Man in Love versi Taiwan adalah sebuah film romantis yang direkomendasikan untuk ditonton minimal satu kali selama hidup oleh sebuah akun review film di Twitter. Waktu banyak yang tanya, emang kenapa kok bisa gitu? Si akun ini menjawab, “Pokoknya tonton saja.”
Terdorong oleh rasa ingin tahu yang besar, aku pun menontonnya. Kebetulan film ini memang ada di aplikasi merah. Tanpa baca review atau mencari informasi film ini berkisah seperti apa, aku mencoba untuk menyetel dan menikmati.
Baca Juga : Review Drakor My Mister
Aku mencoba mengingat, kapan ya terakhir kali nonton film Taiwan? Kayaknya sih udah lama banget, karena masa jaya drama Taiwan itu ketika ada F4 di Meteor Garden. Habis itu drama Korea merangsek jadi primadona.
Aku mencoba menikmati film ini sejak pembukaan dan mulai terhanyut hingga ke tengah-tengah dan akhirnya tamat. Begitu film selesai, aku melihat ada beberapa bekas tissue di sekitarku. Aku bahkan harus ke kamar mandi untuk cuci muka dan buang ingus.
Perasaan hampa dan gloomy sebagai efek dari menonton juga masih nempel sekitar satu sampai dua jam. Enggak heran lagi deh kalau film yang satu ini memang sangat disarankan untuk ditonton setidaknya sekaliiii aja, terutama ketika kalian butuh untuk menangis tapi air matanya enggak keluar.
Mau tahu kenapa? Simak review aku berikut ini.
Jalan Cerita Man in Love
Mari berkenalan dengan Ah Cheng (diperankan oleh Roy Chiu), seorang pemuda urakan yang memiliki profesi sebagai penagih hutang. Penampilan lelaki ini sangat perlente, gaya bicaranya letoy tapi tetap saja mengeluarkan aura menakutkan karena sikapnya ketika menagih hutang bisa dibilang gila.
Aku bahkan sempat merasa makdeg dan ngilu ketika dia memukul kepalanya sendiri sampai berdarah-darah. Huhu, dari dulu aku memang enggak begitu suka dengan adegan kekerasan, bikin takut.
Don’t judge a book by it’s cover sangat cocok menggambarkan sosok Ah Cheng. Meskipun awut-awutan, enggak jelas, dan bikin keder, tapi dia sesungguhnya memiliki hati yang lembut dan baik. Dia pun sbeetulnya enggak begitu suka dengan pekerjaan sebagai penagih hutang. Tapi ya mau bagaimana lagi, kalau enggak kerja dia enggak bakal punya uang.
Nah, suatu hari, dia bertemu dengan Hao Thing, seorang wanita yang bekerja sebagai teller di sebuah bank. Gadis ini terlilit hutang dan hendak ditagih oleh Ah Cheng. Hao Thing adalah seorang wanita yang cantik, tapi judes dan miskin.
Sudah bisa ditebak, Ah Cheng jatuh cinta pada pandangan pertama. Padahal saat bertemu, Hao Thing ini manyun melulu, enggak ada senyum-senyum-nya sama sekali. Habis itu, dia super dingin dan males banget waktu diajak ngobrol sama Ah Cheng.
Well, kadang yang namanya hutang itu memang bisa merebut kebahagiaan seseorang sih. Boro-boro bahagia, yang ada malah pusing banget mikirin gimana cara bayarnya. Apalagi pinjem duitnya di tempat rentenir yang bunganya bisa berkali-kali lipat dari pinjaman pokok kayak kantor yang memperkerjakan Ah Cheng ini.
Scene berlanjut ke momen-momen di mana Ah Cheng mendekati Hao Thing. Mulai dari pura-pura menjadi nasabah supaya bisa ngobrol hingga membuntuti kemana gadis itu pulang bekerja. Ternyata, Hao Thing terpaksa berhutang untuk membiayai ayahnya yang dirawat di Rumah Sakit.
Setiap hari, Hao Thing selalu menyempatkan diri untuk berkunjung dan merawat ayahnya seperti memberi makan dan memandikan. Ah Cheng yang mengetahui hal tersebut akhirnya memberikan penawaran menarik kepada Hao Thing : hutang akan berkurang jika gadis itu mau berkencan dengannya.
Apakah Hao Thing menerima? Tentu saja ditolak beb! Emang dia apaan kok sampe harus kencan segala. Tapi nih tapi…beban hidup gadis berkuncir kuda itu semakin terasa berat. Hutang-hutangnya semakin besar dan dia tidak tahu lagi harus bagaimana lagi membayarnya.
Apalagi, ada satu momen di mana ketika dia datang ke RS, ternyata Ah Cheng sudah ada di sana. Pria itu sedang mengajak ngobrol sambil memandikan ayahnya. Melihat kebaikan Ah Cheng yang sedemikian rupa, hati Hao Thing mencair dan dia pun setuju untuk berkencan.
