalu, ramai di medsos yang bilang kalau mau cari jodoh carilah mas-mas jawa yang manis. Sayangnya, jodohku ternyata mas-mas kalimantan yang introvert, pake kacamata, selera humornya aneh, tapi baik hati dan bikin aku jatuh cinta.
Aku enggak pernah menyangka kalau bakal nikah sama orang ini sih lha wong waktu pertama kali kenalan, kukira dia orang Jogja. Toh KTP kami berdua yang waktu itu berusia sama-sama 19 tahun itu KTP Kota Jogja. Setelah makin mengenal satu sama lain, barulah aku ngeuh kalau dia itu mirip sama aku, perantau yang akhirnya menetap di Jogja, meski enggak lahir di sana.
Tahun 2012 yang lalu, kami berdua menikah dan hingga saat ini, dapet amanah tiga orang anak. Kalau kata mama mertua, anak-anak-ku itu sebutannya perjaka. Tapi meski memiliki darah banjar, sunda, dan tegal, nyatanya mereka malah besar di Tangerang. Enggak bisa bahasa jawa, apalagi bahasa sunda sama sekali.
Terus bisanya apa? Bahasa yang mereka gunakan sehari-hari adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sesekali mereka memang roaming sih, terutama saat berkumpul dengan keluarga besar si ayah yang dari Banjar itu. Kami hanya bisa mengerti bagian ‘ulun’ atau ‘ikam’ atau ‘kadatau’ saja, wkwkwk.
Mulai Menulis Blog di Tahun 2018
Baru dua hari yang lalu aku menulis tentang alasanku mulai ngeblog. Bagi yang penasaran, kalian bisa mampir ke sini dulu. Sebetulnya, sejak jaman dulu aku sudah suka menulis bahkan sempat membuat blog juga. Tapi ya itu, namanya juga mahasiswi, jadi aku jarang-jarang banget ngisi itu blog dan meskipun masih ada, aku lupa sama username dan password-nya.
Aku enggak pernah menyangka kalau bertahun-tahun kemudian, menulis menjadi passion sekaligus profesi yang sangat kunikmati perjalanannya. Kayaknya Allah itu memang Maha Mengetahui apa yang paling pas buat hamba-hambaNya. Ibu tiga anak yang gampang stress kayak aku gini misalnya, dianugerahi kesempatan untuk bekerja dari rumah alih-alih kerja kantoran.
Sebelum menulis, aku sempat mencoba menjadi pembuat kue dan snack. Maklum, waktu itu anak aku masih kecil dan aku juga tinggal di kota kecil sehingga untuk bekerja yang wah rasanya sulit. Kemudian pernah juga aku menjadi pedagang online, produk yang aku jual adalah bumbu pecel dan kari jepang. Waktu itu, penjualanku lumayan besar dan penghasilanku juga lumayan.
Aku berhenti jualan karena hamil anak ketiga ketika anak kedua masih berusia sembilan bulan. Badanku enggak keruan dan aku enggak bisa fokus mengurusi dagangan. Enggak tahu ya, perempuan itu selalu dihadapkan dengan pilihan sehingga mau enggak mau aku harus memilih antara keluarga atau berjualan.
Aku memilih keluarga tentu saja.
Menyesal? Enggak dong.
Habisnya, keluarga ternyata menjadi orang-orang yang membuat aku bisa menulis. Eh, kurang tepat ding. Aku sejak dulu bisa menulis, tapi terkadang terkendala karena bingung dengan APA YANG MAU AKU TULIS. Tapi kini, sejak memiliki tiga perjaka di rumah, rasa-rasanya tidak ada yang tidak bisa aku tulis. Aku selalu memiliki bahan untuk ditulis. Yang tidak kumiliki hanya keinginan untuk konsisten menulis, wkwkwkwk.
Please Meet My Perjaka!
Park Swa-Mi
Tiga bocil di rumah tak akan hadir di dunia tanpa keberadaan Cucup alias mas-mas kalimantan-ku tercinta. Manusia yang menjadi inspirasi utama hadirnya blog ini. Percayalah, ngobrol sama Cucup tuh mirip kayak kita bicara sama tembok. Makannya, untuk menyalurkan belasan ribu kata yang tertahan di mulut, hati, dan pikiran, aku menulis di blog.
Ternyata, punya suami yang pendiem tuh enggak buruk-buruk amat asal kitanya kreatif. Terbukti, alih-alih merasa stress (well. tetep stress sih) aku justru dapat menghasilkan sebuah tulisan, sebuah karya, yang bisa dibaca oleh orang lain yang mungkin memiliki pengalaman sama. Aku bisa berbagi bersama mereka, mengatakan kepada ibu-ibu di luar sana bahwa mereka tak sendirian.
Saat ini, Cucup memang sudah berubah banyak. Kami sempat cukup intens mengikuti kelas komunikasi suami-istri sehingga semakin lama, Cucup semakin banyak bicara dan tahu harus gimana menanggapi omonganku.
Meski demikian, hobiku untuk menulis ya tetap jalan. Apalagi sejak tahu bahwa dari ngeblog aku bisa menghasilkan uang, hahaha.
Btw, Cucup sangat mendukung profesiku ini. Dukungan yang dia beri besar banget, mulai dari jagain anak-anak ketika aku harus datang event, beliin aku laptop supaya bisa nyaman bekerja, berlangganan internet agar aku asyik kerja dari rumah dan tentunya jadi mas-mas yang bayarin ketika waktu untuk bayar hosting tiba.
Bahkan, hadiah ulang tahunku yang ke-28 adalah dibayarin domain dan hosting ayunafamily.com yang biayanya hampir satu juta. Jadi tentu saja aku enggak pernah bisa berhenti berterima kasih sama dia yang sudah menerima segala omelanku, sikap burukku, dan tetap mendukungku agar bisa menjadi manusia yang memiliki arti dalam hidup.
Abang, Teteh, Dedek
Tiga anak ini lahir dari rahimku dalam jangka waktu yang berbeda-beda. Ketiganya memiliki cerita, mulai dari proses melahirkan, kesehatan, atau kejadian-kejadian unik yang rasanya sayang jika tidak diabadikan. Mereka bertiga adalah cintaku, sumber inspirasiku. Sosok yang membuatku terdorong untuk terus belajar.
Beneran deh, aku enggak akan belajar tentang montessori, keuangan, parenting, dan lain sebagainya jika bukan karena tiga anak ini. Mereka membuatku merasa aku selalu punya tujuan dalam hidup. Mereka membuatku merasa harus bertahan meski sesusah apapun. Mereka adalah alasan utama kenapa aku ingin selalu menjadi sosok yang lebih baik.
Support yang mereka beri padaku adalah dengan turut merasa bangga dan bahagia ketika tahu mamanya adalah seorang penulis. Mereka ini selalu excited kalau aku ajak untuk menghadiri acara yang membawa anak. Mereka juga happy jika mamanya tiba-tiba dapet paket atau goodies acara yang isinya pernak-pernik lucu bermanfaat.
“Aku seneng Mama jadi penulis, soalnya Mama jadi bisa kerja di rumah.” kata mereka. Padahal, sesekali aku mengabaikan mereka saking sibuknya menyelesaikan tulisan.
Saat ini, karena sering melihat mamanya menulis, si Teteh jadi hobi menulis juga di jurnal. Sedangkan si abang secara terang-terangan bilang kalau dia juga ingin punya blog dan bisa mengisinya dengan tulisan-tulisan buatannya sendiri. Apa yang keduanya lakukan, membuatku merasa sangat didukung.
Ternyata, tidak hanya aku yang terinspirasi, tapi mereka juga sama-sama terinspirasi oleh mamanya. Ketika anak dengan kemauannya sendiri, mengikuti jejak baik orang tua, itu adalah sebuah apresiasi luar biasa.
Terima Kasih Sayangku
Dear anak-anakku, jika suatu hari kalian membaca tulisan mama yang ini, ketahuilah kalau mama merasa sangat berterima kasih sama kalian. Blog ini ada karena peran ayah dan kehadiran kalian. Kalian adalah sumber inspirasi serta support system terbaik yang mama miliki.
2 Komentar. Leave new
Waahhh baru tahu kalau Par Swa-mi itu keturunan Kalimantan 😀 Kirain Jawa atau Sunda.
Btw, ternyata kita samaan ya, aktif ngeblognya sejak 2018.
Akoh juga beli domain tuh di 2018, sebelumnya sih juga udah suka nulis, udah punya beberapa blog dan tulisan. Tapi belom konsisten, belum tau juga kalau ternyata bisa menghasilkan uang 😀
Sekarang, kalau punya support system dalam ngeblog, happy banget 🙂
seneng banget pastinya mbak, support systemnya nggak jauh-jauh, yaitu dari keluarga sendiri
apalagi anak-anak kalau nantinya sampe gede bertahan dengan jurnal atau blognya, wahh kerenn banget punya diary online dari zaman masih kecil