Ah Cheng sangat bahagia karena berhasil mendekati sang pujaan hati. Namun sayang, selama berkencan, Hao Thing masih tetap ketus dan jarang tersenyum. Tak lama setelahnya, ayah gadis tersebut pun meninggal.
Hao Thing yang sangat menyayangi ayahnya begitu terpukul. Terlebih, karena miskin, dia tidak bisa melakukan upacara pemakaman yang seharusnya. Selain itu, tidak ada saudara atau teman-temannya yang datang mengunjungi ke rumah duka. Hao Thing menjalani kesedihannya sendiri.
Lalu, di saat Hao Thing begitu rapuh inilah Ah Cheng hadir. Dengan uang yang dia miliki, dia membuat upacara kematian yang proper, mulai dari rumah duka, ucapan duka yang begitu besar, kursi-kursi untuk para tamu. Teman-teman Ah Cheng juga berdatangan untuk turut melakukan penghormatan terakhir.
Hao Thing kaget, namun dia tak bisa berbuat apapun karena terlalu sedih. Bahkan, Ah Cheng menjadi sosok yang berdiri di samping Hao Thing untuk menerima ucapan salam dan penghormatan dari tamu-tamu yang hadir.
Pada akhirnya, ayah Hao Thing dimakamkan dengan sempurna. Dia sangat berterima kasih kepada Ah Cheng dan mulai tersenyum serta melunturkan sikap kakunya. Lambat laun, benih-benih cinta antara keduanya pun muncul.
Aku senyum-senyum sendiri melihat dua orang yang sedang dimabuk cinta ini merayakan keberhasilan mereka menyatukan dua hati. Tapi, kebahagiaan tersebut tidak berlangsung lama. Masalah demi masalah menghadang.
Mampukah Ah Cheng dan Hao Thing menghadapinya?
Review Jujur Man in Love
Film yang disutradarai oleh Yin Chen-Hao ini edan sih bagusnya. Setelah nonton, aku coba baca review-review yang lain, Man in Love sendiri ada versi Korea dan pada bilang tetep juara yang versi Taiwan. Kalau aku berani bilang, mungkin karena chemistry diantara FL (Female Lead) dan ML (Male Lead) dapet banget.
Rasa putus asa Ah Cheng yang begitu mencintai Hao Thing seolah mengalir ke penonton. Begitu juga dengan Hao Thing yang dulunya benci, enggak suka, lalu jatuh cinta dan enggak sanggup melupakan Ah Cheng meski ada kejadian yang membuatnya merasa sangat tersakiti.
Baca Juga : Rekomendasi Dorama Jepang
Bagian paling menyakitkan tentu saja ketika akhirnya Hao Thing tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Ah Cheng. Perjuangan keduanya untuk memperbaiki hubungan dan memanfaatkan waktu yang tersisa betul-betul bikin hati penonton serasa diremas. Aku aja sudah sampai berkaca-kaca.
Lalu ketika endingnya Hao Thing lagi-lagi harus menghadapi kehilangan untuk yang kedua kalinya, aku udah sesenggukan. Hatiku bertambah bolong ketika ada scene khusus antara ayah Ah Chen dan Ah Chen yang seolah sedang mengobrol.
Adegan yang paling bikin nangis brutal emang di bagian-bagian akhir. Ternyata, Ah Chen sudah mempersiapkan segalanya agar Hao Thing tidak sendirian. Sebesar itu rasa cinta si mantan penagih hutang pada gadis manis yang menjadi first love-nya.
Butuh Nangis? Nonton Ini Aja!
Iya, film ini memang memiliki sad ending, tapi sangat layak untuk ditonton. Sepanjang film, kita akan disuguhi kehidupan nyata di Taiwan itu seperti apa. Aku juga salut sama gradasi warna di film ini yang meskipun rada surem, tapi membawa nuansa hangat.
Salut banget sama para aktor yang bermain di sini. Kagum sama bagaimana mereka bisa membawakan cerita yang menghibur sekaligus menyayat hati. Berkali-kali aku nonton, berkali-kali juga aku nangis sampai-sampai film ini aku nobatkan menjadi film yang wajib ditonton ketika butuh nangis sampai lega. Terus, sebagai obat sedih, kalian harus tahu kalau di dunia nyata dua pemeran tokoh utama ini beneran jatih cinta dan menikah. Yeii!
Paling cocok sih ditonton pas PMS yak, soalnya di fase itu mood kita amburadul senggol bacok kan? Aku merasakan hal tersebut dan biasanya lebih tenang ketika sudah menangis. Kalau belum nangis tuh kayak gak afdol, belum keluar, belum plong.
So, buat kalian yang mungkin butuh tontonan melodrama, plis masukkan film ini ke dalam daftarmu ya!